jpnn.com, JAKARTA - Ketua DPR RI Bambang Soesatyo mengatakan bahwa impor beras atau pangan tidak haram asal memenuhi beberapa persyaratan. Di sisi lain, politikus Golkar yang karib disapa Bamsoet itu juga merasakan kegelisahan di masyarakat terkait masih adanya impor beras ke Indonesia.
Kebijakan impor beras bukan baru kali pertama dilakukan, namun sudah ada sejak berbagai era pemerintahan terdahulu. Walaupun Indonesia dikenal subur tanah dan kaya alamnya, kebijakan impor beras menjadi sisi dilematis yang selalu terjadi di setiap pemerintahan.
BACA JUGA: DPR Akan Kawal Serbuan TKA
"Kebijakan impor beras menjadi polemik karena belum adanya data pangan yang valid dan menjadi rujukan semua stakeholders. Tak jarang masih terjadi ribut di kalangan internal pemerintah sendiri mengenai mana data yang valid. Karena itu saya minta perlu adanya transparansi, baik dari data maupun kegunaan beras impor. Sehingga masyarakat memahami dan tidak menimbulkan spekulasi adanya pihak tertentu yang mengambil keuntungan dari kebijakan impor beras ini," ujar Bamsoet saat menjadi narasumber seminar nasional "Ketersediaan Pangan, Swasembada vs Impor" di Kantor Badan Pemeriksa Keuangan RI, Jakarta, Senin (21/5).
Hadir sebagai pembicara lain, Menteri Pertanian Amran Sulaiman dan Anggota IV Badan Pemeriksa Keuangan Rizal Djalil.
BACA JUGA: Target DPR, RUU Antiterorisme Disahkan Jumat
Bamsoet menjelaskan secara peraturan perundangan, UU Pangan memang tidak melarang impor jika memenuhi syarat dan untuk kepentingan nasional. Antara lain, produksi nasional tidak mencukupi kebutuhan, serta adanya kenaikan harga di pasar. Namun, pemerintah tidak bisa terus menerus bergantung kepada impor. Perlu berbagai pembenahan yang serius sehingga bangsa Indonesia bisa berdaulat di bidang pangan.
"Kedaulatan pangan merupakan wujud dari kemerdekaan kita dari ketergantungan terhadap negara lain. Ketersediaan pangan merupakan pangkal upaya mewujudkan kedaulatan pangan. Modal utama dalam mewujudkan ketersediaan pangan adalah kekayaan sumber daya yang beragam, teknologi dan kemitraan strategis," papar Bamsoet.
BACA JUGA: Akhiri Ketidaksinkronan Data Produksi dan Konsumsi Pangan
Mantan Ketua Komisi III DPR RI ini menjelaskan kedaulatan pangan menghadapi tantangan yang berat. Pasalnya, kecenderungan penawaran semakin menurun, sementara permintaan semakin meningkat.
"Produksi pangan menghadapi banyak kendala fisik, ekonomi dan lingkungan. Sementara permintaan pangan akan terus tumbuh terkait pertumbuhan penduduk, kemajuan ekonomi, perkembangan global hingga perubahan iklim yang ekstrim," kata Bamsoet.
Dia memaparkan kebijakan kedaulatan pangan memerlukan political will yang kuat, konsisten serta berkelanjutan. Kesamaan pandangan antara pemerintah dengan DPR, maupun di antara pemerintah sangatlah penting.
"Untuk mewujudkan kedaulatan pangan perlu investasi yang besar. Karena itu perlu dijalin kemitraan strategis antara pemerintah dan swasta, terutama untuk menyediakan prasarana dan sarana, inovasi teknologi, peningkatan kapasitas SDM serta distribusi dan logistik pangan," tutur Bamsoet.
Dia memastikan DPR terus mendukung berbagai upaya pemerintah dalam mewujudkan kedaulatan pangan. Berbagai kebijakan pro petani yang dilakukan pemerintah melalui Kementerian Pertanian juga selalu direspon positif oleh DPR RI. Di tahun anggaran 2017, dari total alokasi Rp22,65 triliun, sebanyak 85 persen atau Rp19,3 triliun digunakan untuk belanja sarana dan prasarana (Sarpras) petani.
"Baru kali ini 85 persen anggaran digunakan untuk Sarpras. Di tahun-tahun lalu, misalnya pada tahun 2014, belanja Sarpras hanya 35 persen dari total anggaran Kementerian Pertanian atau sebesar Rp5,4 triliun. Presiden Jokowi telah menggalakan refocusing anggaran. Inilah yang akan menjadi pondasi kita dalam mewujudkan kedaulatan pangan ke depan," pungkas Bamsoet. (adv/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Pemerintah Diminta Mampu Jaga Ketahanan Pangan
Redaktur : Tim Redaksi