Tak ada memang yang sempat mengungkap contoh-contoh dari lingkup pers internasional - seperti kasus redaksi Sydney Morning Herald (SMH) "lawan" manajemen/pemilik lantaran advertorial suatu kali sempat "membungkus" halaman depannya - dalam bagian akhir diskusi yang hangat tersebut
BACA JUGA: RI Sudah Tak Berdaulat Lagi
Nyatanya, diskusi terkait isu ini tetap menarik dan memberikan banyak contoh lain dari dalam negeri."Ya, sekarang pun kita dari redaksi masih tetap ada pertemuan-pertemuan yang juga melibatkan bagian iklan
Ahmad lantas memberi contoh soal iklan di "kening koran" (di bagian tengah atas halaman depan, Red) yang pernah ditolaknya, yang menurutnya akan merupakan aib bagi koran
BACA JUGA: Soal Afirmasi, Golkar Tak Konsisten
Contoh lain katanya, adalah satu koran di Batam yang sekali pernah dilihatnya, yang hanya punya headline di halaman depan dan sisanya setengah lagi adalah iklanBACA JUGA: KPK Tangapi Positif Instruksi SBY
Itu kan sama dengan merampas hak-hak pembaca namanya," katanya.Ahmad juga mengemukakan ketidaksetujuannya dengan pemasangan iklan yang harus bertentangan dengan kebijakan redaksi, dalam hal ini terkait liputan suatu kasus misalnyaHal itu disampaikannya demi mendukung contoh yang dikemukakan Abdullah, yaitu redaksi Tempo yang pernah membuang iklan advertorial bernilai "wah" yang "merusak" liputan mereka - dan mereka bahkan mengembalikan uang yang sudah diterima.
Isu tersebut pun kemudian masih ditanggapi oleh beberapa panelis lainPemred Jawa Pos Rohman Budijanto misalnya, menyatakan bahwa pada dasarnya untuk di Jawa Pos Group, sikap terhadap iklan cenderung lebih "santai"Artinya, tidak terlalu ketat kalau soal iklan yang seolah menjawab liputan soal satu kasus yang tengah mereka garap serius ituIa dalam hal ini mencontohkan kasus Fadel Muhammad.
"Tiba-tiba, ia kemudian memasang advertorial, yang intinya penjelasan versi dia soal kasus tersebutTapi menurut kami itu tidak apa-apa, karena kami sendiri toh meyakini, kebenaran itu kan sebenarnya ada banyak versiDan jika apa yang kita sajikan selama ini sebenarnya adalah kebenaran versi kita, maka tentu dia (Fadel) juga punya kebenaran versinya sendiri," katanya.
Meski begitu, Rohman memastikan juga bahwa ada semacam "garis api" yang benar-benar tak bisa dilanggar oleh iklan di ranah keredaksianIa pun mencontohkan, bahwa dalam masa-masa kampanye pemilu terdahulu, mereka pernah mendapat order iklan bernilai menggiurkan dari PDIPNamun itu harus tegas-tegas mereka tolak, karena maunya dipasang sebagai banner di kaki halaman muka setiap hari selama kampanye - yang bakal memberi kesan Jawa Pos
sebagai sponsor/pendukungnya.
Sementara, Pemred Kompas Rikard Bagun pun memberikan contoh lain lagi, terkait dengan mitos dan kasus 'pendewaan' iklan iniYaitu ketika satu iklan bernilai fantastis sempat singgah ke suratkabarnya, namun dengan format membungkus halaman depan koran dan hanya menyisakan masthead alias nama/logo koran (dengan ekstra "halaman depan" mirip kasus SMH, Red).
"Ya, itu jelas tidak mungkin," katanya pula memastikan(ito/JPNN)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Sepi Hadirin, Diskusi Panel Media Berjalan Menarik
Redaktur : Tim Redaksi