jpnn.com, JAKARTA - Sejumlah pelaku industri kecil menengah (IKM) konveksi mengaku kesulitan untuk bertransformasi ke ranah digital lantaran kelangkaan bahan baku tekstil.
Selain kelangkaan bahan baku, IKM konveksi juga diuji dengan sejumlah Peraturan Menteri Keuangan terkait Pemberlakuan Bea Masuk Tindakan Pengamanan Sementara (BMTPS) terhadap impor tekstil dan produk tekstil (TPT) pada November 2019.
Pelaku IKM di sektor konveksi di Soreang, Kabupaten Bandung Asep Setia mengatakan jenis kain yang banyak digunakan kini mengalami kelangkaan. Jenis-jenis bahan baku, seperti jenis kain Spandex, Aty Way, Ity Crepe, Cerutty Babydoll, Lady Zara, dan Sakila Twill saat ini sangat sulit untuk didapatkan.
"Jika stok dari jenis bahan baku tersebut ada, jumlahnya tidak dapat mencukupi permintaan dan kebutuhan yang tinggi. Hal tersebut juga diperburuk dengan harga jual bahan baku tersebut yang mengalami kenaikan signifikan dengan rentang 20-30 persen per yard-nya," kata dia dalam keterangan yang diterima, Senin (5/7).
Asep menjelaskan jenis kain di atas hanya bisa dilakukan proses printing di pabrik pencelupan lokal. Sementara bahan baku dasar jenis kain (greige) masih melakukan impor dari negara lain.
Dia menyadari nilai penjualan terbesar dari industri tekstil dan pakaian jadi nasional adalah pabrikan pakaian, keperluan batik, dan juga para pelaku IKM konveksi. IKM konvensi juga termasuk sektor yang menyerap tenaga kerja.
Menurut Asep, pemerintah telah memberikan anjuran kepada para pelaku IKM agar dapat berkreativitas dan memanfaatkan peluang pasar e-Commerce yang tengah marak saat ini sebagai salah satu solusi penjualan barang produk mereka.
Namun, Asep menerangkan permasalahan utama sebenarnya ada pada kelangkaan bahan baku tersebut.
"Hal ini menjadi sebuah hambatan yang sangat besar bagi para pelaku IKM khususnya di sektor konveksi untuk dapat memproduksi barang mereka dan kemudian melakukan penjualan melalui platform e-commerce," kata dia.
Sementara itu, pelaku IKM sektor konveksi di Cigondewah, Kota Bandung H Jamal menambahkan kelangkaan bahan baku greige untuk industri knitting yang mana sebesar 90 persen digunakan untuk industri kreatif.
Dia menjelaskan, bahan baku dasar untuk t-shirt dan lain-lain sangatlah menurun sehingga berimbas penurunan produk. Padahal saat ini kondisi pasar juga dirasakan sedang mengalami penurunan yang sama.
"Saya dan rekan-rekan bahkan berinisiatif untuk mencoba melakukan impor bahan dasar (greige) atau benang untuk dapat diproses sendiri apabila memungkinkan, namun kembali terkendala permasalahan perizinan," kata dia.
Selain itu, kata dia, pihaknya juga merasa cukup terdesak permasalahan kelangkaan produk baku dan ditambah tren penyedia bahan lokal yang terus menaikan harga jualnya.
BACA JUGA: Sektor Garmen dan Konveksi Menjerit, APIKMI Soroti Kebijakan Safeguard
Dia terpaksa harus mencari cara lain yang dapat mengakomodasi kebutuhan bahan baku tersebut.
Pelaku IKM konveksi di Laweyan, Kota Surakarta, Hariadi menjelaskan terkait komoditas bahan baku dasar based cotton dan rayon yang kini menjadi sangat mahal dan langka. Hal tersebut secara langsung ikut membuat harga penyelesaian ikut mengalami kenaikan.
"Pada saat yang bersamaan, saat ini, kondisi pasar sedang sulit," kata dia.(tan/jpnn)
BACA JUGA: Percepat Operasional Pabrik Konveksi di Pati, Bea Cukai Terbitkan Izin Secara Daring
BACA JUGA: Bea Cukai Lepas Ekspor Handicraft Perusahaan Pengguna Fasilitas KITE IKM ke Amerika
Redaktur & Reporter : Fathan Sinaga