jpnn.com, JAKARTA - Indonesia Corruption Watch (ICW) menuding Presiden Joko Widodo alias Jokowi berpihak pada kartel politik dalam menyusun menteri-menterinya di kabinet. Tudingan serius tersebut disampaikan ICW dalam catatan akhir tahunnya.
"Kami menyoroti kabinet yang terlalu gemuk. Pak Jokowi kembali menunjuk figur-figur yang di masa lalu banyak disorot oleh publik," kata Peneliti ICW Kurnia Ramadhana di Kantor ICW, Jakarta Selatan, Minggu (29/12).
BACA JUGA: ICW Tuding Presiden Jokowi Jadi Sponsor Pelemahan KPK, Begini Analisisnya
Kurnia mencatat, dari 34 Menteri, empat pimpinan lembaga, 12 wakil menteri, Jokowi juga turut menempatkan individu-individu yang terafiliasi dengan sosok tertentu dalam jabatan lain seperti staf khusus.
Kurnia mencontohkan Tito Karnavian yang dipilih sebagai Menteri Dalam Negeri. Menurut dia, Tito tak pantas menjadi menteri karena telah gagal menuntaskan kasus penyiraman air keras pada Novel Baswedan.
BACA JUGA: Jokowi Sudah Akomodatif, Tetapi Mengapa Masih Ada yang Nyinyir?
Selain Tito, Yasonna Laoly menurut ICW juga bermasalah. Sebab, dia terafiliasi dengan PDI Perjuangan. Menurutnya sebaiknya jabatan strategis seperti Kemkumham diisi figur nonparpol. Selain itu, Kurnia juga mengkritisi Jaksa Agung ST Burhanuddin.
"Kami nilai, setiap sektor-sektor penegakan hukum tidak elok diisi oleh orang yang bergabung dalam parpol. Dan juga ada Jaksa Agung, yang dia masih punya kekerabatan dengan orang yang berada di parpol, PDIP," katanya.
BACA JUGA: Pesan Prabowo untuk Bobby Menantu Jokowi
Lebih lanjut kata dia, Jokowi juga tidak melibatkan Komisi Pemberantasan Korupsi dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan dalam penyusunan kabinet. Menurut dia, hal itu menunjukkan Jokowi tak punya komitmen dalam menyusun kabinet yang bersih dan propemberantasan korupsi.
Lebih lanjut, ICW juga menilai kabinet Jokowi - Ma'ruf Amin cenderung memanjakan para pebisnis. Contohnya Luhut Pandjaitan, Erick Thohir, Airlangga Hartarto hingga Prabowo Subianto.
"Akibatnya rezim Jokowi jilid II rawan tersandera kepentingan bisnis. Fenomena state capture besar kemungkinan akan marak terjadi," pangkas dia. (tan/jpnn)
Redaktur & Reporter : Fathan Sinaga