jpnn.com, JAKARTA - Koordinator Divisi Pengelolaan Pengetahuan Indonesia Corruption Watch (ICW) Wanna Alasmsyah menyebut tren penindakan kasus korupsi oleh penegak hukum di Nusa Tenggara Timur (NTT) mengalami fluktuatif.
Hal tersebut disampaikannya dalam diskusi yang digelar Serikat Pemuda (SP) NTT yang bertajuk Meneropong Polemik di NTT “Akar & Tren Penindakan Korupsi, Jumat (23/7).
BACA JUGA: KPK Periksa Pengusaha Totoh di Kasus Korupsi Bansos Covid-19
"Tren penindakan kasus korupsi oleh penegak hukum cenderung fluktuatif tetapi rata-rata ada sekitar 12 kasus per tahun. Kerugian negara akibat korupsi cenderung meningkat dari tahun 2018-2020," kata Wanna, Jumat (23/7).
ICW mencatat, ada 64 kasus korupsi pada periode 2016-2020. Dari jumlah itu, tercatat ada 145 orang sudah ditetapkan sebagai tersangka dengan total kerugian Rp104,9 miliar.
BACA JUGA: Gernas BBI Dorong UMKM NTT Melakukan Transformasi Digital
Pada sisi lain, Wanna menyoroti soal pengelolaan anggaran yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah NTT tiap tahun yang dinilai makin lemah dari segi pengawasan.
Wanna menyebut kegiatan proyek fiktif dalam proses pengadaan barang dan jasa merupakan modus yang kerap digunakan oleh pelaku korupsi di NTT.
BACA JUGA: ICW Menganggap Dewas KPK seperti Pengacara Firli Bahuri
"Modus lainnya yang sering digunakan adalah penyalahgunaan anggaran, penggelapan, penyalahgunaan wewenang, mark up, laporan fiktif, pungli, dan suap," ujar Wanna.
Lalu, Wanna juga menyebut anggaran dana desa juga merupakan sektor yang kerap dijadikan ladang korupsi oleh para koruptor di wilayah pimpinan Viktor Bungtilu Laiskodat itu.
Tercatat, pada 2016-2020 sebanyak 37 kasus yang ditangani kejaksaan.
Penyebabnya, kata dia, transparansi dan akuntabilitas belum terealisasi dengan baik di institusi penegak hukum.
"Transparansi dan akuntabilitas nyatanya belum terinternalisasi di dalam institusi penegak hukum," tutur Wanna.(cr3/jpnn)
Jangan Lewatkan Video Terbaru:
Redaktur & Reporter : Fransiskus Adryanto Pratama