jpnn.com, JAKARTA - Pengamat militer Anton Aliabbas menyampaikan upaya mewujudkan ide Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang meminta Kementerian Pertahanan (Kemenhan) sebagai orkestrator intelijen informasi di semua lini perlu dipertimbangkan ulang.
"Sebab, langkah ini berpotensi untuk mengganggu tata kelola sektor keamanan di Indonesia," kata dia melalui layanan pesan, Selasa (24/1).
BACA JUGA: Kang TB Mengingatkan Jokowi: Tidak Ada Peran Orkestrator Intelijen
Anton mengatakan ada dua alasan yang membuat ide dari Jokowi soal Kemenhan menjadi orkestrator intelijen perlu dipertimbangkan ulang.
Pertama, kata dia, ide tersebut jelas tidak sejalan dengan UU Nomor 17 Tahun 2011 tentang Intelijen Negara.
BACA JUGA: Prabowo Minta Jajaran Kemenhan dan TNI Selalu Bersiaga
Pasal 29 Ayat 2 pada regulasi tersebut menyatakan Badan Intelijen Negara (BIN) bukan lembaga yang memiliki fungsi koordinasi kepada Kemenhan.
"Dengan kata lain, ide tersebut jelas bertentangan dengan legislasi yang mengatur spesifik tentang intelijen negara," jelas Anton.
Alasan kedua, kata Kepala Center for Intermestic and Diplomatic Engagement (CIDE) itu, ide orkestrasi informasi intelijen pertahanan dan keamanan juga tidak sejalan dengan UU Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara.
Anton kemudian menyinggung Pasal 16 UU Pertahanan Negara yang mengatur ruang lingkup pekerjaan dari Menhan.
"Dalam klausa tersebut, tugas Menhan secara spesifik disebutkan untuk merumuskan, menyusun dan menetapkan kebijakan dalam sektor pertahanan," kata peraih doktoral di bidang pertahanan dari Cranfield University, Inggris itu.
Anton tidak memungkiri ada pasal 16 poin e yang membuka ruang Menhan bekerja sama dengan pimpinan kementerian dan lembaga lain dalam menyusun dan melaksanakan rencana dan strategi.
Namun, kata dia, bukan berarti Menhan bisa diberdayakan oleh negara sebagai orkestrator intelijen pertahanan dan keamanan.
"Justru, membuka ruang baru tanpa berbasis Undang-Undang dapat berpotensi memundurkan proses reformasi sektor keamanan yang tidak lagi meleburkan sektor pertahanan dan keamanan dalam satu organisasi, selayaknya di era Orde Baru," ujar Anton.
Dia mengatakan Presiden Jokowi semestinya memanggil Kepala BIN ataupun Menko Polhukam apabila ada sesuatu yang kurang dalam pengelolaan produk intelijen.
"Memberikan tugas tambahan kepada Menhan hanyalah akan makin menambah kompleks serta permasalahan baru dalam tata kelola intelijen negara," katanya. (ast/jpnn)
Redaktur : Sutresno Wahyudi
Reporter : Aristo Setiawan