jpnn.com, JAKARTA - Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Hidayat Nur Wahid menanggapi putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta terhadap banding Habib Rizieq Shihab (HRS) dalam kasus Swab Test di RS UMMI Bogor.
Hidayat berharap MA dapat menghadirkan keadilan hukum yang sebenarnya terhadap Habib Rizieq Shihab.
BACA JUGA: 5 Berita Terpopuler: Uang Korupsi Disita, Pendukung HRS Mengamuk, Jokowi dapat Nama
Pria kelahiran Klaten, Jateng, itu mengatakan, nuansa ketidakadilan dalam kasus Habib Rizieq ini sudah dirasakan publik sejak awal.
Pasalnya, apabila Habib Rizieq dipidana karena dinilai menutupi hasil swab Covid-19, faktanya ada pejabat negara atau menteri yang juga menutupi dan tidak menyatakan dirinya terkena Covid-19. Terhadap mereka tidak diproses hukum sama sekali.
BACA JUGA: Bentrok Pendukung HRS vs Polisi, Ada Pria Membawa Senjata Tajam
“Masyarakat merasakan ketidakadilan, sejak awal kasus ini diproses. Dan juga dalam kasus-kasus lain yang dikaitkan dengan HRS. Bahkan, Majelis Hakim dalam kasus kerumunan juga mempertimbangkan adanya praktik ketidakadilan yang jelas-jelas tidak sesuai dengan prinsip hukum yang universal. Yaitu prinsip equality before the law,” ujar Hidayat Nur Wahid melalui siaran pers di Jakarta, Selasa (31/8).
PT DKI Jakarta menolak banding HRS dan menguatkan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Timur yang menjatuhkan vonis empat tahun penjara terhadap tokoh asal Petamburan itu.
BACA JUGA: Ibu Kota Baru, Prof Jimly: Nanti Mangkrak Kayak di Zaman SBY, Dikorek-korek
Masih ada upaya hukum yang bisa dilakukan HRS yakni mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA).
HNW mengatakan, seharusnya rasa ketidakadilan ini dapat diselesaikan oleh Pengadilan Tinggi DKI Jakarta dengan mengoreksi putusan pengadilan tingkat pertama tetapi vonis banding yang dikeluarkan justru tidak mencerminkan hal itu.
“Sayangnya, Pengadilan Tinggi DKI Jakarta tidak menghadirkan keadilan yang diharapkan banyak pihak tersebut,” ujar pria pria kelahiran 8 April 1960 itu.
Ketua MPR (2004-209) itu mengatakan, kasus Habib Rizieq yang menyita perhatian publik ini seharusnya bisa menjadi momentum bagi Pengadilan Tinggi DKI Jakarta untuk memperbaiki kepercayaan publik terhadap penegakan hukum dan institusi penegakan hukum.
Termasuk Pengadilan Tinggi DKI Jakarta sendiri, yang sekarang ini sedang menuai kritikan tajam karena mengorting vonis terhadap terpidana kasus suap Djoko Tjandra dan jaksa Pinangki.
“Terpidana suap yang jelas menghadirkan kebohongan, menghadirkan kehebohan dan merugikan negara, malah diberikan keringanan hukum dan remisi tetapi terhadap Habib Rizieq yang sama sekali tidak merugikan negara, tidak menyuap/menerima suap, malah tidak diberikan keringanan hukum, malah diperpanjang masa penahanannya, dan tuntutan keadilannya ditolak di tingkat banding, dengan pengadilan tinggi menguatkan vonis tahanan selama 4 tahun terhadap HRS,” ujarnya.
HNW mengapresiasi langkah Habib Rizieq dan tim hukumnya yang mengikuti dan menaati proses hukum dengan akan mengajukan kasasi.
Dia berharap agar MA dapat mengoreksi putusan-putusan di tingkat pertama dan tingkat banding yang tidak mencerminkan keadilan tersebut.
“Saya masih percaya hakim-hakim agung yang akan memeriksa perkara ini adalah mereka yang tidak di bawah intervensi instansi mana pun. Mereka memiliki kredibilitas dan komitmen hadirkan keadilan. Mereka memiliki independensi dan kebijaksanaan sehingga dapat melihat adanya ketidakadilan dalam kasus ini, dan berani mengoreksinya,” ujarnya.
MA selaku lembaga judex juris yang memeriksa penerapan hukum (bukan judex facti yang memeriksa fakta), kata HNW, tentu bisa mengelaborasi perdebatan terkait apakah memang Habib Rizieq telah menyebarkan berita bohong soal kesehatannya dan apakah itu menimbulkan keonaran, sebagaimana yang diyakini oleh majelis tingkat pertama dan banding.
Politikus senior PKS itu mengingatkan, pada sidang di pengadilan negeri, ahli hukum pidana Prof Mudzakkir telah mengingatkan bahwa perbuatan Habib Rizieq belum dapat dikenakan delik tersebut.
Mengutip pandangan Prof Mudzakkir yang mencontohkan ketika ada seseorang ditanya kondisi kesehatannya setelah melakukan tes usap antigen, lalu dijawab sehat karena merasa sehat, maka hal tersbeut bukan termasuk ke dalam kategori menyiarkan berita bohong.
Pasalnya, ketika yang bersangkutan dihadapkan pada situasi saat itu sehat, maka memang faktanya begitu, berarti tidak bisa dikatakan bohong.
Seperti yang dituturkan para saksi ahli pidana dan bahasa yang dihadirkan dalam persidangan HRS, kata HNW mereka menyatakan bahwa tindakan HRS tersebut bukan menyiarkan kebohongan tetapi pernyataan manusiawi yang mungkin keliru. Namun bukan berbohong.
“Pandangan ahli pidana Prof Mudzakkir yang sudah tidak diragukan lagi keilmuannya di bidang hukum pidana, beserta lima ahli lainnya, juga ahli bahasa dari UI Frans Asisi seharusnya menjadi pertimbangan bagi majelis hakim di MA untuk berlaku bijak dengan mengoreksi dan menghadirkan keadilan yang substansial. Mengabulkan tuntutan pemohon dan membebaskan HRS dkk,” pungkas Hidayat Nur Wahid. (rls/sam/jpnn)
Redaktur & Reporter : Soetomo