jpnn.com, JAKARTA - Indonesia Corruption Watch (ICW) mengungkapkan, ada ancaman terhadap upaya pemberantasan korupsi seiring pembahasan Rancangan Kitab UU Hukum Pidana (RKUHP). Aktivis ICW Lalola Easter mengatakan, ada tiga hal tentang ketentuan rasuah dalam RKUHP yang membahayakan upaya pemberantasan korupsi.
Easter menyebutkan, hal pertama dalam RKUHP yang perlu dikhawatirkan adalah memangkas kewenangan penindakan dan penuntutan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). “Kewenangan KPK dalam melakukan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan dalam UU KPK tidak lagi berlaku jika RKUHP disahkan,” kata Easter, Jumat (1/6).
BACA JUGA: KPK Diminta Jangan Lamban Menangani Kasus Tanah Batu Ampar
Menurut Easter, jika kewenangan KPK dalam penindakan korupsi dipangkas melalui KUHP maka hal itu sama saja memaksa lembaga antirasuah itu fokus pada upaya pencegahan. Pada akhirnya, kata dia, KPK hanya akan menjadi Komisi Pencegahan Korupsi karena tidak berwenang melakukan penindakan dan penuntutan.
Kedua, kata dia, RKUHP membahayakan upaya memberantas rasuah karena pengadilan tindak pidana korupsi (Tipikor) baka mati suri. Easter lantas merujuk Pasal 6 UU Nomor 46 tahun 2009 tentang Pengadilan Tipikor.
BACA JUGA: Wadah Pegawai KPK Sudah Punya Pengganti Novel Baswedan
Merujuk ketentuan itu maka pengadilan tipikor hanya memeriksa dan mengadili perkara tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dalam UU Tipikor. Karena itu jika KUHP nanti mengatur tindak pidana korupsi, maka masus kurupsi diadili di pengadilan umum.
“Sebelum pengadilan tipikor dibentuk, pengadilan umum dikenal sebagai institusi yang banyak membebaskan koruptor,” kata Easter.
BACA JUGA: Dakwaan Syafruddin Temenggung Berpotensi Batal demi Hukum
Ketiga, lanjut dia, sejumlah ketentuan delik korupsi dalam RKHUP justru menguntungkan koruptor. Kondisi itu berbeda dengan UU Tipikor yang selama ini dinilai efektif menjerakan pelaku korupsi.
Selain itu, ancaman pidana penjara dan denda bagi koruptor dalam RKUHP lebih rendah. “Lebih ironis adalah koruptor yang diproses secara hukum bahkan dihukum bersalah tidak diwajibkan membayar uang pengganti kepada negara karena RUU HP tidak mengatur hukuman membayar uang pengganti atau uang yang telah dikorupsi,” paparnya.
Berdasarkan sejumlah catatan tersebut maka ICW menyatakan menolak pengaturan delik korupsi dimasukkan ke dalam RKUHP. Menurut Easter, DPR dan pemerintah sebaiknya mengakomodir usulan perubahan maupun penambahan delik korupsi dalam Revisi UU Tipikor.
“Serta tidak memaksakan dicantumkan meskipun terbatas kedalam RKUHP,” pungkasnya.(boy/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... KPK Periksa Istri, Ibu, Adik dan Ayah Zumi Zola
Redaktur & Reporter : Boy