jpnn.com, JAKARTA - Indonesia dan Korea Selatan telah menjalani hubungan diplomatik selama 50 tahun. Tahun 2023 menjadi warsa yang sangat bersejarah sebagai peringatan 50 tahun hubungan diplomatik tersebut.
Presiden Yoon Suk Yeol telah melakukan kunjungan resmi pada November 2022 untuk menghadiri Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 di Bali dan Jakarta pada September 2023 untuk menghadiri KTT ASEAN.
BACA JUGA: Peringati 50 Tahun Hubungan Indonesia dan Korea Selatan, KOFICE Gelar Konser K-Pop
Berbagai acara yang mengukuhkan kerja sama di bidang diplomatik dan ekonomi, seperti KTT antara kedua presiden, business roundtable yang dihadiri oleh para pengusaha dari kedua negara, dan sebagainya, telah sukses diselenggarakan.
Kerja sama antara kedua negara dalam bidang ekonomi diperluas pada tahun 2023. Perusahaan-perusahaan besar di Korea telah menjalin kerja sama dalam proyek strategis nasional (PSN) Indonesia, termasuk pembangunan ekosistem mobil listrik (EV) dan proyek IKN.
BACA JUGA: Potensi Kerja Sama Indonesia-Korsel sebagai Negara Middle Power Bisa Terus Ditingkatkan
Selain itu, kerja sama diperkuat di berbagai sektor, seperti e-mobility, pembangkit listrik tenaga nuklir, alat-alat pertanian, kesehatan dan medis, keuangan, perubahan iklim, dan lain-lain.
Pertukaran budaya dan masyarakat antara kedua negara juga sangat dinamis pada tahun 2023. Minggu ketiga bulan September 2023 ditetapkan sebagai 'Korean Week' untuk memperingati 50 tahun hubungan diplomatik kedua negara, dengan terselenggaranya berbagai acara seperti Resepsi, Forum Kerja Sama Korea-Indonesia, Konser K-Pop, Festival K-Food, Kimchi, dan lain-lain.
BACA JUGA: Indonesia-Korsel Jalin Kerja Sama Bilateral Menanggulangi Karhutla
Salah satu highlight adalah 'Resepsi Peringatan 50 Tahun Hubungan Diplomatik Korea-Indonesia', yang merupakan puncak dari 'Korean Week'.
Acara itu dihadiri oleh lebih dari seribu tamu Indonesia dari kalangan pemerintahan, parlemen, militer, dan sektor bisnis.
Puncak acara tersebut adalah penampilan lagu peringatan 'Fly Together' yang dibawakan oleh 10 PNS dari kedua negara, dengan lirik yang menginspirasi tentang bersatu untuk masa depan kedua negara.
Menurut Lee Sang Deok, Duta Besar Republik Korea (Korea Selatan) untuk Republik Indonesia, penggalan lirik lagu tersebut, diyakini seperti hubungan antara kedua negara yang akan terus ditingkatkan, diperdalam, dan diperluas.
Sang Deok mengatakan untuk mewujudkan kemajuan bersama sebagaimana terucap dalam lagu ‘Fly Together’, terdapat satu tugas yang harus Indonesia dan Korea Selatan selesaikan bersama.
"Suatu prasyarat yang sangat penting dalam meningkatkan intensitas pertukaran antara kedua negara agar saling menguntungkan dan dapat 'Fly Together' adalah melibatkan perjanjian ruang udara terbuka (Open Skies Agreement: OSA) antara Korea dan Indonesia," tuturnya dalam rilis yang diterima JPNN.com.
Hubungan antara Korea dan Indonesia sering kali digambarkan dengan kata 'pertama' dan 'satu-satunya'.
Bagi Korea, Indonesia merupakan 'negara pertama untuk investasi asing langsung', 'tujuan pertama dalam pengembangan sumur minyak luar negeri', 'mitra pertama dalam pengembangan bersama senjata generasi berikutnya', serta satu-satunya negara yang menjalin hubungan 'special strategic partnership' di antara negara-negara ASEAN.
Namun di sisi lain, sambungnya, Indonesia juga diketahui dengan predikat 'satu-satunya' dalam konteks yang berbeda. Indonesia satu-satunya negara di ASEAN yang belum menjalin OSA dengan Korea.
Saat ini, Korea dan Indonesia hanya memiliki sekitar 30 penerbangan yang melayani dua wilayah di Indonesia, yaitu Jakarta dan Bali.
Perbandingannya dengan negara-negara seperti Vietnam, yang telah menjalin OSA dengan Korea, menunjukkan adanya lebih dari 300 penerbangan antara Korea dan 10 kota di Vietnam.
Negara-negara seperti Filipina dan Thailand memiliki lebih dari 200 penerbangan setiap minggu menuju 4 hingga 6 kota, sementara Singapura juga memiliki lebih dari 100 penerbangan per minggu menuju Korea.
Ironisnya, di antara negara-negara ASEAN, Indonesia memiliki wilayah terluas, populasi terbesar, ditambah dengan hubungan yang sangat erat dengan Korea, tetapi belum menjalin OSA.
Pertama, sistem OSA bisa mendukung perkembangan ekonomi dan daerah di Indonesia.
Selain Bali, Indonesia memiliki destinasi wisata yang indah seperti Yogyakarta, Gili Trawangan Lombok, Belitung, Manado, Batam, dan lain-lain.
Daerah-daerah ini telah diperkenalkan kepada masyarakat Korea melalui acara televisi, dan banyak warga Korea tertarik untuk mengunjungi tempat-tempat tersebut.
Namun, pelaksanaannya menjadi sulit karena tidak adanya penerbangan langsung dari Korea.
Pemerintah Indonesia telah mengumumkan rencana pembangunan 10 destinasi baru, dikenal sebagai '10 Bali Baru', untuk mencapai kemakmuran berkelanjutan dan pemerataan pembangunan di Indonesia.
Dengan penambahan jadwal penerbangan antara Korea dan Indonesia, wisatawan Korea bisa langsung mengunjungi destinasi wisata yang indah di Indonesia selain Bali.
Meskipun dalam situasi terbatas, Indonesia saat ini merupakan negara tujuan wisata kesembilan bagi wisatawan Korea, dengan jumlah mencapai 350 ribu wisatawan dalam setahun.
Jika Korea dan Indonesia bisa mewujudkan OSA, popularitas Indonesia sebagai tujuan wisata kemungkinan besar akan meningkat, yang akan berdampak pada peningkatan pendapatan dari sektor pariwisata.
Sebagai contoh, pada bulan Mei 2023, telah dilakukan penerbangan uji coba antara Incheon dan Batam serta Manado, dan kursi penerbangan dari Korea nyaris penuh oleh wisatawan Korea.
Kedua, OSA bisa mendukung peningkatan pertukaran ekonomi dan budaya antara kedua negara.
Masyarakat kedua negara harus dapat berkunjung secara leluasa untuk memperkuat kerja sama diplomatik dan ekonomi, serta meningkatkan pertukaran secara menyeluruh, termasuk pertukaran budaya antara Korea dan Indonesia yang memiliki hubungan special strategic partnership.
Dengan peningkatan aksesibilitas melalui OSA, perusahaan-perusahaan Korea bisa memperluas investasi mereka dalam bidang inti, seperti ekosistem EV dan proyek IKN. Selain itu, lebih banyak bintang K-Pop juga dapat mengunjungi Indonesia.
Setiap tahun, rata-rata 300 ribu warga Indonesia mengunjungi Korea untuk liburan dan bekerja, dan sistem OSA akan membantu kunjungan mereka menjadi lebih nyaman dan mudah.
Terakhir, sistem OSA dapat membantu menurunkan tarif penerbangan. Harga tarif penerbangan dari Incheon ke Bali atau Jakarta saat ini mencapai dua kali lipat dari tarif penerbangan Incheon ke Kuala Lumpur, Malaysia, atau Incheon ke Singapura karena keterbatasan penerbangan.
Malaysia dan Singapura, yang telah menjalin OSA dengan Korea, memberikan manfaat kepada masyarakat dengan mengizinkan perusahaan penerbangan beroperasi, dan di bawah pengaruh persaingan harga, tarif penerbangan bisa ditekan lebih rendah.
Dengan kata lain, manfaat terbesar dari OSA akan dirasakan oleh masyarakat umum kedua negara.
"Jika tarif penerbangan dapat diturunkan, jumlah wisatawan diharapkan meningkat, mendukung pertumbuhan pertukaran manusia dan materi, serta memperdalam hubungan antara kedua negara. Selain itu, sejak pemberlakuan sistem izin kerja, dalam kurun waktu 10 tahun, sekitar 111 ribu tenaga kerja Indonesia telah bekerja di Korea, sementara saat ini sekitar 34 ribu orang Indonesia bekerja di Korea," paparnya.
Penurunan tarif penerbangan akan meringankan beban pekerja migran Indonesia yang melakukan perjalanan antara Korea dan Indonesia dan sebaliknya.
Indonesia, sebagai negara dengan jumlah penduduk terbanyak keempat di dunia, memiliki potensi tinggi sebagai negara "singa tidur" di Asia, dengan destinasi wisata yang indah dan sering disebut sebagai zamrud khatulistiwa.
Dubes Korsel berharap Korea dan Indonesia bisa mencapai kesepakatan OSA sehingga bersama-sama mencapai kemajuan dalam 50 hingga 100 tahun ke depan, melebihi pencapaian 50 tahun sebelumnya.
"Teman-teman Indonesia, mari kita bersatu dan maju bersama, dan Fly Together," pungkasnya. (flo/jpnn)
Redaktur & Reporter : Natalia