IDAI: Diabetes Mengancam Anak-Anak, 2023 Meningkat 70 Kali Lipat, Kenali Gejalanya

Rabu, 08 Maret 2023 – 19:29 WIB
Kemenkes dan IDAI mengingatkan orang tua tentang ancaman diabetes pada anak-anak. Foto Mesya/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Diabetes bukan hanya ancaman bagi orang dewasa, tetapi juga remaja, bahkan anak-anak.

Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) belum lama ini menyebutkan kasus diabetes pada anak di tahun 2023 meningkat 70 kali lipat sejak tahun 2010 lalu.

BACA JUGA: 5 Camilan Sehat yang Aman Dikonsumsi Penderita Diabetes, Gula Darah Tetap Normal

Dokter spesialis anak dr. Dana Nur Prihadi Sp.A(K), M.Kes., MH, dari Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) mengatakan lonjakan kasus tersebut merupakan alarm bagi semua pihak untuk mengatasi ancaman penyakit yang berbahaya ini.

Terdapat 2 kondisi diabetes yang dapat dialami oleh individu, yakni diabetes tipe 1 dan tipe 2, di mana kondisi tipe diabetes 1 mayoritas dialami dalam usia anak-anak.  

BACA JUGA: 4 Pemanis Buatan Ini Aman Dikonsumsi Penderita Diabetes, Bikin Gula Darah Stabil

Data IDAI menunjukan pasien diabetes anak umumnya berusia 10-14 tahun dengan jumlah sekitar 46 persen dari total angka yang dilaporkan.

Diabetes tipe 1 terjadi karena kadar insulin yang rendah akibat kerusakan sel beta pankreas. Pengidap penyakit ini harus mendapatkan suntik insulin secara rutin untuk mencegah komplikasi.

BACA JUGA: 10 Buah Ini Bikin Gula Darah Penderita Diabetes Tetap Terkendali

Diabetes tipe 2 disebabkan oleh kelenjar pankreas yang  tidak dapat  mencukupi kebutuhan  insulin pada  tubuh, sehingga insulin  tidak berfungsi dengan optimal.

Dokter Dana menyebutkan bahwa diabetes tipe 1 mayoritas disebabkan oleh infeksi virus atau penyakit autoimun yang terjadi pada saat bayi masih dalam kandungan.

“Orang tua mesti curiga jika anak mengalami penurunan berat badan, padahal di saat yang sama si anak lebih banyak minum dan lebih banyak makan," kata dr. Dana dalam diskusi kesehatan, Rabu (8/3).

Selain itu, lanjutnya, tiba-tiba mengompol di malam hari, padahal sebelumnya tidak. Umumnya inilah gejala diabetes tipe 1 pada anak-anak, sehingga segera cek gula darah dan konsultasikan ke dokter.

Konsultan endokrin ini menegaskan, jika anak mendapat terapi sedini mungkin akan bisa mencegah komplikasi yang terjadi.  

Menurut beberapa penelitian diabetes tipe 1 lebih disebabkan karena infeksi saat kehamilan dan di dua tahun pertama kehidupan. Faktor pola makan, dalam hal ini susu sapi memiliki pengaruh terhadap kejadian diabetes tipe 1, namun tidak signifikan atau sangat kecil pengaruhnya.  

Menjaga kesehatan selama kehamilan dengan cara rutin memeriksakan kandungan ke dokter atau bidan, serta mengonsumsi makanan bergizi seimbang juga turut berpengaruh pada Kesehatan janin sehingga risiko infeksi bisa ditekan.

Seringkali tidak menimbulkan gejala yang jelas, diagnosis diabetes pada umumnya terlewatkan di awal. Gejala klinis diabetes pada anak yang harus diwaspadai antara lain anak banyak makan, minum, dan sering kencing. Gejala lain seperti berat badan turun, ngompol, lemah, gatal-gatal, hingga penglihatan kabur.

“Anak diabetes tetap bisa melakukan aktivitas dan mencapai cita-citanya. Jika kontrol metaboliknya bagus, tumbuh kembang anak diabetes akan sebaik anak sehat,” ujar dr. Dana.

Kontrol metabolik meliputi pengukuran kadar HbA1C setiap tiga bulan sekali. Upayakan agar kadar gula darah senormal mungkin. 

Lonjakan kasus diabetes pada anak memang memprihatinkan. Untuk mengatasi persoalan tersebut, pemerintah telah melakukan upaya pencegahan, salah satunya dengan menekankan pentingnya skrining secara berkala sehingga jika ditemukan gejala penyakit tertentu dapat segera ditangani.

“Perhatikan kesehatan anak kita dimulai dari pola asuh orang tua yang sehat. Orang tua memiliki peran sentral dalam membentuk anak-anak yang tumbuh sehat sehingga bisa terhindari dari risiko penyakit, termasuk diabetes ini,” tutur dr. Siti Nadia Tarmizi, M.Epid, Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik, Kementrian Kesehatan RI. 

Walaupun diabetes bukan penyakit menular, tetapi penyakit ini dapat menimbulkan berbagai komplikasi, seperti pada saraf, mata, dan juga gangguan pada tumbuh kembang anak.

Berbeda dengan DM tipe-1 yang tidak bisa dicegah, kejadian DM tipe -2 pada anak dapat dicegah atau ditunda dengan pola makan seimbang dan olahraga yang teratur.

Kegemukan, kurang aktivitas fisik, pola makan yang tidak sehat, konsumsi minuman manis yang berlebihan, menjadi pemicu tidak terkontrolnya kadar gula darah.

Program pemerintah untuk mengatasi balita obesitas dilakukan dengan memonitor perkembangannya dengan menimbang badan sebulan sekali. “Pemerintah juga melakukan penyediaan antropometri standar di Puskesmas dan Kartu Pantau Berat Badan,” ujar dr. Nadia. (esy/jpnn)


Redaktur : Budianto Hutahaean
Reporter : Mesyia Muhammad

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler