jpnn.com - PONTIANAK - Ratusan buruh di Entikong, Kabupaten Sanggau, kehilangan mata pencariannya. Gara-garanya perusahaan importir tak lagi beroperasi. Manajemen terpaksa merumahkan buruhnya lantaran perusahaan tak lagi beraktivitas.
Direktur PT Setia Gunung Benun (SGB), Marsiana Erna, mengatakan bahwa ada ratusan buruh di bawah kendali perusahaannya terpaksa dirumahkan.
BACA JUGA: Pembunuh Pengurus Masjid Ditangkap Usai Terlacak di Facebook
"Mereka adalah warga perbatasan yang menjadi buruh muat dan bongkar barang serta supir di perusahaan," katanya di Pontianak, Sabtu (16/8).
Menurut Marsiana, tindakan merumahkan buruh yang didominasi warga kampung di perbatasan ini sebagai akibat dari terhentinya aktivitas operasional PT SGB. Tercatat, para buruh itu sudah tidak bekerja sejak tiga bulanan lalu.
BACA JUGA: Enam Polres di Jabar Siaga Jelang Putusan MK
"Sejak ada kebijakan barang tak boleh masuk ke Indonesia dari Malaysia via Entikong, aktivitas kami secara otomatis terhenti. Dan ini berdampak pada para pekerja yang sudah kehilangan pekerjaannya," ucap Marsiana.
Menurutnya, sejumlah upaya sudah dilakukan oleh manajemen PT SGB termasuk dengan mendatangi Kantor Bea Cukai di Entikong.
BACA JUGA: Dua Kompi Brimob Kaltim Siap Bergeser ke Jakarta
"Kami sudah tanyakan barang apa saja yang boleh dan tidak boleh diimpor. Dari situ baru kami ajukan dokumen. Namun pihak BC tidak merespon. Akhirnya kami tak bisa berbuat apa-apa," kata Marsiana.
Dia berharap, semua pihak dapat bersinergi untuk mencari solusi agar perusahaan importir dapat segera beroperasi. Selanjutnya, perusahaan juga dapat kembali mempekerjakan buruhnya yang sudah menganggur berbulan-bulan.
Kondisi ini mengundang perhatian tokoh masyarakat Entikong HR Thalib (66). Menurutnya, semua ini berkaitan dengan regulasi yang ada. Border Trade Agreement Malaysia - Indonesia adalah produk tahun 1970 dan tidak ada perubahan. Masyarakat perbatasan diberi kebebasan berbelanja kebutuhan pokok RM600 di Malaysia.
Dijelaskan, regulasi lainnya terkait dengan Permendag No 61 tahun 2013 tentang ketentuan impor barang tertentu.
"Saya sudah katakan ke Presiden SBY kalau Entikong sangat layak jadi pelabuhan darat ekspor impor. Dan saya dukung itu"ÃÂ tegasnya saat dihubungi.
Tapi sampai hari ini sudah menjelang akhir jabatannya belum juga ada realisasi apa-apa dari regulasi itu. Akibatnya, muncul masalah seperti dialami perusahaan importir yang ada. Masyarakat perbatasan kembali jadi korban karena perusahaan tak lagi beroperasi.
"Padahal, di sini lapangan kerja sangat sulit. Masyarakat kita hanya bisa cari uang di border sana," kata Thalib.
Dia minta pemerintah, khususnya presiden agar lebih peduli terhadap kondisi masyarakat di perbatasan dengan memberikan regulasi yang jelas.
"Saya juga heran wakil rakyat kita di parlemen itu kerja apa saja. Kenapa mereka tidak peduli dengan warga di perbatasan," ucapnya.(hen)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Terseret Kasus Cabul, Kades Dinonaktifkan
Redaktur : Tim Redaksi