jpnn.com - Idrus Marham dipercaya Presiden Jokowi untuk menduduki kursi menteri sosial. Mantan loper koran itu menggantikan Khofifah Indar Parawansa yang maju di Pilgub Jatim.
Idrus Marham, pria kelahiran Pinrang, 14 Agustus 1962, lahir dari keluarga tidak mampu secara ekonomi.
BACA JUGA: Jadi Mensos, Idrus Harus Tetap Amanah
Sejak kecil, Idrus dipaksa mandiri oleh keadaan. Kehidupan keluarga yang serba kekurangan, menuntutnya harus mencari tambahan penghasilan.
Semuanya demi menambal ekonomi keluarga. Termasuk menjadi loper koran sebuah media di Kota Makassar.
BACA JUGA: PDIP Anggap Wajar Langkah Jokowi Tambah Menteri dari Golkar
Orang tua Idrus, Haming (ayah) dan Marjain (ibu) hanya petani penggarap sawah milik orang lain. Marham di belakang nama Idrus merupakan gabungan nama kedua orang tuanya.
"Bapak sama ibu juga tidak tamat SD. Kami memang keluarga petani, tetapi tidak punya tanah sendiri untuk digarap. Jadi, cukup susahlah saat itu," ucap Idrus kepada FAJAR (Jawa Pos Group), usai dilantik jadi mensos, kemarin.
BACA JUGA: Mahyudin: Posisi Sekjen sudah Seharusnya Diisi Orang Baru
Kehidupan yang serba sulit ikut membentuk cara pandang Idrus. Terbiasa menerima tantangan dan cobaan sejak masih di sekolah dasar (SD), membuat mental dan kedewasaan Idrus dalam menyikapi setiap persoalan mulai terbentuk.
Kehidupan Idrus yang lulus SMA di Parepare, tak bisa lepas dari dunia organisasi. Dia bertekad menyuarakan kebenaran dan lepas dari garis kemiskinan.
Jadilah Idrus kerap berada di barisan terdepan di lingkungan organisasi yang dia ikuti. Kepiawaiannya berpidato atau menyampaikan pendapat kerap membuatnya mendapat pujian dari para lawan debatnya. "Dari remaja masjid dan di SMP, saya jadi pengurus OSIS," ucapnya.
Sembari mengisi kesibukan di sekolah dan organisasi, Idrus juga tak luput menyisipkan waktu untuk mencari nafkah.
Mulai dari menjual rumput untuk pakan ternak hingga menjadi buruh serabutan sebagai penambang pasir, pernah dilakoninya.
Tamat SMA, tekad Idrus mengejar mimpi menjadi politikus, membuatnya berani merantau ke Makassar.
Di Kota Daeng, Idrus diterima di kampus IAIN Alauddin Makassar (sekarang UIN Alauddin). Bagi Idrus hidupnya tak bisa dilepaskan dari kata tantangan.
"Saya suka tantangan. Bagi saya, tantangan adalah jalan keluar dalam menapaki derajat hidup yang lebih baik. Ketika tantangan itu tidak ada, maka sesungguhnya kita sudah mati," ucapnya.
Di lingkungan mahasiswa, Idrus dikenal sebagai aktivis yang mumpuni. Demi menopang biaya kuliah dan hidup di Makassar. Idrus pernah menjadi loper koran. Pundi-pundi rupiah juga diperoleh dengan menulis opini di beberapa koran lokal di Makassar.
"Dari kecil memang saya bermimpi menjadi bagian dari perubahan bangsa ini. Untuk sampai ke situ, tak ada pilihan selain berpolitik," ujar Idrus.
Mantan dosen Universitas Islam Attahiriyah (1986-1992) ini menilai, ada yang keliru dari pemahaman masyarakat soal politik. Politik kini kerap diidentikan dengan praktik haram dan menghalalkan segala cara untuk mendapatkan tujuan.
"Padahal, justru dengan berpolitik, kita bisa berjuang mengubah kebijakan bangsa atau menuangkan ide. Dan memang dinamika dalam politik sangat dinamis dan kita dituntut untuk bekerja keras dan bekerja cerdas," tutur mantan Purek III UNIAT Jakarta (1987-1992) ini.
Kesibukan Idrus juga membuatnya melepas masa lajangnya di usia 47 tahun. Ia menikahi perempuan cantik bernama Ridho Ekasari yang saat itu masih berusia 28 tahun.
Keduanya menikah di Masjid Dian Al Makhri, Depok, Jawa Barat, 4 Juni 2009 silam.
Kini Idrus tengah memasuki periode puncak karier dalam dunia politik. Dia dilantik menjadi menteri sosial.
"Saya tetap menjalin komunikasi dengan beliau (Khofifah, red). Sesungguhnya saya melanjutkan apa yang Khofifah jalankan selama ini," ucapnya. (rdi-eby/rif-zuk)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Idrus jadi Menteri, Golkar Segera Umumkan Kepengurusan Baru
Redaktur & Reporter : Soetomo