jpnn.com, JAKARTA - Institute for Essential Services Reform (IESR), lembaga think tank yang fokus isu energi, kelistrikan, dan perubahan iklim, mendorong pemerintah untuk mereformasi kebijakan ketenagalistrikan.
Pemerintah juga didorong untuk mengimplementasikan pendanaan Just Energy Transition Partnership (JETP) untuk mengakselerasi transisi energi bersih di tanah air.
BACA JUGA: Melihat Survei IPO, RIDO Dianggap Berpeluang Menang 1 Putaran
IESR juga menilai bahwa pasar modal bisa menjadi salah satu alternatif bagi perusahaan energi terbarukan (renewable energy) untuk memperoleh pendanaan dari investor.
Direktur Eksekutif IESR Fabby Tumiwa mengatakan pemanfaatan energi terbarukan di Indonesia berawal dari air atau hidro dan geotermal.
BACA JUGA: Survei IPO di Pilgub NTB, Iqbal-Dinda Memimpin, Zul-Uhel Makin Anjlok
“Pembangkit listrik tenaga air (PLTA) dan pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) membutuhkan investasi besar sehingga pada saat itu masih banyak dibiayai dari investasi asing,” ucap Fabby dalam keterangannya, Sabtu (9/11).
Walau begitu, kini mulai berkembang pemanfaatan sumber energi terbarukan lainnya seperti biogas, biomassa, surya, dan bayu.
BACA JUGA: BEI Harus Lebih Peka terhadap Kebutuhan Pemerintahan Baru dalam Proses IPO
Menurut dia, kini sudah banyak perusahaan dalam negeri yang mengembangkan pembangkit energi terbarukan terutama berskala kecil seperti surya, mikrohidro, minihidro, biogas, dan biomassa.
Perusahaan dalam negeri juga melakukan investasi pembangkit energi terbarukan berskala besar seperti PLTP dan PLTA baik melalui pembiayaan perbankan maupun pasar modal.
"Ada range atau tingkatan yang berbeda-beda ketika bicara perusahaan energi terbarukan, dari sisi modal dan pendanaan serta dari sisi jenis maupun skala pembangkit yang dibangun,” kata dia.
Untuk perusahaan dalam negeri sebetulnya juga sudah banyak yang menjadi pengembang listrik swasta (independent power producer/IPP)," lanjutnya.
Terkait dengan pendanaan energi terbarukan, IESR bersama Indonesia Clean Energy Forum (ICEF) telah memasukkan dalam 5 rekomendasi jangka pendek untuk percepatan transisi energi berkeadilan kepada Pemerintahan Prabowo-Gibran.
IESR dan ICEF merekomendasikan kebijakan sektor ketenagalistrikan sesuai dengan Comprehensive Investment and Policy Plan (CIPP) dan mendorong pendanaan JETP.
Fabby menyampaikan, kendala pendanaan green energy bisa diatasi, salah satunya melalui pasar modal, dengan melakukan penawaran saham umum perdana (initial public offering/IPO).
Namun, banyak persyaratan yang harus dipenuhi sehingga tidak semua perusahaan bisa masuk ke bursa efek.
Menurutnya, untuk melantai di bursa, perusahaan energi terbarukan harus memiliki prospektus menarik baik dari sisi kinerja operasional maupun keuangan.
"Misalnya perusahaan energi terbarukan ini memiliki 3 sampai 4 proyek, maka kita lihat bagaimana dengan investment return rate (IRR). Apakah memiliki kontrak jangka panjang. Apakah proyeknya tidak bermasalah, bagaimana rekam jejak dan kredibilitasnya,” jelas Fabby.
Sebelumnya, Ernst and Young (EY) Indonesia memprediksi IPO dari sektor energi terbarukan akan ditunggu seiring dengan meningkatnya minat pasar.
Dalam 5 tahun terakhir, ada beberapa IPO yang sukses dari perusahaan energi terbarukan, termasuk PT Kencana Energi Lestari Tbk (KEEN), PT Arkora Hydro Tbk (ARKO), PT Pertamina Geothermal Energy Tbk (PGEO) dan PT Barito Renewables Energy Tbk (BREN).
Harga saham perusahaan-perusahaan tersebut telah meningkat setidaknya 30 persen sejak penawaran perdana hingga 30 September 2024.
Sebagai contoh, sejak IPO pada 2 September 2019 hingga 30 September 2024 harga saham KEEN sudah naik 15,25 persen.
Harga saham ARKO sudah melonjak 244,64 persen sejak IPO pada 8 Juli 2022 hingga 30 September 2024.
Emiten energi terbarukan juga membukukan pertumbuhan laba bersih pada kuartal III/2024.
Laba BREN senilai 86,05 juta US Dolar atau tumbuh 1,87 persen YoY, laba PGEO naik 0,36 persen YoY menjadi 133,99 juta US Dolar. Laba KEEN naik 0,94 persen YoY menjadi 12,82 juta US Dolar.
EY Indonesia menyampaikan, emiten energi terbarukan juga membukukan pertumbuhan kinerja setelah mendapatkan dana dari pasar modal. (mcr4/jpnn)
Redaktur : Elvi Robiatul
Reporter : Ryana Aryadita Umasugi