Hindari Polemik, Nono Usulkan Koalisi Kebangsaan di MPR

Jumat, 12 Juli 2019 – 23:20 WIB
Wakil Ketua DPD RI Nono Sampono saat menanggapi pernyataan tokoh Aceh Musafir Manaf mengenai referendum, Jakarta, Jumat (31/5). DPD menolak pernyataan tokoh Aceh Musafir Manaf. Foto: Ricardo/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) dari kelompok Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Nono Sampono setuju bahwa koalisi yang paling baik di MPR adalah kebangsaan. Menurut dia, tidak perlu ada pro dan kontra lagi, karena yang diputuskan MPR adalah hal yang bersifat kebangsaan.

“Misalnya bagaimana tentang menjaga Empat Pilar, pelarangan partai komunis itu ada disitu dan seterusnya, itu saya setuju,” kata Nono dalam diskusi 'Membangun Koalisi Permanen di Parlemen”, di gedung DPR, Jakarta, Jumat (12/7).

BACA JUGA: Pimpinan MPR Wajib Mencerminkan Koalisi Kebangsaan

Hanya saja, mantan Komandan Pasukan Pengamanan Presiden (Danpaspampres) itu memahami bahwa tentunya MPR tidak bisa terlepas dari kepentingan politik. Dia mencontohkan, siapa pun individu dan dari partai mana pun, pasti berkeinginan untuk duduk sebagai pimpinan atau ketua MPR.

Karena itu, ujar Nono, belakangan ini sudah ada beberapa partai politik yang men-declare atau menyatakan bahwa selayaknya mereka yang ada di posisi pimpinan maupun ketua MPR. “Artinya, ada kepentingan politik di situ, apalagi, maaf ya, menuju 2024 pasti ada kepentingan,” ujar wakil ketua DPD itu.

BACA JUGA: MPR: Mengenang Lopa Seperti Membayangkan Oasis Keadilan

BACA JUGA: Koalisi Indonesia Kerja Lobi DPD Terkait Kursi Pimpinan MPR

Nono memahami bahwa kalau di DPR, tentu akan ada oposan dan tidak. Sebab, kata Nono, kebetulan berangkat dari dan sampai pemilu, kekuatan politik terbelah dua. Hanya saja, kata Nono, kemungkinan terjadi sedikit perubahan karena ada partai yang sebelumnya di luar koalisi merapat ke pemerintah.

BACA JUGA: Merespons Konstitusi Hasil Amendemen, Ahmad Basarah: MPR Telah Bersepakat

“Warna ini menurut saya akan mewarnai MPR juga. Ke depan akan terjadi persaingan, tergantung bagaimana mengolah kekuatan khususnya yang melekat pada pemerintah ini untuk menentukan koalisi,” ungkap senator daerah pemilihan Maluku itu.

Lebih lanjut Nono setuju bahwa kekuasaan yang lebih kuat itu harus berada di pemerintah, mengingat Indonesia menganut sistem presidensial, dan bukan parlementer. Namun demikian, Nono setuju bahwa pemerintahan juga harus dikontrol atau check and balance.

Nono mencontohkan di lembaga peradilan walaupun ada Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, Komisi Yudisial, kemudian di parlemen itu terdapat MPR, DPR dan DPD, yang memiliki peran masing-masing.

“Kami sepakat bahwa ini sangat diperlukan dalam rangka penguatan sistem ketatanegaraan kita di tingkat nasional adalah format check and balance. Ini paling penting,” jelas Nono.

Dia menegaskan bahwa antara lembaga DPD dan DPR bukanlah persaingan maupun kuat-kuatan, tetapi sebagai mitra kerja dalam penguatan sistem ketatanegaraan. Menurut Nono, di negara sebesar Indonesia ini tidak selayaknya kalau ada hanya satu lembaga, dan tidak ada yang lainnya sebagai balancer.

“Tidak boleh dalam sistem demokrasi ada satu kekuasaan absolut dalam suatu lembaga. Perlu ada check and balance yang harus terjadi,” ungkapnya. (boy/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Pimpinan MPR Selanjutnya Harus Amendemen UUD


Redaktur & Reporter : Boy

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler