IDAI Sebut Campak, Rubela, dan Difteri Masih Mengancam Anak-Anak, Risikonya Meninggal

Rabu, 29 Juni 2022 – 03:00 WIB
IDAI menyebutkan beberapa penyakit masih mengancam anak-anak sehingga perlu imunisasi untuk mencegahnya. Ilustrasi Foto: Ricardo/jpnn.com

jpnn.com, JAKARTA - Anggota Satgas Imunisasi Anak PP Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Prof. Dr. dr. Soedjatmiko, Sp.A(K), M.Si mengatakan campak, rubella, dan difteri masih menjadi ancaman bagi anak-anak dan penyebarannya harus segera dicegah melalui imunisasi.

"Kita jangan lengah, jangan terlalu sibuk dengan Covid-19, karena selalu ada campak, rubella, dan difteri yang setiap tahun mengancam anak, cucu, adik, dan ponakan kita," kata Soedjatmiko saat konferensi pers virtual Ayo Sukseskan BIAN 2022 pada Selasa.

BACA JUGA: Vaksinasi Massal Selamatkan Samoa dari Wabah Campak

Pada 2021, ada 25 provinsi yang meningkat kasus penyakit campak dan rubela. 

'''Pada 2022, walaupun baru 14 provinsi, tapi kalau tidak segera dicegah,  bisa menyebar lebih luas lagi," lanjutnya.

BACA JUGA: Campak Rubela Ancam Aceh

Soedjatmiko menjelaskan, bahaya campak tak hanya demam, batuk, pilek, sesak, dan bintik merah, tetapi juga bisa mengakibatkan pneumonia atau radang paru, kejang, radang, otak, bahkan kematian.

Sebanyak 2.853 bayi mengalami radang paru-paru dan 571 bayi mengalami kejang dan radang otak karena campak selama periode 2012 hingga 2017.

BACA JUGA: Sedang Sakit, Bolehkah Mendapat Vaksin Difteri?

"Jadi, penyakit campak berbahaya. Bukan sekadar merah-merah, tapi kalau menyerang otak akan menyebabkan radang otak dan meninggal, sedangkan kalau sembuh dia akan cacat," kata Soedjatmiko menegaskan.

Sementara itu, Soedjatmiko mengatakan bahwa pada periode 2012-2018 di rumah sakit tipe A, sebanyak 1.660 bayi cacat akibat rubella.

Saat rubella menyerang ibu hamil, janin yang dikandungnya mengalami kelainan jantung (79,5 persen), buta akibat katarak (67,6 persen), keterbelakangan mental (50 persen), otak tidak berkembang (48,6 persen), dan tuli (31,1 persen).

"Kalau dia lahir cacat karena rubela, maka sampai umur 8 tahun dibutuhkan biaya Rp 600 juta. Hanya sebagian kecil yang ditanggung JKN dan BPJS. Jadi bayangkan betapa berat bebannya," imbuh Soedjatmiko.

Sementara itu, Soedjatmiko mengatakan, berdasarkan data dari Kementerian Kesehatan pada Februari 2022, ada 23 kabupaten dan kota di 10 provinsi yang terdampak penyakit difteri.

Menurut Soedjatmiko, jika difteri menyerang tenggorokan, saluran napas akan tersumbat.

Selain itu, kuman difteri dapat mengeluarkan racun yang akan merusak otot jantung.

"Sehingga, meninggalnya ada dua kemungkinan, karena sumbatan jalan nafas atau otot jantungnya rusak. Penyakit ini mengenai sampai umur remaja, 15 tahun, bahkan dewasa juga bisa kena," kata Soedjatmiko.

Soedjatmiko mengatakan, dampak fatal dari penyakit-penyakit tersebut dapat dialami jika seseorang tidak pernah melakukan imunisasi atau tidak melengkapi imunisasi. Sayangnya, kata dia, sejak pandemi Covid-19 melanda Indonesia, cakupan imunisasi campak, rubella, dan difteri menurun drastis.

Karena itu, Soedjatmiko mengajak para orang tua untuk melengkapi imunisasi anak agar tak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, termasuk kejadian luar biasa (KLB) dari penyakit-penyakit tersebut.

"Bayangkan kalau misalnya nanti sekolah tatap muka, sebagian besar tidak terlindungi oleh imunisasi, akan terjadi KLB yang hebat sesudah Covid-19," pungkasnya. (antara/jpnn)


Redaktur & Reporter : Tarmizi Hamdi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag
IDAI   campak   rubela   difteri   Bayi  

Terpopuler