Imigran dari Berbagai Penjuru Menantang Maut demi Tanah Harapan, Amerika Serikat

Senin, 01 Juli 2019 – 23:30 WIB
Imigran asal Afrika di perbatasan AS - Meksiko. Foto: PBS

jpnn.com - Tingginya angka kemiskinan, pengangguran, dan kejahatan membuat penduduk negara-negara di Amerika Tengah mengungsi ke Amerika Serikat (AS). Sayang, perjalanan mereka ke tanah harapan tak semudah membalik telapak tangan.

Saily Yasmin Andino berlari mengejar kereta yang baru melaju di dekat Salto de Agua, Chiapas, Meksiko, Rabu (26/6). Mengenakan baju serbahitam dan sepatu tenis merah, dia berhasil naik ke atas gerbong. Andino tidak sendiri, masih ada puluhan imigran lain di kereta yang sama. Mereka semua punya satu tujuan, mencari suaka di Amerika Serikat (AS).

BACA JUGA: Imigran Afrika Telantar di Perbatasan Amerika Serikat

Selang beberapa jam kemudian, kereta itu berhenti di Tacotalpa, Tabasco. Gadis 19 tahun itu turun untuk membeli makanan. Ketika kereta kembali berjalan, dia bergegas naik. Entah kenapa kereta tiba-tiba berhenti dan mundur. Pegangan Andino terlepas, dia terjatuh di bawah kereta. Tubuh remaja berkulit cokelat itu terbelah menjadi dua sebelum akhirnya terseret sepanjang 90 meter. Orang-orang di atas kereta hanya bisa menjerit histeris.

''Orang-orang berteriak agar mesin kereta dimatikan. Tapi, ia justru melaju kian cepat,'' ujar Catalina Leon Munoz, salah seorang saksi mata, kepada NBC.

BACA JUGA: Menang Comeback Atas Jerman, Swedia Masuk Semifinal Piala Dunia Wanita 2019

BACA JUGA: Imigran Afrika Telantar di Perbatasan Amerika Serikat

Andino yang berangkat dengan harapan tinggi untuk mengubah nasib tak pernah sampai di tanah harapan. Hidupnya berakhir di bawah kereta di Tacotalpa. Dia menambah daftar panjang kematian imigran asal Amerika Tengah yang ingin menginjakkan kaki di AS. Tiap tahun 300-an orang meninggal. Kalau dirata-rata, hampir tiap hari ada satu nyawa melayang.

BACA JUGA: Tampil Lebih Seksi, Belanda Singkirkan Italia di Perempat Final Piala Dunia Wanita 2019

Bagi para imigran, AS luar biasa menarik bila dibandingkan dengan negara mereka yang penuh dengan kejahatan, korupsi, pengangguran, dan perekonomian yang terpuruk. Sebut saja Honduras. Pada 2012 negara itu memecahkan rekor sebagai negara nonperang dengan angka pembunuhan tertinggi. Yaitu, mencapai 7.172 kasus.

Sebagian orang lagi bermigrasi karena gagal panen. Negara-negara Amerika Tengah seperti Honduras, Guatemala, dan El Salvador terkenal sebagai penghasil kopi. Namun, cuaca yang tak mendukung dan harga kopi yang anjlok membuat mereka jadi penganggur.

Banyak cara yang dilakukan penduduk Amerika Tengah untuk sampai AS. Naik di atas kereta barang yang dijuluki La Bestia atau The Beast itu salah satunya. Biasanya imigran berjalan kaki dari Guatemala selama tiga hari sebelum sampai di stasiun. The Beast tak datang setiap hari.

Mereka yang punya uang memilih untuk membeli tiket bus atau membayar orang untuk menyelundupkannya dengan dokumen palsu ke Negeri Paman Sam. Ada pula yang memilih berdesakan di dalam truk dengan ventilasi minimalis. Mereka yang tidak punya uang dan tak ingin membahayakan nyawa dengan menaiki The Beast ataupun truk lebih memilih ikut rombongan karavan imigran.

Apa pun jalur yang ditempuh, perjalanan ke AS kini tak semudah dulu. Tekanan dari AS membuat pemerintah Meksiko getol merazia berbagai lokasi dan mendeportasi imigran yang tak punya dokumen lengkap.

Kamis (27/6) 100 tentara dan petugas imigran dikerahkan untuk merazia KA. Puluhan imigran yang naik di atas gerbong ditangkapi. Sekitar 500 imigran lainnya ditangkap saat razia di hotel, terminal bus, dan jalan tol. Di Veracruz, 134 imigran di dalam trailer diamankan. Mereka ketahuan setelah berusaha menjebol pintu trailer yang dikunci dari luar. Mayoritas dalam kondisi lemas karena dehidrasi.

Meksiko memang harus berjuang keras jika tidak ingin ekonominya terpuruk. Presiden AS Donald Trump mengancam akan menerapkan tarif atau pajak 5 persen pada semua produk Meksiko yang masuk negaranya. Jika gagal, tarifnya bisa terus naik hingga 25 persen. Bagi Meksiko, itu pukulan keras. Sebab, selama ini mayoritas produk mereka dijual ke AS.

Karena itu, Presiden Meksiko Andres Manuel Lopez Obrador mengerahkan sekitar 6 ribu Garda Nasional. Mereka ditempatkan di wilayah perbatasan bagian selatan untuk menghentikan arus imigran agar tak sampai ke AS. ''Kami sudah melakukan penangkapan di penjuru negara bagian,'' ujar Delegasi Institut Imigrasi Veracruz Edgar Gonzalez Suarez seperti dikutip AP. Mayoritas yang tertangkap adalah warga Honduras dan Guatemala.

Kalau toh mereka berhasil sampai di perbatasan Meksiko-AS, perjalanan selanjutnya juga tak mudah. Pemerintah AS sangat ketat menyeleksi para pencari suaka. Dibutuhkan waktu berminggu-minggu, bahkan berbulan-bulan, sebelum mereka diproses. Mereka yang tak sabar memilih untuk menyeberang secara ilegal dan bertemu maut dalam wujud yang lain, tenggelam.

Oscar Alberto Martinez Ramirez dan putrinya yang masih berusia 23 bulan, Valeria, adalah contohnya. Mereka tewas tenggelam dalam kondisi berpelukan. Direktur Sementara Badan Layanan Kependudukan dan Imigrasi AS Ken Cuccinelli justru menyalahkan keputusan Alberto yang memilih menyeberangi Sungai Rio Grande. ''Alasan tragedi itu terjadi di perbatasan karena ayahnya tidak mau menunggu untuk proses suaka secara legal,'' tegas pejabat 50 tahun tersebut.

Tapi, bagi para imigran, bukan itu masalahnya. Bagi mereka, tinggal berbulan-bulan di Meksiko tanpa kejelasan adalah siksaan. Mereka tidak bisa mencari kerja dan tinggal di tempat yang jauh dari kata layak. Bagi mereka, American Dream benar-benar sebuah mimpi yang tak pernah jadi nyata. (Siti Aisyah/c10/dos)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Pilpres AS 2020: Eks Wakil Obama Dikeroyok Para Pemburu Tiket Demokrat


Redaktur & Reporter : Adil

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag

Terpopuler