jpnn.com, JAKARTA - Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid (HNW) menegaskan manuver sebagian pihak untuk mengkriminalkan pengaitan agama dalam bernegara bisa membahayakan keutuhan dan kebersamaan dalam menegakkan NKRI.
Menurutnya, justru Pancasila membuktikan kedekatan hubungan antara agama dan negara.
BACA JUGA: Indonesia Kecam Manuver Culas Inggris Terkait KTT Iklim COP26
"Upaya untuk menafikan atau membenturkan keduanya merupakan tindakan yang tidak sesuai dengan konstitusi dan kenegarawanan pendiri bangsa saat menyepakati Pancasila dengan sila pertamanya adalah Ketuhanan yang Maha Esa," tegas HNW saat memberikan Sosialisasi Empat Pilar MPR kepada keluarga besar PKS di Tanah Abang, Jakarta, Senin (22/11).
Dia pun menekankan pentingnya generasi muda memahami sejarah, termasuk Pancasila dan UUD 1945.
"Menghadirkan relasi yang positif beragama dan bernegara untuk menghentikan berbagai manuver," ujarnya.
BACA JUGA: Manuver Terbaru Refly Harun: Galang Gerakan Tolak Presidential Threshold
HNW menegaskan Indonesia bukan berdasarkan agama tertentu, tetapi NKRI juga bukan negara sekuler, apalagi atheis atau komunis yang anti agama.
Bahkan dalam alinea ketiga Pembukaan UUD 1945 jelas disebutkan kemerdekaan Indonesia adalah 'atas berkat rahmat Allah yang Maha Kuasa.
BACA JUGA: AHY Mewaspadai Manuver Moeldoko Cs di PTUN
"Sebuah ungkapan religius pada dokumen politik yang memposisikan Indonesia merdeka bukanlah dengan semangat sekularisme, liberalisme, apalagi atheisme, komunisme, dan anti agama," ungkap HNW.
Konstruksi Pancasila yang dimulai dengan nilai spiritual menurut HNW merupakan kesepakatan final para pendiri bangsa pada 18 Agustus 1945 yang terhimpun dalam PPKI.
Anggota yang terhimpun dalam PPKI adalah tokoh-tokoh nasionalis kebangsaan seperti Bung Karno, Bung Hatta, dan Prof Soepomo.
Ada pula dari nasionalis keagamaan muslim seperti Ki Bagus Hadikusumo, KH Wahid Hasyim, Kasman Singodimejo, dan Teuku Muhammad Hasan.
Terdapat juga tokoh nasionalis keagamaan non muslim seperti J Latuharhari, GSJ Sam Ratulangi, dan I Goesti Ketoet Poedja.
HNW menambahkan pada era reformasi ketika UUD 1945 diamendemen tetap saja disepakati secara bulat bahwa Pembukaan UUD 1945 tidak bisa dilakukan perubahan.
"Di dalam Pembukaan UUD 1945 itu ada Pancasila yang final disepakati oleh PPKI pada 18 Agustus 1945 dengan sila pertamanya adalah Ketuhanan Yang Maha Esa,” terangnya. (mrk/jpnn)
Redaktur : Sutresno Wahyudi
Reporter : Sutresno Wahyudi, Sutresno Wahyudi