Hujan Kritik dan Banjir Kekesalan Warnai Rontoknya 26 Perkara Pilkada di MK

Kamis, 21 Januari 2016 – 22:12 WIB
Ilustrasi. Foto: dok/JPG

jpnn.com - SUASANA sidang kedua pembacaan putusan perselisihan hasil pemilihan kepala daerah (PHP) di Mahkamah Konstitusi (MK), Kamis (21/1) tak seramai sidang-sidang sebelumnya saat Majelis Hakim memeriksa dalil pemohon. 

Bahkan sejak Ketua Majelis Hakim MK Arief Hidayat membuka sidang pukul 09.00 WIB, kursi yang selama ini diperuntukkan bagi kuasa hukum pemohon, banyak yang kosong. Hanya beberapa yang terlihat menghadiri sidang. 

BACA JUGA: Honorer K2 Serukan Jihad, Pak Menteri...Sakitnya Tuh di Sini

Mereka seolah telah memprediksi MK akan memutus menolak gugatan para pemohon dan mengabulkan eksepsi pihak termohon serta pihak terkait. Seperti yang terjadi pada pembacaan putusan Senin (18/1) kemarin, seluruh gugatan ditolak. 35 perkara ditolak karena alasan tidak memenuhi ketentuan batas waktu pengajuan perkara 3x24 jam. Sementara lima gugatan gugur karena pemohon menarik kembali gugatannya. 

Tebakan sepinya kehadiran kuasa hukum pemohon sepertinya mendekati kebenaran. Terbukti, dari 26 perkara yang dibacakan, Majelis Hakim MK kembali menyatakan menolak gugatan para pemohon. Tak ada satupun perkara yang diterima untuk dapat mengikuti sidang pengujian selanjutnya. 

BACA JUGA: Tiga Kabupaten Menolak, di Sini Pemukiman Eks Gafatar Dijaga Warga

Bahkan alasan penolakan juga hanya satu, permohonan tak memenuhi syarat sebagaimana diatur dalam Pasal 158 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Wali Kota dan Pasal 6 Peraturan MK Nomor 1 Tahun 2015 tentang Pedoman Beracara dalam Perkara Perselisihan Hasil Pilkada. Dengan demikian sampai sejauh ini sudah 66 perkara pilkada yang digugurkan MK, dari total 147 gugatan yang dilayangkan para calon kepala daerah.

"MK terlebih dahulu mempertimbangkan eksepsi pihak termohon dan pihak terkait, bahwa pengaduan tidak memenuhi syarat pasal 158 UU Nomor 8 Tahun 2015 dan pasal 6 PMK Nomor 1 Tahun 2015," ujar Majelis Hakim MK Wahiduddin Adams, saat membacakan pertimbangan putusan untuk perkara gugatan hasil Pilkada Batanghari, Jambi, Kamis (21/1). 

BACA JUGA: Paksa Anak Putus Sekolah, Gabung Gafatar ke Kalimantan

Atas pertimbangan tersebut, Ketua Majelis Hakim MK Arief Hidayat kemudian membacakan putusan. Menyatakan mengabulkan eksepsi pihak termohon dan pihak terkait, serta menyatakan permohonan pemohon tak dapat diterima. 

Sikap MK yang menolak seluruh gugatan pada sidang kali ini mendapat reaksi keras dari Ilham Prasetio Gultom. Kuasa Hukum pasangan calon Bupati Labuhanbatu Tigor Panusunan Siregar-Erik Adtrada Ritonga ini menyatakan, putusan berakibat semua pihak tidak bisa melakukan kajian sejauh mana kualitas penyelenggaraan pilkada yang dilakukan KPUD.

"Karena terbukti, hari ini (Kamis) KPUD tidak pernah bisa dikaji karena dibatasi segmen 158 (pasal 158 UU Pilkada). Jadi dampaknya akan panjang. Sangat ironis sekali kita dengar hakim membacakan alasannya karena ini pertimbangan budaya hukum," ujar Ilham.

Ilham melihat pertimbangan MK bertolak belakang dengan pernyataan yang sebelumnya pernah dilontarkan pada tahun 2008 lalu. Ketika itu majelis hakim MK menyatakan lembaganya bukan lembaga kalkulator, namun mencari keadilan. 

Selain itu Ilham juga menyesalkan pertimbangan hakim karena berdasarkan perhitungan pihaknya, selisih suara pasangan Tigor-erik hanya 350 suara. Artinya tidak melewati ambang batas. Sementara menurut pendapat KPUD, selisih suara mencapai sekitar 7 persen. 

"Makanya kami kecewa apalagi petimbangan hukum yang kami ajukan dalam dalil tidak dibacakan oleh hakim. Angka pembanding penduduk ternyata itu tidak dibacakan oleh hakim. Konklusinya ternyata sama dengan perkara yang lain. Kalau begini orang sudah siap-siap (pada pilkada) 2017 mendatang. Suaranya di atas 2 persen, kecurangan terjadi silakan. Sudah seperti itu jadinya," kata Ilham. 

Kritikan tajam juga dikemukakan Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini. Ia menilai MK tidak mampu memberi terobosan seperti yang diharapkan. MK tersandera oleh putusannya sendiri yang sebelumnya pernah diterbitkan. 

"Pada putusan Nomor 51 Tahun 2015, MK menyebut persentase selisih sebagai open legal policy atau kebijakan politik hukum terbuka dari pembuat undang-undang. Jadi atas dalih itu dan wujud kepastian hukum, maka MK menganggap mereka harus konsisten. Dalil dalam Pasal 158 UU Pilkada dan PMO 5/2015 dianggap MK harus diterapkan konsisten. Sehingga seolah-olah atas nama Kepastian Hukum maka semangat keadilan pemilu bisa dikesampingkan," ujar Titi.

Pertanyaannya kemudian kata Titi, apakah layak menerima konsekuensi putusan MK dimaksud sebagai wujud kepastian hukum. Padahal MK dalam membuat tafsir persentase selisih dalam PMK 5/2015 saja dianggap banyak pihak salah kaprah. Sebab semakin mempersulit pemohon mengajukan permohonan ke MK.

"Dalam hal ini MK menggunakan logika bahwa hasil pilkada itu tercipta sebagai buah dari sebuah proses yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil. Serta kemampuan pengaruh atas hasil hanya boleh dalam persentase tertentu. MK tidak berlogika sebaliknya, bahwa potensi masuk angin dan curang selalu ada kemungkinan terjadi dalam penyelenggaraan tahapan pilkada," katanya.

Titi menilai, hukum semestinya futuristik, berdiri di atas semua kondisi dan situasi. Bukan sudah pada positioning atau menempatkan keyakinan bahwa Pilkada pasti berjalan luber demokratis.

Atas sikap MK, Titi menilai kemungkinan hanya delapan perkara yang lolos ke tahap selanjutnya, dari 147 pengaduan.  

"Persentase selisih suara dari perolehan suara pemenang sangat menciderai lagika. Sebab MK sama sekali tidak memperhitungkan suara paslon yang lain. MK akhirnya terkesan tidak mau repot dan direpotkan oleh perkara perselisihan hasil pilkada. Sangat kontradiksi dengan harapan publik luas atas MK sebagai penjaga konstitusi yang mampu mewujudkan keadilan pemilu sesungguhnya," kata Titi.(gir/jpnn)


Ini 26 Perkara PHP Yang Ditolak MK

1. Ogan Ilir (Helmy Yahya-Muchendi Mahzareki)
2. Malang (Dewanti Rumpoko-Masrifah)
3. Barru (Malkan Amin-Salahuddin Rum)
4. Halmahera Utara (Hi Kasman Hi Ahmad-Imanuel Lalonto)
5. Halmaherat Barat (James Uang-Adlan Badi)
6. Ponorogo (Sugiri Sancoko-Sukirno)
7. Pangkajene Kepulauan (Abdul Rahman Assegaf-Kamrussamad)
8. Halmahera Barat (Syukur Mandar-Benny Andhika)
9.Humbang Hasundutan (Palbet Siboro-Henri Sihombing)
10.Humbang Hasundutan (Harry Marbun-Momento Nixon M Sihombing)
11.Labuhanbatu (Tigor Panusunan Siregar-Erik Adtrada Ritonga)
12.Labuhanbatu Selatan (Uslan-Arwi Winata)
13.Bupati Nias (Faigi'asa Bawamenewi-Bezatulo Gulo)
14.Nias Selatan (Idealisman Dachi-Siotaraizokho Gaho)
15.Nias Utara (Edward Zega-Yostinus Hulu)
16.Samosir (Raun Sitanggang-Pardamean Gultom)
17.Tangerang Selatan (Ikhsan Modjo-Li Claudia Chandra)
18.Bengkulu (Sultan B Najamudin-Mujiono)
19.Kota Bandar Lampung (Tobroni Harun-Komarunizar)
20.Bupati Lebong (Kopli Ansori-Erlan Joni)
21.Tangerang Selatan (Arsid-Elvier Soedarto Putri)
22.Rejang Lebong (Fatrolazi-Nurul Khairiyah)
23.Pandeglang (Aap Aptadi-Dodo Djuanda)
24.Bantanghari (Sinwan-Arzanil)
25.Bungo (Sudirman Zaini-Andriansyah)
26.Cianjur (Suranto-Aldwin)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Panji Sosok Gaul, Bahas Berita Hangat dengan Satpam


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler