jpnn.com, JAKARTA - Ilmuwan muda diaspora, Dr Ing Hutomo Suryo Wasisto punya solusi mengatasi kebakaran hutan dan lahan (karhutla).
Menurut peraih doktoral termuda di usia 26 tahun, terbaik, dan tercepat di Universität Braunschweig (TU Braunschweig), Jerman ini, dengan teknologi nano, Karlahut bisa diantisipasi.
BACA JUGA: Pengakuan Mengejutkan Pelaku Pembakaran Lahan, Motif Politik
Mas Ito, sapaan akrabnya, mengatakan, teknologi ini bisa dipakai untuk memantau kebakaran hutan dan lahan. Caranya kita tanamkan chip di tempat tertentu kemudian dihubungkan dengan internet atau cloud untuk melakukan mapping.
"Ketika ada asap maka kita cepat sekali tahu dan cepat tertangani," kata peneliti postdoctoral di School of Electrical and Computer Engineering (ECE), Georgia Institute of Technology, Atlanta, Amerika Serikat kepada JPNN.com, Kamis (15/8).
BACA JUGA: Semoga, Semua Pelaku Karhutla Dihukum Berat
Itu juga yang sedang Ito kembangkan di Jerman untuk particulate methode. Sensor tersebut untuk melihat partikel yang sangat kecil di udara.
"Kita tahu sendiri debu di udara itu kan bahaya sekali kalau masuk ke paru-paru. Bisa dibayangin ukuran partikel dalam bentuk nano dan itu bahaya sekali bagi tubuh. Apalagi kalau sifatnya karsinogenik," terang Head of Optoelectromechanical Integrated Nanosystems for Sensing (OptoSense) Group di Laboratory for Emerging Nanometrology (LENA), Braunschweig, Jerman pada 2016.
BACA JUGA: Kebakaran Hutan di Taman Nasional Tesso Nilo, 8 Ekor Gajah Sumatera Terpaksa Dipindahkan
BACA JUGA: Wahai Netizen, Beli Kuota Internet Sekarang Bisa Dicicil
Untuk kebakaran hutan, lanjutnya, bisa develop sensor nano teknologi. Bisa tanamkan di beberapa lokasi di hutan Kalimantan yang luas sekali. Kemudian, bikin network dan hanya perlu beberapa orang yang memanajemeni melalui HP/smartphone.
"Kita bisa pantau secara real time. Kalau ada titik api, maka sensornya akan menjadi merah sehingga bisa segera ditangani tanpa mengalami perluasan kebakaran seperti yang terjadi sekarang. Kebakaran jadi sulit ditangani karena titik apinya sudah terlanjur menyebar. Makamya teknologi ini meminimalisir hal tersebut," beber Mas ito.
Diakuinya, teknologi ini memang agak mahal kalau di-develop di awal. Namun, kalau sudah diproduksi secara massal jadi murah. Sama dengan perangkat elektronik, kalau sudah diproduksi massal harganya jadi murah.
"Sensor ini nanti akan dikoneksikan dengan smartphone dan IOT (internet of things),' ucap ilmuwan yang terjaring dalam Simposium Cendekia Kelas Dunia (SCKD) besutan Dirjen Sumber Daya Iptek dan Dikti, Kemenristekdikti dan Dirjen Diplomasi Publik, Kementerian Luar Negeri, serta Ikatan Ilmuwan Indonesia Internasional (1-4).
Dia menambahkan teknologi nano bisa dipakai untuk macam-macam. Misalnya teknologi pangan, bisa menggunakan teknologi nano sensor untuk melihat di suatu lahan apakah tanaman tumbuh sehat atau tidak.
"Kita bisa lihat itu. Kita punya ternak ayam maka bisa lihat seberapa segar ayamnya secara real. Juga smart packaging, bisa bikin packaging misalnya mau kirim dari desa ke kota tetap dalam kondisi bagus," tandas peneliti berusia 31 tahun ini. (esy/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Menteri Siti Nurbaya: Karhutla di Taman Nasional Teso Nilo sudah Parah
Redaktur & Reporter : Mesya Mohamad