Hilangkan Ongkos Politik Demi Pemimpin yang Bermutu!

Jumat, 18 Juni 2021 – 16:29 WIB
Pengamat politik dari Universitas Lambung Mangkurat (ULM) Prof Dr H Budi Suryadi. (ANTARA/Firman)

jpnn.com, BANJARMASIN - Pengamat politik dari Universitas Lambung Mangkurat (ULM) Prof H Budi Suryadi menilai ada hal penting harus segera dilakukan untuk melahirkan pemimpin yang bermutu.

Baik itu pemimpin di sebuah daerah maupun pemimpin secara nasional, yang mampu membawa kesejahteraan masyarakat.

BACA JUGA: Penularan COVID-19 Menggila, Pemerintah Diminta Segera Menerapkan PSBB

Langkah penting yang dimaksud yakni menghilangkan ongkos politik dalam proses demokrasi di Indonesia.

Dia menilai, pendidikan politik yang bersih harus dimulai dari partai politik.

BACA JUGA: Ada Permintaan Khusus dari Wapres untuk Pelaku UMKM, Begini

"Pendidikan politik yang bersih harus dimulai dari partai politik (parpol) sebagai kendaraan politik para kandidat pemimpin yang dipilih rakyat," ujar Prof Budi di Banjarmasin, Jumat (18/6).

Budi mengatakan parpol harus menjadi mesin politik berdaulat.

BACA JUGA: 5 Cara Menjaga Kesehatan Mata Akibat Paparan dari Gawai di Masa Pendemi

Karena nasib generasi politik yang kompeten pada masa mendatang menjadi tanggung jawab parpol.

Bukan sebaliknya, sebagai mesin uang mengeruk keuntungan pribadi dari setiap penyelenggaraan pemilu.

Dia mengatakan kadang banyak orang menyebut ongkos politik sebagai konsekuensi demokrasi.

Hal ini keliru, jika ongkos politik digunakan tidak sesuai aturan pesta demokrasi.

Apalagi pengertian ongkos politik sepertinya sudah merembes ke ranah lubang hitam politik, sehingga banyak orang mulai menyepakati ongkos politik sebagai syarat bertarung pada pemilu.

"Betul jika ada ongkos politik dalam perhelatan pemilu atau pilkada, tetapi ongkos politik itu hanya untuk keperluan biaya resmi politik."

"Jadi, politik jangan diseret ke ranah tidak resmi karena akan mengganggu bentuk keterwakilan politik," ucap Guru Besar Bidang Sosial dan Politik ULM itu.

Ironisnya, kata dia, keterwakilan politik akan bergeser dari keterwakilan aspirasi menjadi keterwakilan uang jika ongkos politik digunakan sebagai sarana merayu pemilih.

Akhirnya pemilih menjadi tidak berdaulat atas calonnya karena sudah terselesaikan aspirasinya ke dalam bentuk transaksi uang.

"Hal ini tentu akan luar biasa mengganggu bagi perwujudan kesejahteraan masyarakat. Program yang dijalankan tidak lagi aspirasi masyarakat, namun cenderung hanya menguntungkan calon sebagai konsekuensi dari ongkos politik tidak resmi," paparnya.

Budi mengingatkan masyarakat sebagai pemilik suara untuk sadar dan harus berdaulat atas pilihannya dengan memilih calon pemimpin sesuai hati nurani berdasarkan visi misi dan program yang ditawarkan untuk membangun kesejahteraan rakyat.(Antara/jpnn)

Jangan Lewatkan Video Terbaru:


Redaktur & Reporter : Ken Girsang

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler