HNW: MPR dan Mayoritas Fraksi di DPR Menolak Pengunduran Waktu Pemilu

Rabu, 02 Maret 2022 – 23:37 WIB
Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid bersama Parkindo membahas usulan pengunduran waktu pemilu dan perpanjangan masa jabatan presiden. Foto: Humas MPR RI

jpnn.com, JAKARTA - Wakil Ketua MPR RI Dr. H.M. Hidayat Nur Wahid, MA menerima Pimpinan Pusat Parkindo (Partisipasi Kristen Indonesia), Selasa (1/3) secara daring.

Pada kesempatan itu HNW, sapaan akrab Hidayat Nur Wahid, mendukung konsistensi menjalankan Pancasila dan UUD NRI 1945.

BACA JUGA: HNW Ajak Semua Pihak Teladani M. Natsir, Taati Konstitusi, dan Selamatkan NKRI

Pancasila maupun UUD NRI 1945 adalah kesepakatan para pendiri bangsa maupun cita-cita reformasi.

Karena itu, HNW sepakat dengan tuntutan Parkindo agar MPR menjaga, menjalankan konstitusi, dan amanat reformasi.

BACA JUGA: HNW Berharap SE Menag Terkait Pengeras Suara di Masjid Direvisi

Salah satu ketentuannya adalah pembatasan masa jabatan presiden maksimal dua kali masa jabatan, pemilu sekali dalam lima tahun, dan kedaulatan rakyat yang memilih dalam pemilu tersebut.

Karena itu, HNW sepakat dengan Parkindo agar semua pihak menaati konstitusi dan amanat reformasi.

BACA JUGA: HNW PKS Sarankan Menteri Agama Yaqut Cholil Perbanyak Istigfar

Lalu, menolak usul pengunduran pemilu atau perpanjangan masa jabatan presiden.

Apalagi, penundaan pemilu maupun perpanjangan masa jabatan presiden tidak sesuai dengan Pasal 1 ayat (2), Pasal 7 dan Pasal 22E ayat (1) UUD NRI 1945.

Pernyataan tersebut disampaikan HNW saat dialog kebangsaaan Menuju Indonesia Tertib Konstitusi dengan pengurus DPP Partisipasi Kristen Indonesia (Parkindo) melalui daring.

Partisipasi Kristen Indonesia merupakan kelanjutan dari Orpol Parkindo (Partai Kristen Indonesia) yang berfusi dengan Partai Demokrasi Indonesia pada zaman Orde Baru.

Pancasila maupun UUD NRI 1945, kata HNW, merupakan hasil kesepakatan bapak dan ibu bangsa saat memperjuangkan dan mempersiapkan kemerdekaan Indonesia maupun ketika melaksanakan tuntutan reformasi melalui amandemen UUD NRI 1945.

“Cita-cita bangsa Indonesia Merdeka terdapat dalam pembukaan UUD NRI 1945, yang dulu juga dikenal dengan istilah Piagam Jakarta,'' ujarnya.

Ada keterlibatan tokoh nasional kebangsaan, baik yang beragama Islam maupun Kristiani, yaitu Mr. AA Maramis.

Pendapat beliau didengarkan dan beliau juga mendengarkan pendapat tokoh-tokoh yang lain.

Bahkan, ketika ada keberatan dari tokoh Kristiani, Mr Johanes Latuharhary, terkait Piagam Jakarta sebagaimana disampaikan sebagai aspirasi Indonesia timur juga didengarkan dan dikabulkan oleh mayoritas mutlak anggota PPKI yang beragama Islam.

Setelah kesepakatan tersebut dihasilkan, kata HNW, semua pihak yang terlibat dalam pembahasan di BPUPK, Panitia 9, dan PPKI konsisten menerapkan Pancasila dan UUD 1945.

Saat reformasi, ada enam tuntutan reformasi, termasuk amandemen UUD untuk membatasi masa jabatan presiden yang disepakati dan dilaksanakan semua pihak baik eksekutif, legislatif, yudikatif.

Termasuk partai politik dan ormas. Ini adalah pelajaran penting yang harus diambil para pimpinan negara dan seluruh elemen bangsa dari segala lingkup di Indonesia saat ini.

“Jangan sampai kita membuat kesepakatan, tetapi tidak dilaksanakan. Itu tidak merawat warisan dan cita-cita luhur yang sudah terbukti dapat menyelamatkan cita-cita kemerdekaan dan eksistensi NKRI,'' ucapnya.

Apalagi, Presiden Jokowi baru menetapkan 1 Maret sebagai Hari Penegakan Kedaulatan Negara.

Kedaulatan Negara pada waktu sekarang maupun yang akan datang akan tegak apabila kita tertib menjalankan kesepakatan-kesepakatan nasional, yakni Pancasila dan UUD NRI 1945 dan tuntutan reformasi.

Wakil Ketua Majelis Syuro Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini mengambil contoh kesepakatan di era reformasi yang paling utama adalah membatasi masa jabatan presiden melalui amandemen UUD NRI 1945.

Dia menilai adanya upaya untuk memperjanjang masa jabatan presiden dengan menambah periode ketiga atau mengundur pemilu sehingga masa jabatan selama satu atau dua tahun adalah manuver yang tidak sesuai.

“Pembatasan itu adalah tuntutan reformasi yang sudah disepakati,” ucapnya.

Apalagi, lanjut HNW, alasan-alasan yang diajukan para pengusul untuk menunda pemilu tidak substansial.

Ormas, mayoritas partai di DPR, dan MPR menolak usul pengunduran pemilu presiden.

“Apalagi, usulan pemunduran pemilu itu tidak sesuai dengan kesepakatan pada 31 Januari 2022 antara KPU, pemerintah, dan Komisi II DPR,'' ujarnya.

HNW menjelaskan, pemilu tidak diundur dan tetap dilaksanakan pada 14 Februari 2024.

Menurut HNW, sikap Jokowi sudah tepat dengan menolak memperpanjang masa jabatan presiden.

Karena itu, HNW menyarankan agar Jokowi meminta tiga pimpinan partai ini menarik usulan pengunduran pemilu atau memperpanjang masa jabatan presiden. (mrk/jpnn)


Redaktur : Tarmizi Hamdi
Reporter : Tarmizi Hamdi, Tarmizi Hamdi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler