“ICW menilai bahwa Pernyataan Gamawan Fauzi bias kepentingan karena yang bersangkutan pernah menjadi Gubernur (Sumatera Barat) dan menerima honorarium di luar yang ditetapkan oleh ketentuan peraturan perundangan,” katanya, Senin, di Jakarta.
Tindakan Gamawan tersebut bertentangan dengan PP Nomor 109 Tahun 2000 tentang Kedudukan Keuangan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah.
Dia menyatakan, dari laporan BPK, Gamawan Fauzi semasa menjadi Gubernur Sumatera Barat pernah menerima honorarium di luar penghasilan sebagai unsur Musyawarah Pimpinan Daerah Provinsi Sumatera BaratSelama tahun 2007-2008, total honorarium yang diterima adalah sebesar Rp96,9 juta.
Selain Gamawan selaku Gubernur, lanjutnya, unsur Muspida lain yang juga menerima honorarium adalah Wakil Gubernur, Ketua DPRD, Kepala Kejaksaan Tinggi, Kapolda, Danrem 032, Dan Lantamal, Ketua Pengadilan Tinggi, Ketua Pengadilan Agama, Ketua PTUN, Dan Lanud, Sekretaris Daerah.
"Dasar hukum penerimaan honorarium yang diterima oleh Muspida Sumatera Barat termasuk oleh Gamawan Fauzi adalah Surat Keputusan Gubernur Sumatera Barat yang ditandatanganinya sendiri,” kata Tama.
SK tersebut dibuat pada tahun 2007 dan 2008, tentang Pembentukan Musyawarah Pimpinan Daerah Provinsi Sumatera Barat
BACA JUGA: Turunkan Tim Teknis dari ITB
Hal ini menjelaskan, pernyataan Gamawan menyatakan honorarium tersebut berdasarkan Keputusan Presiden adalah tidak benar.Selain itu, honorarium Muspida yang diterima oleh Gamawan saat menjadi Gubernur Sumatera Barat Rp5 juta per bulan, yang artinya Rp60 juta per tahun dan setelah dipotong pajak menjadi Rp51 juta, pada tahun 2007.
Sedangkan pada tahun berikutnya, honor naik menjadi Rp6 juta per bulan, dan Gamawan menerima selama sembilan bulan menjabat sebagai Gubernur Sumatera Barat
Dalam hal ini, laporan BPK menyebutkan honorarium kepada Unsur Muspida Provinsi Sumatera Barat secara Rutin setiap bulan, adalah pemborosan keuangan daerah
BACA JUGA: Mantan Direktur BI Tabrak Pintu Kaca
BPK merilis jumlahnya pada tahun 2007 sebesar Rp708 juta per bulan.Pada tahun 2008, BPK menilai pemberian Honor Kepada Unsur Muspida Provinsi Sumatera Barat Secara Rutin Setiap Bulan Memboroskan Keuangan Daerah Sebesar Rp684,3 juta
BACA JUGA: SBY Harus Ambil Tanggung Jawab
1.392.300.000.Selain itu, telaah hukum dari tindakan Gamawan adalah pemberian honorarium tidak sesuai dengan; Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 109 Tahun 2000 tanggal 30 Nopember 2000 tentang Kedudukan Keuangan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah yang menyatakan bahwa; pasal 5, Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah tidak dibenarkan menerima penghasilan rangkap dari negara; dan pasal 8, untuk pelaksanaan tugas-tugas kepada Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah disediakan di antaranya Biaya Penunjang Operasional yang dipergunakan untuk koordinasi, penanggulangan kerawanan sosial masyarakat, pengamanan dan kegiatan khusus lainnya guna mendukung pelaksanaan tugas Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah.
Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tanggal 9 Desember 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah Pasal 4 ayat (1) yang menyatakan bahwa pengelolaan Keuangan Daerah dikelola secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan yang berlaku, efisien, ekonomis, efektif, transparan dan bertanggung jawab dengan memperhatikan azas keadilan, kepatutan dan manfaat untuk masyarakat.
"Jadi tidak benar jika Gamawan menyatakan BPK tidak mempermasalahkan soal honorarium tersebut adalah tidak benar," pungkasnya.
Kasus ini mencuat setelah KPK menemukan indikasi aliran dana ilegal atas simpanan APBD ke sejumlah kepala daerah di enam BPD sebesar Rp360 miliarKeenam BPD tersebut adalah Bank Jawa Barat, Bank Jawa Tengah, Bank Jawa Timur, Bank Sumartera Utara, Bank Kalimantan Timur dan Bank DKIHingga kini KPK belum secara definif memutuskan unsur pidana dalam kasus tersebut.(lev/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Satgas Anti Mafia Hukum Seperti Sinetron
Redaktur : Tim Redaksi