ICAEW Prediksi Ekonomi Indonesia Meningkat hingga Akhir 2023, Begini Analisisnya

Senin, 09 Oktober 2023 – 18:10 WIB
Di tengah perlambatan ekonomi global, pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) kuartal terakhir Indonesia masih cukup menjanjikan. Ilustrasi. Foto: Ricardo/JPNN

jpnn.com, JAKARTA - Di tengah perlambatan ekonomi global, pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) kuartal terakhir Indonesia masih cukup menjanjikan.

Seperti diketahui, ekonomi global terguncang karena berakhirnya periode pemulihan pascapandemi di Tiongkok, kenaikan suku bunga oleh Federal Reserve Amerika Serikat (AS.

BACA JUGA: Erick Thohir Menjadikan Ekonomi Syariah Indonesia Lebih Maju

Di sisi lain, terjadi pelemahan sektor semikonduktor, dan permintaan domestik menggambarkan prospek pesimistis bagi perekonomian ASEAN, termasuk Indonesia.

Hasil riset Oxford Economics yang baru-baru ini digagas oleh Institute of Chartered Accountants in England and Wales (ICAEW) memperlihatkan bahwa perlambatan pada pertumbuhan akan makin terlihat pada kuartal ketiga meskipun pertumbuhan PDB pada kuartal sebelumnya cukup baik.

BACA JUGA: Melalui KTT ASEAN, Erick Thohir Dinilai Mampu Memajukan Ekonomi Indonesia ke Tingkat Global

Pertumbuhan di ASEAN-6 (Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, Thailand, dan Vietnam) diperkirakan akan mencapai 3,6 persen pada paruh kedua 2023, turun dari 4,2 persen pada paruh pertama dan 5,7 persen pada 2022.

Namun, ICAEW Director for China and Southeast Asia Elaine Hong mengungkapkan Indonesia diprediksi akan tumbuh 5,1 persen di tahun ini.

Hal itu konsisten dengan tren historis pertumbuhan sebelumnya. Setelah itu, perlambatan ringan ke angka pertumbuhan 4,7 persen dapat terjadi di tahun depan jika meninjau adanya hambatan eksternal, yaitu dampak pengetatan moneter yang masih berlanjut.

“Jika melihat tingkat perlambatan ekonomi global, termasuk ASEAN, prospek akan pertumbuhan ekonomi Indonesia dalam kuartal terakhir menunjukkan potensi yang cukup baik," ungkap Elaine dalam keterangannya di Jakarta, Senin (9/10).

Elaine menjelaskan bahwa pertumbuhan yang lebih lambat di Q3 diperkirakan terjadi karena beberapa alasan. Didasari pada pemulihan ekonomi Tiongkok pasca pandemi yang melambat, sehingga menyebabkan perkiraan pertumbuhan konsensus diturunkan dengan cepat.

Selain itu, dampak penuh dari kenaikan suku bunga Federal Reserve AS sebesar 550bps, dan dampaknya terhadap suku bunga ASEAN, belum sepenuhnya dapat dirasakan. Harga semikonduktor yang lemah juga mempengaruhi negara-negara seperti Singapura dan Malaysia.

Di atas semua itu, hambatan utama terhadap pertumbuhan adalah sektor ekspor.

"Setelah melonjak naik pada masa-masa awal pandemi, ekspor barang merosot turun pada tahun lalu dan masih dalam tren penurunan yang serius," katanya,

Sebab, kata Elaine, sebagian besar perlambatan ini disebabkan oleh pergeseran permintaan global dari barang ke jasa, sementara komposisi permintaan eksternal diperkirakan akan mulai normal pada paruh kedua tahun ini, permintaan secara keseluruhan cenderung cukup baik.

Ketahanan Konsumen Indonesia

Elaine membeberkan pertumbuhan ekonomi Indonesia mengalami kenaikan menjadi 5,2 persen YoY di Q2 dari 5 persen di Q1.

Jika dibandingkan dengan kuartal sebelumnya, PDB tumbuh 1,5 persen QoQ, sama dengan Q1. Perbedaan antara permintaan domestik yang kuat dan permintaan eksternal yang melemah menjadi sangat mencolok.

Indonesia saat ini memiliki salah satu suku bunga riil tertinggi di kawasan Asia Tenggara. Pengetatan moneter yang masih berlanjut diharapkan akan memberikan tekanan lebih lanjut dalam beberapa kuartal mendatang.

Dampaknya tidak hanya akan terasa pada investasi, terutama di sektor konstruksi, tetapi juga pada pinjaman rumah tangga, yang dapat berdampak pada konsumsi swasta. Ini adalah tantangan utama yang perlu diatasi untuk menjaga pertumbuhan ekonomi yang stabil.

Perlambatan ekonomi global yang diperkirakan terjadi pada semester kedua 2023 dan awal 2024 dapat berdampak pada penurunan permintaan terhadap barang-barang Indonesia.

Karena, Tiongkok, sebagai salah satu tujuan utama ekspor Indonesia, menghadapi perlambatan pertumbuhan, yang dapat menjadi penghalang tambahan. Namun, sektor jasa, terutama pariwisata, diharapkan dapat membantu menopang total ekspor.

"Meskipun terdapat peningkatan inflasi IHK (Indeks Harga Konsumen) 3,3 persen y/y di bulan Agustus, yang sebelumnya di bulan Juli sebesar 3,1 persen, akan tetapi angka ini masih berada dalam rentang target bank sentral," ungkapnya.

Oleh karena itu, memberikan ruang bagi Bank Indonesia untuk mempertimbangkan pemangkasan suku bunga acuan, yang dapat membantu mendukung pertumbuhan ekonomi.

Dalam menghadapi tantangan-tantangan ini, pemerintah dan pelaku ekonomi di Indonesia harus tetap waspada dan responsif terhadap perubahan dalam dinamika global.

Inflasi umum terus menurun di seluruh kawasan

Di luar Indonesia, tren positif penurunan inflasi umum kemungkinan akan terus berlanjut di seluruh wilayah ASEAN, meskipun inflasi inti secara umum lebih tinggi. Inflasi IHK Asia Tenggara diperkirakan mencapai 3,5 persen tahun ini, turun dari 4,6 persen pada tahun 2022, sebelum turun menjadi 2,4 persen pada 2024.

"Diharapkan, lewat riset Oxford Economics yang digagas oleh ICAEW ini, setiap prospek dapat menjadi cerminan upaya yang tepat dan mampu memberikan penanganan responsif yang dapat membantu mendorong pertumbuhan ekonomi ASEAN di masa depan yang lebih baik dan stabil," pungkas Elaine.(mcr10/jpnn)


Redaktur & Reporter : Elvi Robiatul

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag
Ekonomi   ICAEW   inflasi   PDB   ASEAN  

Terpopuler