IDI Tolak Jadi Eksekutor Kebiri

Kamis, 26 Mei 2016 – 23:26 WIB
Ilustrasi. Foto: Jawa Pos.Com

jpnn.com - JAKARTA – Jaksa Agung M Prasetyo mendukung hukuman kebiri untuk pelaku pemerkosaan. "Ini sesuai permintaan presiden yang menginginkan terobosan untuk hukuman pada pemerkosa," katanya.

Soal eksekutor kebiri, dia mengatakan, jaksa akan meminta bantuan dokter. "Dokter yang akan melakukan itu," paparnya.

BACA JUGA: Komentari Kantor Pertahanan Daerah, Pak Luhut Pengin Lihat Rencana Ryamizard

Namun, pelaksanaan hukuman tersebut harus dibahas terlebih dahulu. Dia menjelaskan, teknisnya perlu dilakukan secara matang. Dengan demikian, semuanya berjalan sesuai aturan. "Ya, kami siap saja," ujarnya.

Prasetyo menuturkan, semua jaksa yang menangani kasus pemerkosaan yang persyaratannya sesuai dengan hukuman kebiri harus menerapkan hukuman tersebut. "Tinggal nanti hakim yang menentukan," paparnya.

BACA JUGA: Hakim Agung Minta Jokowi Terbitkan Perppu Penegakan Hukum

Kadivhumas Mabes Polri Irjen Boy Rafli Amar menegaskan, Polri juga akan menerapkan hukuman kebiri tersebut bila menangani kasus pemerkosaan yang sudah masuk persyaratan mendapat hukuman itu. "Itu bagus kok, semuanya sudah dibahas," tuturnya.

Di sisi lain, dokter sepertinya masih gamang bila ditunjuk sebagai eksekutor. Mereka takut melanggar kode etik seorang dokter yang wajib menghormati kemanusiaan. Termasuk soal naluri seksual yang jadi kodrat manusia.

BACA JUGA: Begini Sikap Gerindra Atas Perppu Perlindungan Anak

"Kami tidak bilang setuju atau tidak. Tapi, memang saat ini sebetulnya masih dalam pembahasan di dalam IDI (Ikatan dokter Indonesia, Red) karena masih ada penolakan," ujar Wakil Ketua Umum PB IDI Daeng M. Faqih.

Lalu, bagaimana bila secara resmi IDI ditunjuk? Daeng mengatakan, pemerintah perlu membicarakan lebih lanjut dengan pihak profesi. Sebab, hingga kini pun dia tidak tahu teknis soal hukuman kebiri itu. IDI belum pernah diajak duduk bersama untuk merancang hal tersebut.

"Jadi, tidak tahu itu dilakukan berapa kali? Teknisnya bagaimana? Karena obat tidak mungkin bisa tahan sampai seumur hidup kan," paparnya.

Meski begitu, tebersit harapan agar pemerintah tidak menunjuk pihaknya. Sebab, Daeng justru menawarkan solusi untuk penunjukan eksekutor di lapangan. Dia mengatakan, penerapan hukuman itu bisa dilakukan seseorang yang disebut eksekutor tanpa menunjuk salah satu profesi medis.

Sebab, suntik kebiri itu bukan termasuk pelayanan medis. Tapi, sebuah hukuman.

Menurut Daeng, kepiawaian menyuntik bisa dipelajari. Dengan demikian, para eksekutor tersebut bisa dilatih sebelum resmi disematkan status eksekutor. "Karena ini bukan tindakan pelayanan medis, yang artinya tidak jadi domain dokter," paparnya.

Sementara itu, Mahkamah Agung (MA) masih menunggu perppu tersebut. "Kami belum membacanya. Belum mengetahui isinya," terang Juru Bicara (Jubir) MA Suhadi kemarin.

Jika nanti dalam perppu dan PP belum dijelaskan secara detail tentang hukuman bagi pelaku kejahatan seksual, MA bisa mengeluarkan peraturan MA.

Peraturan itu akan digunakan hakim dalam menyidangkan kasus kekerasan seksual sehingga tidak mengalami kesulitan dalam memutuskan perkara yang sekarang menjadi perhatian publik.

Sementara itu, tak semua menyambut positif diundangkannya perppu yang mengatur tentang hukuman tambahan kebiri. Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) termasuk yang menolak.

''Secara umum, kami menolak penggunaan kebiri dan hukuman mati sebagai pemberatan pidana,'' kata Direktur Eksekutif ICJR Supriyadi Widodo Eddyono dalam siaran persnya.

ICJR segera akan mempelajari isi perppu kebiri. Mereka akan memonitor pasal kebiri yang tercantum dalam perppu tersebut. Termasuk mempelajari hak-hak korban, apakah sudah diatur secara menyeluruh dalam perppu. (byu/gun/lum/idr/mia/c10/sof) 

BACA ARTIKEL LAINNYA... Menteri Ini Terpilih Lagi Jadi Tokoh Paling Inovatif 2016


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler