Impor Minyak Mentah Butuh USD 60 Juta per Hari

Selasa, 11 September 2018 – 00:55 WIB
Uang dolar AS. Ilustrasi Foto: AFP

jpnn.com, JAKARTA - Impor minyak mentah menjadi salah satu penyumbang terbesar kebutuhan Dolar AS. Karena itu, Institute for Development of Economics and Finance (Indef) menekankan perlunya pengurangan impor minyak mentah guna menekan defisit transaksi berjalan guna membantu penguatan Rupiah.

Ekonom Indef Bhima Yudistira mengatakan secara rata-rata Indonesia harus mengimpor minyak sebanyak 800 ribu barel per hari.

BACA JUGA: Cadangan Devisa Terendah sejak Januari 2017

“Jika harga minyak dunia diangka USD 75 per barel, lalu dikalikan maka kebutuhan Dolar untuk impor minyak mentah sebesar USD 60 juta per hari. Ini sangat menguras sekali valas (valuta asing) dalam negeri,” ujarnya.

Dia menyatakan program B20 atau pencampuran BBM (Bahan Bakar Minyak) dengan biodiesel sebesar 20 persen cukup bagus dalam mengurangi impor minyak mentah. Hanya saja, pemerintah menurutnya memang perlu memperhatikan kesiapan SPBU (Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum) maupun mesin kendaran non PSO (Public Service Obligation).

BACA JUGA: Presiden Ingatkan Pentingnya Menjaga Cadangan Devisa

Sebab, tidak dipungkiri biodiesel dari turunan minyak sawit memang memiliki kelemahan disuhu tertentu akan membeku.

Jika pemerintah memaksa kendaraan non PSO menggunakan B20 maka menurutnya juga diperlukan insentif. “Ketergantungan minyak harus dikurangi dengan mempercepat konversi gas dan percepat peningkatan energi baru terbarukan,” imbuhnya.

BACA JUGA: Jokowi: Pariwisata Mampu Memperkuat Cadangan Devisa

Di sisi lain, pemerintah juga terus meminta agar Pertamina segera mempercepat pembangunan kilang guna menekan impor BBM.

Selain meningkatkan ketahanan energi nasional, pembangunan kilang juga akan memberikan nilai efisiensi cukup signifikan dari sisi cracking cost atau biaya pengolahancrude menjadi BBM yang mencapai hingga USD 13 per barel.

“Jika kita impor crude, menghindari impor BBM untuk diolah di kilang Pertamina. Maka, akan terdapat selisih harga antara impor crude dan BBM (cracking cost) biasanya sekitar USD 10 hingga USD 13 per barel,” ujar Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar.

Jika saat ini misalnya harga crude WTI atau Brent sebesar USD 70 per barel, maka per barel harga produk itu ditambahkan USD 10 hingga USD 13 sebagai biaya pengolahan crude menjadi produk BBM. Harga BBM pun akan mencapai USD 80 hingga USD 83 per barel.

"Biaya pengolahan crude menjadi BBM atau cracking cost itulah yang dapat diefisienkan jika kita impor crude dan mengolahnya di kilang Pertamina," jelas Arcandra.

Pemerintah melalui PT Pertamina (Persero) berencana melaksanakan 4 proyek Kilang RDMP yaitu Kilang Cilacap, Balikpapan, Dumai dan Balongan.

Untuk mempercepat rencana tersebut, Pemerintah telah menetapkan dukungan legalitas pembangunan kilang melalui Peraturan Presiden Nomor 146 Tahun 2015 tentang Pengembangan dan Pembangunan Kilang Dalam Negeri yang mengatur tentang skema pendanaan, pengadaan lahan, off taker product dan tax holiday. (vir)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Pak Jokowi Tegaskan Indonesia Sedang Sangat Butuh Dolar


Redaktur & Reporter : Soetomo

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler