Honorer Bodong Bikin K2 Asli Merana, Sekarang Korbannya Calon PPPK

Sabtu, 09 September 2023 – 06:26 WIB
Sejumlah honorer K2 mengikuti secara langsung rapat kerja Komisi II DPR dengan KemenPAN-RB dan BKN, 20 Januari 2020. Ilustrasi Foto: Ricardo/dok.JPNN.com

jpnn.com - JAKARTA - Kasus honorer bodong sudah pasti menghambat upaya pemerintah menuntaskan masalah 2,3 juta non-ASN menjadi ASN jenis Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).

Audit data honorer dilakukan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), sebelum pemerintah melakukan pengangkatan non-ASN jadi PPPK secara besar-besaran. Proses pemeriksaan oleh BPKP masih terus berlangsung. Belum selesai.

BACA JUGA: Cara Mendepak Honorer Bodong, Kini Sebelum Seleksi PPPK, Dulu Setelah Tes CPNS

Anggota Komisi II DPR RI Mardani Ali Sera mengaku mendapat bocoran hasil audit sementara terhadap data honorer yang dilakukan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

Mardani menyebut sudah ada temuan sebanyak 1 juta honorer ternyata titipan alias honorer bodong.

BACA JUGA: Banyak Honorer Bodong, tetapi Ada Kabar Baik untuk K2, Syukurlah

Angka 1 juta tentu bukanlah sedikit dan berpotensi masih bertambah lantaran proses penyisiran data honorer masih berjalan.

“Apabila 2,3 juta tenaga honorer tersebut langsung diangkat tanpa dilakukan verifikasi validasi data ulang, maka itu akan merugikan negara dan tidak adil bagi para tenaga honorer yang sudah benar-benar mengabdi,” kata Mardani dalam keterangannya, beberapa hari lalu.

BACA JUGA: Banyak Honorer Bodong, Salah Siapa? Bagaimana Hitung Anggaran Gaji PPPK? Kacau

Ya, keberadaan honorer bodong jelas merugikan keuangan negara jika mereka ikut lolos dalam pengangkatan massal non-ASN menjadi PPPK.

Pemerintah pengin berhemat sehingga muncul konsep PPPK Part Time dengan gaji yang tidak sama dengan PPPK Full Time, tetapi dana yang cekak malah tidak tepat sasaran.

Konsep PPPK Part Time mungkin tidak perlu ada jika sejak awal bisa diketahui berapa sebenarnya jumlah honorer asli dan mereka bisa diangkat menjadi PPPK Full Time, tanpa pemerintah pusing memikirkan soal beban keuangan negara.

Posisi terakhir pada 2018, sisa honorer sekitar 400 ribu. “Setelah kita data bukan tinggal 200 ribu, tetapi membengkak 2,4 juta," kata MenPAN-RB Azwar Anas di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, 12 Juni 2023.

Azwar Anas menyebut 2,4 juta, barangkali pembulatan dari jumlah total tenaga honorer di Indonesia yang mencapai 2.355.092.

Memang, dari 2,3 juta itu, tidak lantas disimpulkan bahwa jumlah honorer asli hanya 400 ribu orang.

Namun, sudah menjadi rahasia umum, data jumlah honorer selalu langsung meledak begitu ada sinyal dari pemerintah bahwa akan ada pengangkatan non-ASN menjadi ASN.

Kasus Honorer K2 Bodong

Diketahui, kasus honorer bodong sempat heboh saat seleksi CPNS 2013-2014. Saat itu terungkap begitu banyak honorer K2 bodong.

“Ditilik dari segi jumlah, tampaknya juga terdapat kejanggalan. Pasalnya, database yang ada semula jumlah tenaga honorer (honorer K2, red) hanya sebanyak 172 ribu, tetapi peserta tes pada tanggal 3 November 2013 ternyata membludak hingga lebih dari 600 ribu orang,” demikian kalimat yang dikutip dari situs resmi KemenPAN-RB.

Kalimat selanjutnya berbunyi, “Bukan mustahil kalau banyak pihak yang melakukan rekayasa, memasukkan orang baru dan memanipulasi data, sehingga honorer lama tersingkir lantaran tesnya kalah dengan yang masih muda-muda.”

“Saya paham, kalau saudara-saudara yang masa kerjanya lebih lama dan umurnya sudah di atas 40-an, sulit mengalahkan anak-anak yang masih muda,” ujar MenPAN-RB saat itu, Azwar Abubakar di kantor Sekretariat Kabinet, Rabu 26 Februari 2014.

Saat itu, Azwar Abubakar sedang menerima perwakilan massa honorer K2 yang menggelar aksi demo di sekitar Istana Presiden, mengadukan nasibnya dan mempertanyakan, kenapa yang masa kerja sudah lama dan usianya sudah tua tidak lulus. Sedangkan tenaga honorer K2 yang usianya jauh lebih muda malah banyak yang lulus tes.

Bahkan, belakangan banyak aduan bahwa mereka yang lulus ternyata tenaga honorer yang masuknya sudah di atas tahun 2005. Hal ini jelas tidak sesuai dengan ketentuan dalam PP 48/2005 jo. PP. No. 43/2007, dan PP No. 56/2012.

“Jangan sampai yang tidak berhak malah mendapat NIP, sementara yang berhak justru tersingkir,” ujar Menteri Azwar Abubakar.

“Kalau ditelusuri lebih lanjut, persoalan ini sebenarnya ada di daerah. Sebab merekalah yang mengusulkan nama-nama peserta tes honorer K2.”

“Setiap usulan peserta itu ditandatangani oleh bupati, walikota atau gubernur selaku pejabat pembina kepegawaian (PPK),” demikian dikutip dari keterangan Humas KemenPAN-RB tertanggal 26 Februari 2014.

“Apakah kalau kesalahan itu terjadi di daerah, maka pemerintah pusat juga yang harus menanggung kesalahan ini? Janganlah kami ini dijadikan keranjang sampah, tempat untuk melempar kesalahan yang dilakukan pihak lain,” sergah Azwar Abubakar kala itu.

Namun, dia tidak lari dari tanggung jawab. Hal ini harus diselesaikan bersama-sama, sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Azwar Abubakar minta para kepala daerah untuk mengusut atau melakukan investigasi guna mencari honorer K2 yang bodong, tetapi jangan beralasan bahwa usulan itu ditandatangani oleh bupati atau walikota sebelumnya, sekda sebelumnya, atau Kepala BKD sebelumnya.

Senin 4 Mei 2015, perwakilan honorer K2 beraudiensi dan menyampaikan masukan kepada MenPAN-RB kala itu dijabat Yuddy Chrisnandi.

Mereka meminta agar pemerintah menindaklanjuti kasus honorer K2 bodong, karena dianggap telah menghambat peluang mereka untuk diangkat menjadi CPNS.

Kasus honorer bodong kini mencuat lagi. Salah siapa? Ulah siapa?

Sungguh kasihan honorer asli yang sudah lama mengabdi, yang ingin segera diangkat menjadi ASN PPPK. (sam/jpnn)


Redaktur & Reporter : Soetomo Samsu

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler