jpnn.com, JAKARTA - Ketua Umum Ikatan Guru Indonesia (IGI) Muhammad Ramli Rahim meminta pemerintah untuk tidak lagi berwacana soal impor guru. Apalagi di tengah hebohnya guru-guru honorer K2 dan nonkategori yang berpendapatan minim.
"Sudahlah jangan menciptakan polemik baru. Guru honorer sekarang kesejahteraannya minim. Kok menterinya mikir untuk melakukan impor guru," kritik Rahim dalam pesan elektroniknya, Sabtu (11/5).
BACA JUGA: Guru Honorer K2 Sudah Sekarat, Mengapa Impor Guru Lagi?
Jika pemerintah punya uang banyak, lanjutnya, sejahterakanlah para guru honorer ini. Berikan mereka pelatihan agar Indonesia mendapatkan anak-anak terbaik untuk jadi guru.
Hasil penelitian terbaru Kemendikbud menunjukkan, hanya 11 persen anak-anak sekolah yang punya keinginan jadi guru. Ini tidak lain karena gaji guru Indonesia mayoritas sangat rendah dan menyedihkan. Hanya guru-guru bersertifikasi yang bisa dikatakan sejahterah dan guru PNS terbilang cukup.
BACA JUGA: Puan Maharani Berencana Impor Guru, Ramli Rahim Merasa Bingung
"Data ini terlihat tidak sinkron dengan peminat SMBPTN (seleksi bersama masuk perguruan tinggi negeri) pada jurusan-jurusan kependidikan. Boleh jadi mereka berpikir, tak ada rotan akar pun jadi. Tidak bisa masuk jurusan bagus, biarlah berharap jadi guru," sergahnya.
BACA JUGA: Puan Maharani Berencana Impor Guru, Ramli Rahim Merasa Bingung
BACA JUGA: Salut, Ada 19% Peraih Nilai Tinggi UNBK SMA/MA dari Keluarga Kurang Mampu
Di sisi lain, guru-guru kita sebenarnya punya potensi baik tetapi beban kurikulum dan administrasi yang begitu berat membuat mereka sibuk dengan hal-hal yang tidak perlu.
Ramli yakin jika guru-guru Impor itu bekerja dengan ikatan kurikulum plus beban administrasi yang sama maka mereka pun tidak akan maksimal. Apalagi kendala bahasa akan menjadi masalah besar.
Persoalan lainnya adalah maukah para guru luar negeri ini mengajar di daerah terluar, terdepan dan terkebelangannya Indonesia?
"Tidak bisa kita bayangkan, belajar enam tahun bahasa Inggris tetapi tidak mampu bercakap bahasa Inggris. Apa yang salah, bukan gurunya yang salah tapi kurikulum yang dibuat pemerintah tak mampu menghasilkan siswa dengan kemampuan bercakap bahasa Inggris yang baik," tandasnya. (esy/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Kemendikbud Klaim Rata-rata Nilai UN SMA Sederajat Meningkat
Redaktur & Reporter : Mesya Mohamad