Imbas Pertambangan Tanpa Izin, Kasus Malaria Melonjak di Pohuwato

Rabu, 13 Desember 2023 – 21:27 WIB
Nyamuk malaria. Foto Antara

jpnn.com, POHUWATO - Aktivitas pertambangan tanpa izin (PETI) tidak hanya menyebabkan kerusakan lingkungan, tetapi juga memicu masalah kesehatan.

Salah satunya lonjakan kasus Malaria di sekitar area pertambangan ilegal akibat lubang galian tambang yang menjadi sarang nyamuk Malaria.

BACA JUGA: Tambang Nikel Ilegal yang Mengancam Hilirisasi Bakal Sulit Diberantas Jelang Pilpres

Hal ini terjadi di Kabupaten Pohuwato, Provinsi Gorontalo, salah satu daerah yang marak dengan aktivitas pertambangan ilegal di Indonesia.

Menurut data Dinas Kesehatan Kabupaten Pohuwato, Selasa (12/12), ditemukan 2 kasus pertama pada minggu ke-5 (Bulan Februari) 2023 yang dialami oleh pekerja tambang ilegal.

BACA JUGA: MAKI Siap Kawal Dugaan Korupsi Tambang Batu Bara di Kalsel

Pada minggu ke-6 2023 hingga minggu ke-48 pada 6 Desember 2023, jumlah kasus Malaria di Pohuwato terkonfirmasi mencapai 631 kasus.

Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Pohuwato, Fidi Mustofa mengatakan pihaknya telah melakukan penelitian dan menemukan bahwa kubangan air di lokasi galian bekas tambang ilegal menjadi pemicu lonjakan kasus Malaria.

BACA JUGA: Aktivitas Tambang Ilegal Makin Berbahaya, Pemerintah Harus Segera Bertindak

“Memang secara riil, faktanya dapat saya gambarkan bahwa dampak dari kubangan bekas galian eskavator akibat aktivitas pertambangan masyarakat yang menggunakan alat berat terhadap status dan derajat kesehatan masyarakat memang sangat besar, di mana saat ini saja Kabupaten Pohuwato sudah ditetapkan sebagai daerah dengan Status “Kejadian Luar Biasa” (KLB) Malaria,” ujar Fidi.

Dengan waktu penetasan telur nyamuk yang singkat, yaitu hanya antara 2-3 hari dengan jumlah telur dapat mencapai 200 butir oleh 1 ekor nyamuk anopheles betina, maka hanya membutuhkan waktu sekitar 2 minggu bagi telur-telur tersebut untuk tumbuh menjadi nyamuk dewasa.

Di tengah banyaknya kubangan bekas galian eskavator akibat aktivitas pertambangan ilegal dan padatnya jumlah masyarakat penambang yang tinggal di camp-camp yang sempit di tengah hutan, maka risiko kenaikan kasus Malaria makin tinggi.

Secara epidemiologi, angka kejadian kasus Malaria dengan tingkat pertumbuhan rata-rata adalah 2 kasus baru per hari, 11 kasus baru per minggu, dan 48 kasus baru per bulan, serta sampai saat ini secara akumulatif telah mencapai angka 631 kasus. Dengan demikian, paparnya, dapat disebutkan bahwa jumlah pertumbuhannya adalah sangat tinggi dan belum terkendali.

Kondisi kasus Malaria di Pohuwato sudah bukan lagi kasus impor, karena sudah terjadi penularan setempat (Indigenous cases).

Bahkan, jika dilihat dari grafik epidemiologi, masih terus terjadi peningkatan dan belum ada tanda menurun atau melandai.

“Masih sangat berpotensi terjadi penambahan kasus baru dan bahkan berpotensi terjadi ledakan kasus, jika kubangan bekas tambang ilegal tidak ditutup dan tidak direhabilitasi. Apalagi jika aktivitas pertambangan dengan alat berat oleh masyarakat di tengah hutan masih terus dilakukan,” katanya.

Untuk memutus mata rantai penularan, diperlukan upaya pengendalian, pencegahan penularan, dan pengobatan tepat dan cepat secara serius, komprehensif dan terintegrasi.

Sejumlah langkah yang dapat diambil adalah dengan melakukan rekayasa lingkungan, yaitu penutupan bekas kubangan galian eskavator.

Langkah lain adalah menghentikan aktivitas manusia termasuk kebiasaan bermalam di camp-camp tambang ilegal di seputar area hutan yang merupakan habitat ekosistem alami dari vektor nyamuk Anopheles tersebut.

“Kita juga dapat melakukan pemeriksaan darah secara masif di daerah terdampak, pembersihan lingkungan tempat tinggal masyarakat, penyemprotan dengan insektisida, dan penaburan larvasida pada tempat perkembangbiakan vektor. Pengobatan secara cepat dan tepat juga perlu dilakukan agar tidak terjadi resistensi penyakit yang akan semakin mempersulit penanganan,” jelasnya.

Dia menambahkan, penanggulangan lonjakan kasus Malaria ini tidak dapat dilakukan sendiri oleh sektor kesehatan, mengingat lokasi tambang ilegal yang cukup luas dan tersebar di banyak titik dalam area hutan. Oleh karena itu, dia berharap seluruh stakeholders ikut terlibat untuk mengatasi masalah ini.(chi/jpnn)


Redaktur & Reporter : Yessy Artada

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler