HIMKI Sebut Regulasi Industri Furnitur Ibarat Kolesterol

Rabu, 13 Maret 2019 – 22:26 WIB
Soenoto saat mendampingi Presiden Jokowi mengunjungi pameran furnitur terbesar di Asia Tenggara di JI Expo Kemayoran, Jakarta, Rabu (13/3). Foto: Setpres RI

jpnn.com, JAKARTA - Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (HIMKI) mengeluhkan regulasi yang menjadi hambatan bagi berkembangnya produksi dalam negeri, terutama untuk bersaing dengan pasar internasional.

Hal ini disampaikan Ketua HIMKI Soenoto, di sela-sela Indonesia International Furniture Expo (IFEX) 2019 di JI-Expo, Kemayoran, Jakarta Pusat, Rabu (13/3). Pameran terbesar di Asia Tenggara itu juga dihadiri oleh Presiden Joko Widodo.

BACA JUGA: Insentif SVLK Cukup di Sektor Hulu

"Regulasi yang selama ini masih bejibun menumpuk seperti kolesterol. Terus kemudian juga hambatan lain seperti sekarang kekurangan bahan baku. Contoh rotan," kata Soenoto menjawab jurnalis soal kendala industri furnitur.

BACA JUGA: Informa Perbesar Segmen Furnitur Kantor

BACA JUGA: Furnitur Gaya Skandinavia Jadi Primadona Keluarga Muda

Cirebon menurutnya sentralnya rotan, dan Indonesia pemilik 85 persen rotan di dunia. Namun sekarang masyarakat Cirebon sedang teriak kekurangan bahan baku dan ternyata rotannya diselundupkan.

Oleh karena itu, Soenoto Mengimbau lewat forum tersebut, agar pemerintah lebih concern membendung penyelundupan rotan ke luar negeri.

BACA JUGA: Industri Furnitur Indonesia Hanya Kuasai 3 Persen Pasar AS

"Itu ribuan ton yang terungkap, sementara kita di sini kekeringan. Aneh toh. Sebuah ironi. Sebuah negara penghasil rotan tapi kekurangan bahan baku rotan," tegasnya.

Soenoto bahkan menyatakan, HIMKI sudah bersikap mengenai wacana ekspor bahan baku baik rotan maupun kayu. Berniiat mengekspornya saja menurut dia merupakan sebuah dosa besar. Apalagi kalau rencana itu diimpplementasikan.

"Kalau sudah diimplementasikan itu dosa yang tak terampuni. Kita jangan hanya semangat ekspor bahan baku, tapi ekspor barang jadinya, supaya punya nilai tambah, menyerap tenaga kerja, dan meningkatkan citra Indonesia di mata dunia," tuturnya Soenoto.

Regulasi yang paling menghambat dan membelenggu pengusaha untuk bersaing dengan dunia internasional, lanjut Soenoto, terkait dengan SVLK (Sisten Verifikasi Legalitas Kayu).

"Kami bukan tidak setuju (SVLK). Tapi kalau bisa diberlakukan di hulu saja jangan di hilir, karena hilir ini adalah user. Di hilir tidak perlu melakukan verifikasi ulang, dan tidak mungkin juga verifikasi double. Ini akan sangat menghambat," tandasnya.(fat/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Furnitur Stagnan, Pasar Cat Tertahan


Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag

Terpopuler