HNW: Skenario Referendum Masa Jabatan Presiden Inkonstitusional dan Bikin Gaduh

Selasa, 22 Juni 2021 – 20:14 WIB
Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI) Dr. H. M Hidayat Nur Wahid, MA. Foto: Humas MPR RI

jpnn.com, JAKARTA - Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid (HNW) menyampaikan kritik tajam atas manuver sejumlah pihak yang hendak menggelar referendum guna menambah masa jabatan presiden menjadi tiga periode.

Menurut Hidayat, manuver tersebut tidak hanya inkonstitusional, tetapi juga tak masuk akal dan bikin gaduh. Padahal, katanya, saat ini bangsa Indonesia tengah membutuhkan ketentraman agar mempunyai imunitas untuk bertahan dari ganasnya virus Corona.

BACA JUGA: Menanggapi Kemunculan Sukarelawan Jok-Pro, Guspardi Sampaikan Kalimat Menohok

Hidayat mencatat wacana referendum itu dimulai dari pembentukan Seknas yang kemudian mewacanakan penambahan masa jabatan presiden dengan dalih darurat Covid-19 yang belakangan menuai penolakan.

“Mereka kemudian menggelar skenario berikutnya, yaitu referendum. Padahal, wacana tentang referendum pun tak sesuai dengan sistem dan aturan hukum yang berlaku di Indonesia," ucap Hidayat dalam keterangannya, Selasa (22/6).

BACA JUGA: Wacana Masa Jabatan Presiden 3 Periode, Asrinaldi: Ide Gila untuk Kepentingan Politik

Dia mengingatkan bahwa UUD 1945 dan sistem ketatanegaraan yang berlaku saat ini tidak lagi mengenal legalitas referendum. Sebab, aturan itu pada awal reformasi telah dicabut dan dinyatakan tidak berlaku oleh peraturan di level yang sama, yakni TAP MPR.

Aturan yang mencabut ketentuan Referendum adalah TAP MPR No. VIII/MPR/1998 tentang Pencabutan TAP MPR RI Nomor IV/MPR/1983 tentang Referendum, dan UU Nomor 6 Tahun 1999 tentang Pencabutan UU Nomor 5 Tahun 1985 tentang Referendum.

BACA JUGA: Bukan Orang Parpol, Ini Tokoh asal Jatim yang Dinilai Layak jadi Pendamping Ganjar

"Dengan dicabutnya ketentuan soal referendum sejak tahun 1998/1999, maka saat ini referendum tidak diakui keabsahannya dan tidak bisa diberlakukan dalam sistem hukum dan ketatanegaraan di Indonesia,” tegas politikus yang beken disapa dengan panggilan HNW itu.

Politikus PKS itu menjelaskan UU Nomor 6 Tahun 1999 menyebut prosedur perubahan konstitusi hanya mengacu kepada mekanisme yang diatur dalam Pasal 37 Ayat 1 hingga Ayat 4 UUD 1945.

Ketentuan itu menyatakan bahwa perubahan UUD 1945 hanya dapat dilakukan oleh MPR dengan syarat diajukan oleh sekurang-kurangnya 1/3 dari jumlah anggota MPR. Diajukan secara tertulis dengan menyebutkan pasal yang diusulkan untuk diubah beserta alasan dan alternatif perubahannya.

Kemudian, sidang MPR untuk membahas usulan itu mesti dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota MPR dan disetujui sekurang-kurangnya 50 persen ditambah 1 dari jumlah anggota MPR.

"Jadi, syaratnya sangat definitif dan ketat. Yang tidak memungkinkan agenda titipan atau susulan. Berbeda dengan Pasal 37 UUD 1945 sebelum perubahan," ucap wakil ketua Majelis Syuro PKS itu.

Lagi pula, lanjut HNW, saat ini tidak ada satu pun usulan yang diajukan oleh anggota MPR maupun induk partainya untuk melakukan amendemen konstitusi dengan tema apa pun.

Lembaga tinggi negara itu juga tidak memiliki agenda mengamendemen pasal-pasal yang dipolemikkan oleh segelintir kelompok, seperti soal presiden dipilih oleh MPR bukan oleh rakyat, dan memperpanjang masa jabatan presiden menjadi tiga periode.

Sebab, katanya, MPR sangat memahami bahwa salah satu esensi tuntutan reformasi adalah amendemen terhadap UUD 1945 untuk memberikan pembatasan masa jabatan presiden, agar tidak terulang otoritarianisme akibat berkepanjangannya seseorang menjabat sebagai Presiden.

"Oleh karena itu, MPR konsisten dengan spirit reformasi, MPR juga tidak mengagendakan amendemen pasal masa jabatan presiden. MPR bahkan tegas menolak berbagai manuver inkonstitusional terkait perpanjangan masa jabatan Presiden," pungkas Hidayat Nur Wahid. (*/jpnn)

Kamu Sudah Menonton Video Terbaru Berikut ini?


Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler