jpnn.com, SURAKARTA - Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid (HNW) kembali menyoroti wacana amendemen UUD 1945 saat sosialisasi Empat Pilar di depan pengurus dan anggota Muhammadiyah wilayah Jawa Tengah, Minggu (31/10).
Menurutnya, perubahan atau amendemen UUD 1945 akan selalu terbuka. Hanya saja, ada ketentuan dan syarat-syarat yang harus dipenuhi.
BACA JUGA: Amendemen Konstitusi Jadi Solusi Selamatkan Indonesia
"Untuk mengubah UUD diperlukan persyaratan yang rumit dan tidak mudah dipenuhi," kata HNW.
Politisi PKS itu menegaskan hanya satu yang tidak bisa diubah atau diamendemen, yaitu pembukaan UUD 1945.
BACA JUGA: Wakil Ketua MPR Saran Dibuatkan Matriks Pro dan Kontra Amendemen UUD 1945
Sebab, di dalam pembukaan UUD 1945 terdapat cita-cita berdirinya NKRI.
"NKRI sudah menjadi harga mati," tegasnya.
BACA JUGA: LaNyalla Minta Restu dan Dukungan Agar Penguatan DPD Terwujud di Amendemen Konstitusi
Sesuai perjalanan dan pengalaman sejarah, negara kesatuan merupakan satu-satunya bentuk negara yang paling sesuai dengan keberagaman Indonesia. Bukan serikat, federal, monarki, apalagi sistem kerajaan.
Karena itu, NKRI harus dipertahankan sesuai Pasal 37 ayat 5 UUD 1945 yang tidak bisa diubah-ubah.
HNW juga meyakini bagi warga Muhammadiyah, Empat Pilar bukan hal baru.
Sebab, sejak Muhammadiyah didirikan KH Ahmad Dahlan, Empat Pilar sudah menjadi perilaku dalam kehidupan sehari-hari, termasuk menjalankan roda organisasi.
Dia menyampaikan ulama dan tokoh-tokoh Muhammadiyah berpartisipasi aktif dalam proses pembentukan Pancasila, dimulai dari BPUPKI, Panitia Sembilan hingga PPKI.
"Mereka juga mau mengalah, menghilangkan tujuh kata dalam piagam Jakarta, semata mata demi kepentingan yang lebih besar, yaitu berdiri tegaknya NKRI," tegas HNW.
Hadir pada acara tersebut anggota MPR dari Fraksi PKS Hamid Noor Yasin, Ketua Muhammadiyah Wilayah Jawa Tengah KH Tafsir, Ketua Aisyiyah Hj Ummul Baroroh, dan Rektor Universitas Muhammadiyah Surakarta Prof Sofyan Anif.
Anggota MPR Hamid Noor Yasin menyampaikan seperti pada peristiwa Piagam Madinah, Piagam Jakarta memiliki makna pengorbanan umat Islam untuk kepentingan yang lebih besar, yaitu tetap tegaknya NKRI.
"Karena di Indonesia Kebhinekaan adalah satu keniscayaan, yang tidak dapat dihilangkan," kata Hamid.
Pada kesempatan itu, Hamid mengajak warga Muhammadiyah tampil pada kontestasi kepemimpinan nasional untuk mengurai carut-marut persoalan bangsa.
"Jangan sampai kesempatan untuk memimpin bangsa ini diambil orang lain yang memiliki rekam jejak buruk, hanya mengutamakan kepentingan pribadi dan kelompoknya saja," pungkasnya. (mrk/jpnn)
Redaktur : Sutresno Wahyudi
Reporter : Sutresno Wahyudi, Sutresno Wahyudi