HNW Menyesali Kasus Ibu Bunuh Anak Kandung Terjadi Lagi, Dorong Negara Hadir Mengatasi

Jumat, 23 Juni 2023 – 06:57 WIB
Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid mendorong kehadiran negara untuk mengatasi persoalan kasus ibu bunuh anak kandung akibat depresi agar tidak terulang kembali. Foto: Dokumentasi Humas MPR RI

jpnn.com, JAKARTA - Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid menyesali kasus ibu membunuh anak kandung yang kembali terjadi.

Dia pun mengingatkan negara harus hadir mengatasi persoalan yang diakibatkan sang ibu yang membunuh anak kandungnya sendiri mengalami depresi.

BACA JUGA: Ibu Bunuh Diri Seusai Menghabisi Nyawa 2 Anak Kandung, Satu Bocah Selamat

Salah satu bentuk kehadiran negara, antara lain melalui pengesahan Rancangan Undang-Undang Kesejahteraan Ibu dan Anak (RUU KIA) agar bisa mengatasi persoalan tersebut, sehingga kasus yang sangat tidak manusiawi itu tidak kembali terjadi.

“Kasus pembunuhan dua anak berusia tujuh tahun dan delapan bulan oleh ibunya sendiri di Jember, kemudian ibunya melakukan bunuh diri, sangat disesali dan disayangkan bisa terjadi," kata HNW yang akrab disapa.

BACA JUGA: Ibu Bunuh Anak Kandung di Jakarta Timur, Polisi: Sudah Ditahan

Hal itu disampaikan HNW saat membuka seminar yang dilaksanakan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak berkaitan RUU KIA di Jakarta, Kamis (22/7).

"Negara harusnya hadir untuk mengatasi persoalan semacam ini sebagai bagian dari pelaksanaan kewajiban konstitusional negara, yaitu melindungi seluruh rakyat Indonesia, apalagi kaum ibu dan anak,” tegasnya.

BACA JUGA: Polisi Akhirnya Ungkap Motif Ibu Bunuh Anak Kandung, Ternyata

HNW yang juga menjabat sebagai anggota Komisi VIII DPR mengatakan fenomena ibu yang depresi kemudian membunuh anaknya itu bukan sekali atau dua kali terjadi, melainkan sudah berulang kali.

Misalnya pada Maret 2022, seorang Ibu di Brebes juga menganiaya tiga anak kandungnya, dan salah satu anaknya yang masih berusia tujuh tahun tewas.

Sebelumnya, pada September 2019, seorang ibu di Bandung juga membunuh bayinya yang berusia tiga bulan dengan pisau dapur.

“Benang merah yang ditarik dari kasus-kasus tersebut adalah sang ibu mengalami depresi setelah melahirkan anaknya. Ini yang perlu dipedulikan dan diatasi oleh negara,” ujar politikus senior Partai Keadilan Sejahtera itu.

Menurut HNW, RUU KIA inisiatif DPR ini memang akan memfokuskan pengaturan dan perlindungan kepada ibu dan anak pada seribu hari pertama semenjak dalam kandungan.

"Itulah golden periode bagi anak, tetapi fase ini dinilai krusial, karena berpengaruh kepada mental sang Ibu. Namun belum ada payung hukum yang khusus (lex specialis) yang melindungi ibu dan anaknya," ungkapnya.

Karena itu, lanjut HNW, selain diperlukan adanya konsultasi dan bimbingan psikologis, dia mengusulkan agar RUU KIA juga mengatur hak ibu untuk mendapatkan bimbingan keagamaan.

"Apalagi banyak di antara mereka yang tinggal tidak di kota, jauh dari keberadaan konsultan atau psikolog. Mereka lebih dekat pada tokoh-tokoh masyarakat yang juga adalah tokoh-tokoh agama yang bisa membantu menenteramkan ibu-ibu tersebut," terangnya.

Lebih lanjut HNW mengaku sedang mempelajari pengaturan di negara-negara lain mengenai fenomena yang mencelakai ibu dan anak atau sering disebut sebagai perinatal depression atau postpartum depression.

Depresi semacam ini kerap kali dialami oleh ibu yang akan dan baru saja melahirkan anaknya.

“Saya akan usulkan agar RUU KIA juga mengatur persoalan ini secara lebih mendetail agar kasus seperti di Jember dan di daerah lainnya itu tidak terulang,” ujar HNW.

HNW menilai salah satu regulasi yang bisa dipelajari dan diadopsi terkait pengaturan mencegah dan mengatasi perinatal depression atau postpartum depression ini dengan melihat pengaturan di Amerika Serikat.

Di negari Paman Sam, kata HNW, pengaturan untuk mencegah dan mengatasi perinatal depression dan postpartum depression sudah dilakukan di level negara federal maupun di level negara bagian.

“Ada banyak aturan di negara-negara bagian Amerika Serikat yang mengatur hal tersebut dan bisa kita pelajari untuk diadopsi sesuai dengan karakteristik bangsa Indonesia dan sistem sosial dan hukum yang berlaku di Indonesia," ungkapnya.

Sementara di level federal di AS, lanjut HNW, sejak 2009 sudah ada RUU Melanie Blocker Stokes MOTHERS or Moms Opportunity To access Health, Education, Research and Support yang kemudian dijadikan bagian ke dalam Patient Protection and Affordable Act.

"Ini semua bisa dijadikan bahan perbandingan dalam membahas RUU KIA tersebut," pungkasnya. (mrk/jpnn)


Redaktur : Sutresno Wahyudi
Reporter : Sutresno Wahyudi, Sutresno Wahyudi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler