jpnn.com, JAKARTA - Wakil Ketua MPR Dr. H.M Hidayat Nur Wahid, MA berharap, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim adaptif terhadap draft Peta Jalan Pendidikan diterapkan pada SKB tentang seragam sekolah berbasis keagamaan.
Menurut dia, karena hal itu tidak sejalan dengan konstitusi.
BACA JUGA: HNW: Gencarnya Sosialisasi Empat Pilar MPR Harus Berujung kepada Implementasi
Dia menyebutkan, seharusnya, SKB yang tidak sesuai dengan Pasal 31 ayat (3) UUD NRI Tahun 1945 soal pendidikan yang meningkatkan keimanan ketakwaan dan akhlak mulia, serta tidak sesuai dengan Pasal 32 ayat (1) soal negara yang menjamin masyarakat untuk memelihara dan mengembangkan nilai-nilai budayanya, termasuk dalam hal berpakaian, segera direvisi.
"Agar sesuai dengan konstitusi dan untuk mengakomodasi masukan banyak pihak yang sangat peduli dengan pendidikan, moderasi dan toleransi,” ujar HNW di Jakarta, Jumat (12/3).
BACA JUGA: Rekrutmen PPPK 2021, HNW Minta Pemerintah Adil dan Masukkan Guru Agama
Wakil Ketua Majelis Syuro PKS itu sepakat pemahaman sikap intoleran di dunia pendidikan tidak diperbolehkan. Menurut dia juga, melarang siswi untuk memakai pakaian sesuai dengan ajaran agamanya memang tidak dibenarkan sebagaimana dicantumkan dalam SKB.
Sebaliknya, lanjut dia, mewajibkan berpakaian yang tidak sesuai ajaran agama yang dianut siswi juga tidak boleh.
BACA JUGA: HNW: Masyarakat Menolak Penghapusan Santunan Kepada Korban Covid-19
HNW juga menilai, revisi dua kebijakan ini sangat diperlukan, tujuannya adalah agar pendidikan, betul-betul mencerminkan pemahaman yang baik dan benar terhadap konstitusi dan peraturan perundangan.
"Dengan begitu, kita semua bisa berharap, melalui Kemendibud bisa tercapai arah dan tujuan Pendidikan Nasional sebagaimana yang diamanahkan UUD NRI Tahun 1945 maupun UU Sisdiknas,” kata HNW.
Terkait revisi Peta Jalan Pendidikan 2020-2035 dengan memasukkan frasa agama pasca-kritik dan saran publik, HNW pun mengapresiasi sikap Mendikbud.
Dia menyebut, sikap Mendikbud yang segera merevisi draft itu merupakan langkah benar dan sudah seharusnya dilakukan.
"Karena mengingat banyaknya masukan yang disampaikan oleh sejumlah elemen bangsa peduli pendidikan nasional seperti Muhammadiyah, Majelis Ulama Indonesia (MUI), dan Nahdlatul Ulama (NU), juga oleh partai politik seperti PKS dan PPP," tutur dia.
Menurut HNW revisi harus dilakukan sebelum publik bereaksi.
"kritik sebenarnya sudah disampaikan oleh Komisi X DPR, mitra kerja Kemendikbud, sejak Januari 2021. Sayangnya tidak mendapatkan respons positif yang cepat dari Kemendikbud,” ujar HNW.
Kritik itu, kata dia, sempat ditampik Mendikbud Nadiem yang sebelumnya berkilah bahwa kata ‘agama’ tidak eksplisit dimasukkan. Nidiem beralasan sudah diakomodir dengan ketentuan tentang pelajar Pancasila yaitu pelajar yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia.
HNW menilai, tu tidak cukup untuk menggantikan konstitusionalisasi penyebutan frasa agama dalam draft. Bila merujuk pasal 31 ayat (3) UUD NRI Tahun 1945 memang hanya disebutkan iman, takwa dan akhlak mulia.
"Tapi, jangan lupa, Pasal 31 ayat (5) secara eksplisit menyebutkan ‘agama’, dikaitkan dengan Pendidikan Nasional, selain penyebutan frasa ‘budaya’," jelas HNW.
Dia memaparkan, demikian juga UU No. 20/2003 Pasal 1 angka 2 malah secara eksplisit lebih dahulu menyebut agama sebelum menyebut budaya dikaitkan dengan pendidikan nasional.
Hal itu menurut dia, jika rujukan konstitusionalnya (UUD dan UU) tidak hanya menyebutkan frasa budaya secara eksplisit dikaitkan dengan pendidikan, tetapi juga menyebutkan frasa agama.
"Sudah seharusnya aturan peraturan perundangan dibawahnya wajib mengikuti dan tidak malah membuat ketentuan yang tidak sejalan dengan konstitusi dan UU tersebut," kata dia.
Kesalahpahaman berpikir ini dirasakan HNW jadi pangkal dari berbagai kebijakannya yang seakan alergi dengan penyebutan agama.
Anggota Komisi VIII DPR RI ini mengingatkan bila kesalahan berpikir seperti itu, (tidak sepenuhnya mengikuti konstitusi) digunakan dalam mengambil kebijakan, maka akan bisa menghadirkan ketidakbijakan yang lain.
HNW berujar, salah satunya adalah Surat Keputusan Bersama (SKB) antara Mendikbud, Menag dan Mendagri tentang seragam sekolah berbasis keagamaan.
"Akhirnya menimbulkan kontroversi dan penolakan dari banyak pihak seperti MUI, Muhammadiyah, PKS dan lain-lain serta masyarakat yang sekarang juga mengkritisi Peta Jalan Pendidikan Nasional itu," jelas HNW. (ikl/jpnn)
Jangan Sampai Ketinggalan Video Pilihan Redaksi ini:
Redaktur & Reporter : Elvi Robia