Penularan COVID-19 Menggila, Pemerintah Diminta Segera Menerapkan PSBB

Jumat, 18 Juni 2021 – 15:39 WIB
Ilustrasi: Anggota DPR Fraksi PDIP Puan Maharani dan Charles Honoris memberikan keterangan pers di Ruang Fraksi PDIP DPR, Jakarta, Selasa (1/10) lalu. Foto : Ricardo

jpnn.com, JAKARTA - Pemerintah diminta segera memberlakukan pembatasan sosial berskala besar (PSBB).

Permintaan dikemukakan Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Charles Honoris, menyusul kasus COVID-19 terus mengalami lonjakan pascalibur Lebaran 2021.

BACA JUGA: COVID-19 Mengganas, Gunakan Masker Medis Jangan yang Kain

"Angka penularan COVID-19 setelah libur Lebaran semakin menggila. Karena itu PSBB harus segera dilakukan," ujar Charles melalui keterangan tertulisnya, Jumat (18/6).

Data pemerintah hingga Kamis (17/6) pukul 12.00 WIB, terdapat penambahan 12.624 kasus baru Covid-19 dalam 24 jam terakhir.

BACA JUGA: Gus Menteri Optimistis Gernas BBI Memacu Gairah Pelaku UMKM

Menurut Charles, angka tersebut kasus harian tertinggi sejak 30 Januari 2021.

Data juga menunjukkan pada periode 16-17 Juni 2021, ada 277 pasien Covid-19 yang tutup usia.

BACA JUGA: Gus Muhaimin Ajak Para TKI Mengikuti Jejak YouTuber Alman Mulyana

Jumlah tersebut juga tertinggi sejak 3 April 2021 lalu.

Fakta lain, angka keterisian tempat tidur atau 'bed occupancy rate' (BOR) fasilitas kesehatan juga sudah di atas batas WHO, 60 persen, khususnya untuk seluruh provinsi di Pulau Jawa.

Bahkan di DKI Jakarta, BOR nyaris menyentuh angka 80 persen.

Charles lebih lanjut mengatakan, fakta di lapangan menunjukkan tanda-tanda fasilitas kesehatan kolaps makin nyata.

Antrean pasien memanjang untuk masuk rumah sakit.

Lebih miris lagi, ada pasien yang ditolak karena sudah penuh.

"Bahkan ada yang meninggal dunia dalam perjalanan karena tidak kunjung mendapat rumah sakit rujukan," kata Charles.

Di sisi lain, para tenaga kesehatan keketeran karena lonjakan pasien yang tak terkira.

Melihat data dan fakta tersebut pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) skala mikro jelas tidak cukup merespons kedaruratan penularan COVID-19 saat ini.

Apalagi, kata dia, dengan jumlah tes dan pelacakan COVID-19 yang minim di beberapa daerah menyebabkan PPKM skala mikro menjadi tidak efektif.

Sehingga tidak ada artinya zonasi warna jika pelacakan atau penelusuran kasus dan tes COVID-19 tidak maksimal.

"Bayangkan saja, di DKI Jakarta yang jumlah tes dan pelacakannya terbilang tinggi dibanding daerah lain, kesenjangan antara jumlah orang yang terinfeksi COVID-19 dengan jumlah yang dilaporkan sangat jomplang," kata dia.

Survei seroprevalensi oleh Centre for Indonesia's Strategic Development Initiatives (CISDI) di Jakarta menyebutkan jumlah orang yang benar-benar terinfeksi ternyata 12 kali lebih tinggi dari apa yang dilaporkan atau tercatat.

"Buat saya, kondisi yang terjadi saat ini bukan hanya mengkhawatirkan, tapi sudah mengerikan," ujar dia.

Oleh sebab itu, katanya, perlu tindakan cepat dari pemerintah pusat untuk segera membatasi kegiatan sosial masyarakat secara besar atau pemberlakuan PSBB dan tidak lagi parsial.

Jika COVID-19 saat ini diibaratkan tsunami, katanya, maka PSBB seperti pemecah gelombang di lautan sehingga gelombang yang sampai di daratan tidak begitu besar.

Tanpa pemecah gelombang ditakutkan tenaga kesehatan dan masyarakat di daratan akan ikut tersapu.(Antara/jpnn)

Video Terpopuler Hari ini:


Redaktur & Reporter : Ken Girsang

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler