IBCSD dan NPAP Dorong Sinergi Implementasi EPR Plastik Kemasan

Kamis, 14 Juli 2022 – 23:17 WIB
Indonesia Business Council for Sustainable Development (IBCSD) bersama National Plastics Action Partnership (NPAP) menyelenggarakan Dialog Industri dan Pemilik Merek bertemakan "Enchancing EPR among Consumer Goods and Brand Owners”, secara luring dan daring di Jakarta, Selasa (12/7). Foto: dok pribadi for JPNN

jpnn.com, JAKARTA - Indonesia Business Council for Sustainable Development (IBCSD) bersama National Plastics Action Partnership (NPAP) menyelenggarakan Dialog Industri dan Pemilik Merek bertemakan "Enchancing EPR among Consumer Goods and Brand Owners”, secara luring dan daring di Jakarta, Selasa (12/7).

IBCSD dan NPAP mendukung penuh komitmen sinergi implementasi penerapan tanggung jawab produsen yang diperluas (EPR) dalam konteks kemasan daur ulang yang dilakukan oleh perusahaan pemiliki merek dalam upaya mengatasi sampah plastik di Indonesia.

BACA JUGA: Akankah Warga India Mematuhi Larangan Penggunaan Plastik Sekali Pakai?

Pendekatan EPR dalam pengurangan sampah, termasuk sampah plastik dan kemasan, telah didorong oleh regulasi PERMENLHK No.75/2019.

Peraturan yang menyasar sektor industri manufaktur, ritel dan jasa makanan minuman ini mengatur tanggung jawab produsen atas produknya, mulai dari perencanaan pengurangan sampah, pelaksanaan, evaluasi dan pelaporan.

BACA JUGA: Kurir Curiga dengan Plastik Hitam Bergerak-gerak, Setelah Dibuka, Astaga!

Dalam dialog ini, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang diwakili oleh Direktur Pengelolaan Sampah, Sinta Saptarina menekankan pentingnya penerapan konsep ekonomi sirkular untuk mengakhiri polusi plastik.

“Desakan komitmen global pada UNEA Resolution dalam penanganan sampah plastik berlaku untuk seluruh pihak dan bersifat transboundary antar negara, khususnya untuk marine plastic. Dalam hal ini, PERMENLHK No.75/2019 mengenai Peta Jalan Pengurangan Sampah sudah lebih advance dan detail,” ungkapnya.

BACA JUGA: Popok Sekali Pakai Sumbang 50 Persen Sampah Plastik di Saluran Air

Sinta berharap peraturan ini dapat menjadi peluang dan mendorong sustainable business menjadi suatu kebutuhan.

Dialog ini turut mengundang beberapa pembicara, yaitu Murboyudo Joyosuyono selaku Fungsional Muda Pembina industri Direktorat Industri Kimia Hilir dan Farmasi Kementerian Perindustrian, Corporate Sustainability Director Nestle Indonesia Prawitya Soemadijo, Director Business Development Projects and Corp Communication Asia PT PZ Cusson Indonesia Elly Mustrianita, Head of Sustainaible Environment Unilever Indonesia Foundation Maya Tamimi, dan Tuti Hendrawati Mintarsih dari Dewan Pengawas Asosiasi Daur Ulang Plastik Indonesia (ADUPI).

Perwakilan Industri Kimia Hilir dan Farmasi Kementerian Perindustrian, Murboyudo untuk menjelaskan lebih lanjut strategi pemerintah mengatur penggunaan plastik akan diperluas melalui penyusunan Pedoman Cara Produksi Kemasan Pangan Plastik PET Daur Ulang dan RSNI Kemasan Plastik Mudah Terurai.

Ia menambahkan peluang pengembangan industri daur ulang terbuka luas untuk wilayah Sumatera dan Sulawesi.

“Namun ketersediaan bahan baku layak daur ulang harus memadai,” ungkapnya.

Saat ini, beberapa perusahaan pemilik merek barang konsumsi cepat habis (FMCG) telah berupaya menerapkan ekonomi sirkular dan EPR sesuai peraturan pemerintah.

Ada beberapa hal menarik dari berbagai narasumber, baik Nestle, PZ Cussons, dan Unilever telah berkomitmen untuk mengurangi material plastik pada produk sebanyak 25%, mendesain ulang kemasan, melakukan pengumpulan dan mendaur ulang plastik hingga melakukan edukasi ke berbagai kalangan.

“Saat ini ekosistem infrastruktur mendukung pengumpulan dan daur ulang plastik khususnya multilayer dari segi teknologi, suplier dan collection masih menjadi tantangan,” ungkap Prawitya Soemadijo dari Nestle.

Elly Mustrianita dari PZ Cussons menekankan penerapan EPR tidak bisa hanya bergantung pada perusahaan. “Kami juga bergantung pada suplier, jika penyedia awal mampu menawarkan harga kompetitif dan dapat memenuhi market demand maka tentu menjadi pertimbangan bagi industri,” ungkap dia.

Maya Tamimi dari Unilever pun setuju dengan hal tersebut. Menurutnya, tantangan lain komitmen bisnis menuju EPR yaitu penerapan peraturan sebaiknya berlaku rata antar sesama industri.

Tuti Hendrawati Mintarsih dari ADUPI menekankan bahwa kunci keberhasilan daur ulang ada pada pengumpulan-pemisahan dan pasokan-permintaan.

Apabila di saat pemisahaan dan pengumpulan sudah teratur, maka nilai sampah layak daur ulang bertambah dan beragam sehingga berdampak pada meningkatnya pasokan dan permintaan.

Untuk itu kolaborasi dan kerja sama sinergi pengumpul, agregator, suplier, lembaga riset, pemerintah, perusahaan hingga masyarakat dalam mengelola sampah menjadi bermanfaat.

"NPAP siap mendukung implementasi PERMENLHK No.75/2019 dengan turut mendiseminasikan peraturan tersebut kepada para produsen. NPAP sangat menghargai usaha yang sudah dilakukan oleh para consumer goods dan brand owners dalam mengurangi sampah plastik; kami akan terus mendorong mereka untuk berinovasi dan berkolaborasi, serta memenuhi ketentuan dalam rangka melaksanakan tanggung jawab untuk mengurangi sampah,” tutur Tuti Hadiputranto, Chairwoman NPAP WRI Indonesia.

Diskusi yang berlangsung dengan baik dan interaktif ini merupakan bagian dari program IBCSD, Tackling Marine Litter by Seizing Circularity Opportunities yang didukung oleh SEA Circular, UNEP dan COBSEA berupaya mendorong kesadaran bisnis untuk turut andil mengurangi timbunan sampah laut dengan menerapkan ekonomi sirkular dan EPR.

Dialog ini diharapkan mampu memperkaya wawasan bisnis dan menjadi pemantik bagi semua untuk terus melanjutkan niat baik membangun ekonomi Indonesia yang tetap memperdulikan alam sekitar.

Sehingga kedepannya berbagai aksi nyata mampu diimplementasikan oleh tiap-tiap sektor yang ada demi terwujudnya Indonesia bebas plastik. (ant/dil/jpnn)


Redaktur & Reporter : M. Adil Syarif

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler