IHT Minta Perusahaan Asing Tidak Dikte Pemerintah Soal Simplifikasi

Jumat, 15 November 2019 – 15:31 WIB
Petani tembakau. Foto: JPG/Pojokpitu

jpnn.com, JAKARTA - Masyarakat Industri Hasil Tembakau (IHT) nasional meminta pimpinan perusahaan rokok besar asing yang beroperasi di tanah air tidak mendikte pemerintah, baik Presiden Joko Widodo maupun Menteri Keuangan Sri Mulyani untuk menerapkan simplifikasi penarikan cukai.  

Pemerintah justru berkewajiban melindungi keberadaan dan keberlangsungan industri rokok nasional yang menyerap tenaga kerja dan tembakau lokal yang banyak. 

BACA JUGA: Pak Jokowi Harus Tahu, Jumlah Tenaga Kerja di Industri Hasil Tembakau 5,9 Juta Orang

Sekaligus juga melindungi perekonomian bangsa. Sementara penerapan Simplifikasi lebih mengarah monopoli dan persaingan usaha tidak sehat sekaligus mematikan industri rokok nasional.

“(Mereka) tidak boleh dan tidak bisa mendikte pemerintah. Pemerintah baik Presiden Joko Widodo maupun Sri Mulyani tentu harus lebih bijaksana dalam membuat maupun mengadopsi kebijakan. Yang penting kami memberikan  pemahaman dan masukan kepada pemerintah. Kalau pemerintah menerapkan simplifikasi ini loh dampaknya, jadi jangan memaksakan untuk menerapkan simplifikasi,” ujar Ketua Umum Gabungan Pabrik Rokok (Gapero) Surabaya Sulami Bahar dan Ketua Asosiasi Petani Tenbakau Indonesia wilayah Jawa Barat (APTI Jabar) Suryana.

BACA JUGA: Industri Hasil Tembakau Hidupi Jutaan Masyarakat Indonesia

Sulami menyampaikan pendapat tersebut sehubungan dengan adanya salah satu pimpinan perusahaan rokok asing beberapa lalu menyampaikan peraturan cukai di Indonesia terlalu menjelimet, karena itu perlu penyederhanaan atau simplifikasi. 

Sulami berpendapat, usulan seorang pimpinan perusahaan rokok asing tersebut agar pemerintah segera menyederhanakan penarikan cukai dari 10 tier saat ini menjadi hanya beberapa tier, tidak perlu diikuti pemerintah. 

BACA JUGA: Industri Hasil Tembakau Kecil Ingin Simplifikasi Dijalankan

Sebab, perusahaan maupun pabrik rokok di Indonesia jumlahnya ratusan, berbeda dengan perusahaan rokok di Amerika Serikat tempat asal perusahaan rokok asing berasal. Dari sekian ratus perusahaan dan pabrik rokok yang ada di Indonesia, karakter, jumlah hasil produksi dan permodalannya berbeda beda. 

Karena itu perusaahan yang permodalan dan jumlah produksinya berbeda-beda, tidak bisa disamakan penarikan dan besaran cukainya.

"Menurut kami kalau simplifikasi diterapkan di Indonesia itu tidak cocok, tidak pas sama sekali mengingat kondisi industri pabrik rokok di Indonesia itu heterogen. Ada perusahaan atau pabrik rokok yang golongan kecil, ada yang  menengah  dan ada juga yang besar.  Jadi simplifikasi kurang pas diterapkan di Indonesia,” papar Sulami.

Menuriut Sulami, sistem penarikan cukai yang ada saat ini, yang terdiri dari 10 tier, sudah dirasa cukup adil. Karena tidak menyamakan antara sigaret kretek tangan dengan sigaret kretek mesin. Antara perusahaan rokok besar dengan perusahaan rokok kecil.

Terpisah, Ketua APTI wilayah Jawa Barat Suryana berpendapat, jika pemerintah menerapkan simplifikasi penarikan cukai, akan semakin memperberat industri hasil tembakau.

Setelah pemerintah menaikan cukai rokok sebesar 23 persen dan harga jual eceran sebesar 35 persen, kini ada usulan menerapkan melakukan simplifikasi cukai dengan alasan untuk penyederhanaan, maka akan merusak perekonomian nasional.

“Yang menjelimet itu kenaikan cukai jauh di atas angka inflasi. Sebesar 23 persen  Itu jelimet dan memberatkan pelaku industry hasil tembakau. Bukan hanya pabrik rokok yang berat, masyarakat petani tembakau juga kena dampaknya. Sebab, dengan kenaikan cukai rokok dan harga jual eceran yang besar, sampai 35 persen, maka pembelian tembakau oleh pabrik rokok ke petani tembaku jadi makin berkurang,” papar Suryana.

Dia mengingatkan kepada pemerintah untuk berhati-hati dalam menerapkan kebijakan. Bukan hanya memenuhi permintaan kelompok pemilik pabrik rokok besar apalagi dari luar negeri, tapi juga harus memperhatikan nasib dan kesejahteraan pemilik, buruh pabrik rokok kecil. Termasuk nasib dan kesejahteraan petani tembakau.

“Saya yakin Presiden Joko Widodo orang yang peduli pada nasib petani dan kaum buruh. Karena itu, jangan lagi membuat kebijakan yang hanya menguntungkan pelaku ekonomi besar, termasuk pabrik rokok asing. Tapi harus memperhatikan keberlangsungan industri hasil tembakau tanah air dengan menolak usulan simplifikasi penarikan cukai,” tandas Suryana.(chi/jpnn)


Redaktur & Reporter : Yessy

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler