jpnn.com - BOGOR-Kesal tak mendapat respon, sejumlah orang tua siswa Madrasah Tsanawiyah (MTs) An-Najah yang berlokasi di Jalan Raya Cikoleang, RT 01/04, Desa Sukamulya mendatangani kantor Kecamatan Rumpin, kemarin.
Sekitar pukul 14:30, beberapa orang tua siswa datang dengan membawa karton bertuliskan Tolong !!! Bantu Kami Jual Ginjal Untuk Tebus Ijazah dan tulisan lainnya yang hampir sama.
BACA JUGA: Sempatkan Bersepeda dan Antar Cucu Sekolah Sebelum Dilantik
Mereka sengaja datang, meminta agar camat membantu untuk menjual ginjal kepada siapapun yang membutuhkan demi mendapatkan ijazah yang kini ditahan sekolah.
“Saya hanya ingin mengambil ijazah. Kalaupun, harus menjual ginjal saya ikhlas. Makanya, saya butuh bantuan camat,” kata salah satu orang tua, Muhammad Natsir kepada Radar Bogor (grup JPNN).
BACA JUGA: Mekarkan Moni, DPR Minta Rekomendasi Gubernur Papua
Warga RT 06/02, Kampung Leuwiranji, Desa Sukamulya itu mengaku, mewakili 52 wali murid yang terlilit tunggakan kepada sekolah. “Umumnya, para orang tua sepakat untuk melakukan apapun demi anak,” terangnya.
Menanggapi masalah tersebut, Camat Rumpin, Panji Ksyatriyadi hanya mengarahkan warga untuk bermusyawarah dengan pihak sekolah agar ada solusi.
BACA JUGA: Sunat Gaji Anggota, Kasatpol PP Ditahan
“Bagaimanapun, sekolah memiliki ketentuan yang mereka telah sepakati dengan komite. Karenanya, untuk menyelesaikan masalah ini harus dengan berdialog,” tutur Panji.
Menurut dia, jika benar-benar wali murid tak memiliki kemampuan untuk menebus pasti akan ada kebijakan lain untuk meringankan beban. “Bisa jadi, pihak sekolah memberikan ijazah tersebut dengan dana yang lebih ringan,” katanya.
Mendengar arahan camat, wali murid yang datang langsung mendatangi sekolah untuk bermusyawarah. Namun, di tengah jalan kepala sekolah mendatangi salah satu orang tua untuk bermusyawarah dan langsung berkumpul di rumah Muhammad Natsir.
Meski telah berdialog, belum ada jawaban ijazah bisa diterima atau tidak. “Belum ada kepastian dari kepala sekolah, apakah ijazah dapat diambil atau tidak,” terang Natsir.
Ketika dikonformasi, Kepala MTS An-Najah, Imas mengungkapkan, sekolah yang dipimpinnya merupakan swasta yang mengenakan biaya pendidikan pada siswa.
Untuk mengimbanginya. Kata dia, sekolah memiliki program beasiswa penuh bagi siswa berprestasi, yatim, dan kurang mampu. “Di sekolah kami memang harus bayar. Ada yang gratis itu melalui beasiswa namun memiliki ketentuan. Mekanisme keuangan, syarat, dan tata laksananya diketahui komite sekolah untuk kemudian selalu di sosialisasikan melalui rapat maupun edaran surat, sehingga diketahui orang tua,” paparnya.
Ia mengungkapkan, tahun 2013 hanya ada 16 siswa yang ijazahnya masih ditahan antara lain delapan siswa masih memiliki tanggungan saat lulus, dua orang santri yang akan meneruskan sekolah di An-Najah.
Tak hanya itu, tiga orang siswa binaan non santri yang melanjutkan sekolah di An-Najah yang diberi bantuan sejak kelas 7 hingga 9), dua orang mendapat keringanan sejak kelas 7 tapi tidak melanjutkan sekolah di An-Najah, dan satu orang atas nama Eka Nabilah yang mulai mendapat bantuan sejak kelas 8 sampai 9. “Setelah kami hitung, dari 2009 hanya terdapat di bawah 40 siswa yang tertahan ijazahnya,” kata dia.
Ia menambahkan, tanggungan para siswa bukanlah kisaran Rp1 juta sampai Rp3 juta, melainkan dibawah Rp1,6 Juta yang meliputi pembiayaan selama tiga tahun.
Selain itu, kata dia, pihak sekolah sudah mengupayakan klarifikasi dengan mengundang orang tua yang bersangkutan. Namun, karena mereka tidak juga hadir, maka pihaknya yang datang mengunjungi orang tua.
Saat bertemu dengan wali murid, sambung dia, beberapa poin yang dihasilkan antara lain terjadinya kesalahfahaman. “Jadi, yang sebenarnya, wali murid belum pernah bertemu dan mendapat penolakan kepala sekolah. Saat datang ke sekolah untuk bertemu saya, wali murid dalam keadaan panik, tanpa berpikir panjang atau menunggu waktu untuk bertemu, ia langsung membuat kesimpulan sepihak,” kilahnya.
Soal ijazah yang masih ada di sekolah, ia berjanji akan diberikan setelah siswa yang bersangkutan datang ke sekolah besok (hari ini,red) utuk melakukan cap tiga jari, karena saat pemanggilan siswa yang lulus tak hadir.
Ia mengklaim, ide jual ginjal hanya dipikirkan oleh satu orang tua dan selanjutnya yang bersangkutan sadar bahwa itu merupakan ide yang tak patut.
“Pada intinya, kesalahpahaman yang terjadi antara pihak orang tua dan kami pihak sekolah. Kemudian diperparah degan pengambilan kesimpulan scara sepihak tanpa terlebih dahulu melakukan upaya musyawarah. Namun demikian, upaya musyawarah tersebut pada akhirnya telah ditempuh dan menghasilkan solusi yang baik bagi kedua belah pihak,” pungkasnya. (azi)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Potensi Erupsi Sinabung Masih Cukup Tinggi
Redaktur : Tim Redaksi