jpnn.com, JAKARTA - Aturan Standar Nasional Indonesia (SNI) Wajib untuk pelumas otomotif sebentar lagi rampung oleh Kementerian Perindustrian (Kemenperin). Namun di balik itu, Perhimpunan Distributor dan Importir Pelumas Indonesia (PERDIPPI) justru menolak keras.
Banyak alasan pemerintah terkait SNI Wajib pelumas yang dianggap PERDIPPI tidak sesuai dengan kenyataannya.
BACA JUGA: SNI Wajib Pelumas, Importir Oli Meradang
Salah satu yang disoroti ialah kelayakan alat ukur atau pengujian yang dilakukan pemerintah.
Menurut Ketua Umum PERDIPPI Paul Toar, bahwa kualitas pelumas impor yang saat ini mereka bawa ke Indonesia sejatinya sudah memenuhi standar kualitas yang baik.
BACA JUGA: SNI Wajib Pelumas Hingga Akhir 2018, Ini Sanksi Jika Bandel
Terlebih proses produksi pelumas impor telah melalui proses pengujian laboratorium Lemigas (Lembaga minyak dan gas bumi) dengan 14 parameter uji kimia fisika, sebelum diizinkan beredar.
Terkait proses mendapatkan sertifikat SNI yang dikeluarkan oleh LSPro (Lembaga Sertifikasi Produk) yang sudah diakreditasi KAN (Komite Akreditasi Nasional), lanjut Paul, tidaklah relevan.
BACA JUGA: Pertama, Shell Rilis Pelumas Berstandar SNI
Pasalnya terang Paul, dalam hal mau memberikan sertifikasi SNI pelumas, LSPro perlu menguji 14 parameter fisika/kimia pelumas, yang sampai saat ini laboratorium LSPro belum memadai dalam hal pengujian tersebut.
"LSPro hingga saat ini belum memiliki kemampuan menguji 14 parameter fisika/kimia pelumas. Yang sudah ada dan lengkap baru laboratorium milik Lemigas," katanya.
Nah, sementara proses produksi pelumas impor yang dibawa importir telah melalui proses pengujian laboratorium Lemigas dengan 14 parameter uji kimia/fisika, sebelum diizinkan beredar.
Pengujian terhadap 14 parameter semua pelumas termasuk yang sudah ada SNI-nya telah dilakukan dalam rangka memperoleh sertifikasi NPT (Nomor Pelumas Terdaftar).
Kita ketahui, terang Paul, bahwa bagi semua pelumas yang sudah ada SNI-nya, maka semua persyaratan fisika/kimia pada SNI sudah dimasukkan lengkap sebagai persyaratan untuk mendapatkan NPT, sehingga SNI sebagai sertifikasi tersendiri tidak relevan.
"Artinya, regulasi pelumas yang ditetapkan pada tahun 1998 yakni NPT, di mana standar SNI juga dimasukan di regulasi itu," pungkas Paul. (mg8/jpnn)
Redaktur & Reporter : Rasyid Ridha