Imigran Venezuela Ditolak di Mana-Mana

Senin, 20 Agustus 2018 – 23:55 WIB
Warga Venezuela mengantre untuk masuk ke wilayah Kolombia. Foto: Reuters

jpnn.com, IPIALES - Nasib imigran asal Venezuela terkatung-katung. Kolombia memperketat perbatasan. Penduduk Brasil mengusir dan menyerang mereka. Sementara itu, Ekuador dan Peru mengambil langkah yang lebih ekstrem. Imigran asal Venezuela tak boleh masuk jika tak memiliki paspor.

Kebijakan Peru baru diterapkan pada 25 Agustus nanti, sedangkan Presiden Ekuador Lenin Moreno memberlakukan aturan tersebut sejak Sabtu (18/8) pukul 12.00.

BACA JUGA: Ekonomi Amburadul, Venezuela Ogah Ganti Presiden

Sebelumnya, penduduk Venezuela bisa masuk hanya dengan menunjukkan kartu identitas. Mereka melakukan perjalanan darat dari negaranya ke Kolombia, Ekuador, dan berhenti di Peru ataupun Cile. Beberapa imigran memiliki kerabat di dua negara itu.

Keputusan Ekuador dan Peru disesali banyak pihak. Baik imigran, pemerintah Kolombia, maupun PBB. Wakil Ketua Perwakilan UNICEF di Ekuador Jorge Enrique Quiñónez mengungkapkan, dirinya paham alasan di balik kebijakan baru tersebut.

BACA JUGA: Krisis Ekonomi, Telur Ayam Jadi Bonus Gaji

Ekuador mempertimbangkan masalah keamanan. Tapi, dia juga meminta pemerintah Ekuador agar mempertimbangkan situasi imigran asal Venezuela.

’’Venezuela tidak mengeluarkan kartu identitas (paspor, Red) untuk penduduk yang meninggalkan negara itu,’’ ujarnya sebagaimana dilansir Reuters.

BACA JUGA: Venezuela Tambah Musuh, Usir Dubes Brasil dan Kanada

Bagi Kolombia, kebijakan Ekuador akan membuat para imigran terjebak di perbatasan negaranya. Selama 15 bulan terakhir, setidaknya satu juta penduduk Venezuela telah masuk ke Kolombia. Per hari sekitar 4 ribu imigran memasuki Ekuador.

Direktur Badan Migrasi Kolombia Christian Kruger Sarmiento menyebut langkah yang diambil Ekuador hanya akan menciptakan masalah baru. Para imigran biasanya tak berhenti ketika ada larangan, tapi mencari jalan lain untuk menyiasati situasi.

’’Mereka tidak meninggalkan negaranya untuk bersenang-senang, tapi karena kebutuhan,’’ tegas Sarmiento. Kolombia sudah lebih dulu memperketat imigran yang masuk. Dengan kata lain, imigran yang sampai di Ekuador sudah disaring dulu.

Banyak imigran yang tak tahu dengan kebijakan baru tersebut. Sabtu pagi sekitar 300 imigran Venezuela sudah mengantre di pintu perbatasan Rumichaca yang terletak di dekat Kota Ipiales, Kolombia, untuk masuk ke Ekuador. Mayoritas tertahan karena hanya membawa kartu pengenal biasa. Di antaranya, Gabriel Malavolta dan tunangannya, Yenny.

Malavolta melakukan perjalanan darat selama tiga hari untuk bisa sampai di Rumichaca. Dia memiliki paspor, tapi tidak dengan tunangannya. Pria 50 tahun itu serbasalah. Dia tak ingin pulang ke negaranya, tapi juga tak bisa masuk Ekuador. Pria yang bekerja sebagai montir tersebut tak ingin meyeberang sendirian dan membiarkan tunangannya pulang serta kelaparan di Venezuela.

’’Anda tak tahu seperti apa di Venezuela. Seluruh keluarga makan makanan sisa dari tempat sampah,’’ ujarnya sebagaimana dikutip BBC.

Malavolta tak sendiri. Setiap menit kian banyak orang yang mengalami nasib serupa seperti dia dan tunangannya. Kini para imigran yang tak bisa masuk ke Ekuador itu kebingungan. Mereka tak tahu apa yang harus dilakukan.

Secara terpisah, sejak awal bulan, Brasil menutup sementara pintu perbatasannya dengan Venezuela. Penutupan tersebut sepertinya bakal berlangsung lama. Sebab, Sabtu terjadi keributan antara penduduk dan imigran. Warga Brasil menyerang kamp pengungsian sementara penduduk Venezuela di Pacaraima.

Serangan itu bermula dari kemarahan warga karena Raimundo, pemilik restoran setempat, telah dirampok, ditusuk, dan dipukuli empat warga Venezuela Jumat malam (17/8). Uang USD 5.800 atau setara Rp 84,7 juta diambil. Penduduk Brasil tak terima dan akhirnya menyerang tempat pengungsian sementara imigran Venezuela.

Barang-barang yang ditinggalkan imigran asal Venezuela dibakar. Para imigran tersebut dipaksa kembali ke perbatasan sisi Venezuela. Warga juga mencoba memblokade satu-satunya jalan yang menghubungkan dua negara.

Imigran Venezuela yang diusir itu membalas. Mereka menyerang sekitar 30 penduduk Brasil yang tengah berbelanja di wilayah perbatasan Venezuela. Kementerian Luar Negeri Venezuela tak terima. Mereka meminta keselamatan penduduknya dijamin.

Serangan yang terjadi ditengarai disebabkan xenofobia atau ketakutan terhadap orang asing. Sementara itu, oposisi Venezuela memanfaatkan momen tersebut untuk menyerang Presiden Venezuela Nicolas Maduro.

’’Satu-satunya yang bertanggung jawab atas tragedi itu adalah Maduro dan gengnya,’’ cuit politikus oposisi Ismael Garcia. (sha/c22/ami)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Fenomena di Amerika Latin, Pemerintah Terpuruk


Redaktur & Reporter : Adil

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler