jpnn.com, JAKARTA - Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Kementerian dan Kebudayaan (Kemendikbud) punya temuan menarik soal pelaksanaan ujian nasional berbasis komputer (UNBK) beberapa waktu lalu. Temuan dari hasil angket itu mengungkap tentang siswa dari keluarga miskin yang meraih nilai ujian nasional (UN) tertinggi.
Kepala Balitbang Kemendikbud Totok Suprayitno mengatakan, pihaknya menyebar angket di 8.584 sekolah menengah atas (SMA) dan madrasah aliah (MA) yang melaksanakan UNBK. Angket itu menjangkau 521.500 siswa atau 25,94 persen dari total peserta UNBK SMA/MA yang mencapai 1.975.322 pelajar.
BACA JUGA: Kemendikbud Klaim Rata-rata Nilai UN SMA Sederajat Meningkat
“Terungkap 19 persen dari 521.500 siswa (peserta UNBK SMA/MA) memiliki nilai tinggi. Menariknya para siswa tersebut berlatar belakang keluarga dengan ekonomi kurang menguntungkan," kata Totok Suprayitno di Jakarta, Rabu (8/5).
Totok menjelaskan, Balitbang melakukan penelusuran terhadap peserta UNBK SMA/MA yang memiliki nilai tinggi. Ternyata banyak di antara mereka adalah siswa dari keluarga kurang mampu.
BACA JUGA: Ini Daerah Jawara Kasus Kecurangan UN
Menurut Totok, para siswa yang hidup dalam kekurangan itu tetap memiliki daya juang tinggi, bahkan bisa bersaing dengan anak didik dari keluarga mampu yang dibanjiri fasilitas. Karena itu Totok meyakini keterbatasan bukan halangan.
"Belajar dalam kondisi kekurangan ternyata bisa berprestasi baik. Ini luar biasa, anak dengan resilience (daya tahan terhadap kekurangan, red),” terang Totok.
BACA JUGA: Angket Kemendikbud: Siswa Pintar Ogah jadi Guru
Lebih lanjut Totok menjelaskan, angket itu bertujuan menggali informasi nonkognitif agar diperoleh analisis menyeluruh mengenai faktor-faktor yang memengaruhi capaian siswa. Ada lima jenis angket yang bisa dikerjakan siswa seusai mengerjakan UN.
Namun, setiap siswa hanya perlu mengerjakan satu jenis paket. Pertanyaan di dalam angket terkait indikator sosial ekonomi seperti pekerjaan dan pendidikan orang tua, serta kepemilikan barang.
Selain itu, Balitbang Kemendikbud juga menggalipersepsi siswa dalam mengenali bakat, keunggulan diri, serta cita-cita. “Resilience ini bisa menjadi kriteria karakter anak Indonesia yang perlu ditumbuhkan," tambah Totok.(esy/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Zonasi Pendidikan Cegah Jual Beli Kursi dan Pungli
Redaktur & Reporter : Mesya Mohamad