HNW: Ormas dan Partai Islam Berjasa Selamatkan Pancasila-NKRI

Kamis, 18 Februari 2021 – 17:15 WIB
Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid. Foto: MPR RI.

jpnn.com, JAKARTA - Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid menyatakan para ulama yang terhimpun dalam ormas Islam seperti Muhammadiyah, NU, Persis, dan PUI, serta partai Islam antara lain Syarikat Islam, Penyadar, PII atau Partai Masyumi, ikut berjasa menyelamatkan Pancasila dan NKRI.

Sosok yang karib disapa HNW ini berharap perjuangan itu menjadi contoh dan diambil sebagai pelajaran oleh umat Islam di Indonesia dalam  menjaga serta mengamalkan Pancasila dan NKRI. 

BACA JUGA: Jokowi Ingin Revisi UU ITE, Hidayat Nur Wahid: Jangan Cuma PHP

Pasalnya, kata Hidayat, para ulama yang tergabung dalam ormas maupun partai Islam terlibat pembahasan dan penerimaan Pacasila sebagai dasar dan ideologi negara.

Selain itu, katanya, ikut menetapkan bentuk negara kesatuan yang cocok dengan Indonesia.

BACA JUGA: Din Syamsuddin Dituduh Radikal, Begini Reaksi Masyarakat Perantau Sumbawa, Tegas!

HNW sangat mengapresiasi kenegarawanan mereka, dan mendukung hasil ijtihad para ulama yang aktif sejak di BPUPK, Panitia 9, PPKI, KNIP hingga  Parlemen RIS.

HNW berharap ideologi Pancasila, serta bentuk negara kesatuan ini harus terus dipertahankan dan diperjuangkan. 

BACA JUGA: Konflik Partai Berkarya, Tommy Soeharto Menang Gugatan, Muchdi PR Langsung Bereaksi Tegas

“Sebelum Indonesia merdeka, nusantara terdiri dari berbagai kerajaan. Dan setelah merdeka, kita memilih negara kesatuan republik Indonesia," kata HNW secara daring pada acara sosialisasi Empat Pilar MPR dengan para ulama dan tokoh masyarakat di Pondok Pinang, Jakarta Selatan, beberapa waktu lalu. 

Menurut HNW, federal cocoknya digunakan untuk negara daratan seperti Amerika Serikat.

Sementara, negara kepulauan seperti Indonesia, sangat tidak cocok dengan bentuk negara federal atau serikat.

"Karena akan mudah dipecah belah,” katanya.

HNW mengatakan belum lama setelah  Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya, Belanda mendompleng tentara sekutu ingin kembali menjajah Indonesia.

Namun, kata dia, KH Hasyim Asy’ari dan KH Wahab Hasbullah mengumpulkan para ulama se-JawaTimur dan Madura.

Pada 22 Oktober 1945 mengobarkan fatwa resolusi Jihad bela Republik Indonesia gagalkan manuver Belanda. 

Wakil Ketua Majelis Syura Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini menuturkan pilihan bentuk negara kesatuan, yang ditetapkan melalui UUD 45, Bab I Pasal 1 Ayat 1 pada 18 Agustus 1945 dipertahankan  lewat perjuangan yang panjang.

"Belanda tidak suka kita mengadopsi bentuk negara kesatuan makanya direcoki terus. Sejak dari Perjanjian Linggarjati (15 November 1946), Belanda  hanya mengakui secara de facto kedaulatan Republik Indonesia hanya pada tiga pulau, yakni Sumatera, Jawa dan Madura,” ujarnya. 

Bahkan, eksistensi NKRI sempat kembali terancam dengan agresi militer Belanda pada 1948.

Sehingga tampillah tokoh Partai Islam Masyumi Sjafruddin Prawiranegara yang menyematkan NKRI dengan membentuk Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI) pada 19 Desember 1948, setelah sejumlah pemimpin bangsa di Yogyakarta ditangkap oleh agresor Belanda. 

Tidak berhenti di situ, Belanda melanjutkan tindakannya untuk mengganggu kedaulatan NKRI.

Puncaknya dalam Konferensi Meja Bundar (KMB) 27 Desember 1949, yang salah satu keputusannya mengakui Republik Indonesia Serikat (RIS).

“Belanda kembali melakukan penetrasi melalui KMB. Mereka mengakui Indonesia merdeka, tetapi dalam bentuk Republik Indonesia Serikat, bukan NKRI. Indonesia dibelah menjadi 16 negara serikat,” kata Hidayat.

Namun, kata HNW, manuver itu bisa kembali digagalkan oleh tokoh Partai Masyumi, M Natsir.

Sebagai partai yang menolak KMB, M Natsir bertemu dengan banyak tokoh daerah juga dengan pimpinan fraksi-fraksi di DPR RIS dari yang paling kanan hingga kiri, termasuk dengan ketua Partai Katolik dan Kristen.

Kemudian M Natsir  berpidato pada 3 April 1950 di depan sidang DPR RIS agar Indonesia kembali menjadi NKRI.

“Melalui pidato yang dikenal dengan mosi integral itu, Pak Natsir mengoreksi RIS dan agar Indonesia kembali ke cita-cita awal Indonesia merdeka, yakni NKRI," katanya.

"Beliau menyampaikan hal itu dari aspirasi rakyat, dan berhasil mengomunikasikan dengan partai lain di parlemen, sehingga semua setuju untuk kembali ke negara kesatuan,” tambahnya. 

HNW berharap perjalanan bangsa itu bisa dipahami oleh para tokoh masyarakat, ulama, dan kiai bahwa Pancasila dan NKRI ini adalah warisan dan hasil perjuangan, jihad, ijtihad, mujahadah, hadiah dan tadhiyah dari umat Islam.

Baik itu yang terhimpun dalam ormas maupun orpol Islam bersama dengan pejuang-pejuang bangsa lainnya.  

Karena itu, kata HNW, sudah sewajarnya umat Islam di Indonesia ikut menyelamatkan Pancasila dan NKRI yang sebelumnya diperjuangkan oleh para ulama dari ormas dan partai Islam tersebut.

Pada sisi lain, kata dia, umat Islam di Indonesia jangan terus dipojokkan sebagai anti,Pancasila maupun anti-NKRI, karena itu tidak sesuai dengan fakta sejarah yang sudah tercatat.

"Jangan ada Indonesiaphobia, tetapi jangan juga Islamophobia. Itulah pentingnya jas merah (jangan sekali-kali meninggalkan sejarah) dan jas hijau (jangan sekali-kali hilangkan jasa ulama),” ujarnya. 

Menurutnya, sejarah tersebut perlu dipahami agar makin mengenal, menyayangi, dan mencintai NKRI dan berani mengoreksi apabila ada tindakan dari siapa pun yang menyimpang dari kesepakatan dan tujuan bernegara, dengan Pancasila dan NKRI. (*/jpnn)

 

Yuk, Simak Juga Video ini!


Redaktur & Reporter : Boy

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag

Terpopuler