Hmmm, Pak Jokowi Terlalu Lembut Sikapi Manuver Panglima TNI

Rabu, 20 September 2017 – 18:48 WIB
Presiden Joko Widodo dan Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo. Foto: Ricardo/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Anggota Komisi I DPR Effendi Simbolon menilai Presiden Joko Widodo terlalu lembut menyikapi instruksi Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo soal nonton bareng film Pengkhianatan G 30 S/PKI. Politikus PDI Perjuangan itu mengatakan, seharusnya Jokowi -panggilan Joko Widodo- selaku presiden memerintahkan Gatot mencabut perintah nonton bareng film berlatar tragedi 1965 itu.

"Bahasa presiden terlalu lembut, halus. Kadang-kadang membuat orang tidak mengerti ya kan. Beliau kan mengatakan ini bagian anak milenial sekarang, tidak mudah dipahami, kan sulit,” ujar Effendi di Kompleks Parlemen Senayan Jakarta, Rabu (20/9).

BACA JUGA: Mendagri: Pak Jokowi Ingin Meluruskan Tapak-Tapak Sejarah

Effendi menambahkan, sebenarnya mudah bagi Jokowi sehingga instruksi Panglima TNI tak memunculkan polemik. “Meminta Panglima TNI mencabut instruksi itu, ya cukup," ucapnya.

Sebagai mitra kerja TNI di DPR, Effendi mempertanyakan alasan Gatot mengeluarkan instruksi kepada seluruh jajaran prajurit TNI untuk untuk menggelar nonton bareng film G 30 S/PKI. Menurutnya, instruksi menonton film bukan hal yang diperlukan TNI.

BACA JUGA: Penolak Film G30S/PKI Disarankan Bikin Versi Tandingan

"Yah kalau mau nonton, nonton aja. Enggak usah harus dibuat instruksi. Kalau instruksi mau perang bolehlah kita perang lawan mana gitu. Ini instruksi nobar kira-kira mereduksi atau posisi yang sebagai Panglima. Tidak perlu lah," ujar dia.

Effendi juga mengajak semua pihak bersikap realistis melihat film yang notabene dibuat sesuai selera pemerintahan Orde Baru itu. Menurutnya, peristiwa politik pada 1965 memang benar-benar terjadi.

BACA JUGA: Sepertinya Presiden Jokowi Ogah Temui Pansus Angket KPK

Lebih lanjut Effendi juga mengatakan, komunis merupakan musuh negara. PKI merupakan organisasi terlarang karena komunisme bertentangan dengan Pancasila.

Namun, katanya, muatan G 30 S/PKI juga harus diluruskan karena persepsi orang yang menontonnya bisa berbeda-beda. Apalagi justru Orde Baru yang memanen keuntungan setelah 1965.

"Ini kan harus juga ada satu ruang publik yang bisa mengkaji ini. Apa iya sesungguhnya seperti itu? Jangan-jangan ini by design juga. Rezim orba buktinya menikmati juga atas kejadian itu," tutur anak buah Megawati Soekarnoputri itu.(fat/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Ingat, Film G 30 S/PKI Terlalu Sadis sebagai Tontonan Anak


Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler