Indahnya Curug Bajing, Air Terjun di Pekalongan

Minggu, 14 Desember 2014 – 06:02 WIB
BERDAYA GUNA: Sebagian pengunjung merasakan embusan air dingin yang dihasilkan derasnya air terjun itu untuk relaksasi. Muhammad Hadiyan/Radar Pekalongan/JPNN.com

jpnn.com - Curug Bajing baru dikenal masyarakat luas. Namun, kecantikannya sudah banyak memikat para pengunjung di Eko Wisata Petungkriyono.

Menyebut air terjun di Jawa Tengah, orang akan mengingat Grojogan Sewu di Kabupaten Karanganyar. Namun, sebenarnya ada air terjun yang tidak kalah indah. Ya, namanya Curug Bajing. Air terjun itu terletak di Desa Tlogopakis, Kecamatan Petungkriyono, Kabupaten Pekalongan.

BACA JUGA: Christina Avanti, Peneliti Hormon Cinta yang Mendunia

Panorama air terjun yang dihiasi aliran air bertingkat dengan batu besar membentuk perosotan air tersebut semakin memanjakan mata para pengunjung. Dari kantor Kecamatan Petungkriyono, pengunjung hanya membutuhkan waktu 10 menit untuk menuju ke objek wisata tersebut. Setelah sampai di sana, ada beberapa warga yang siap menyediakan jasa parkir kendaraan.

Setelah dari parkiran, giliran kaki yang bertugas menyusuri jalan setapak dengan jarak sekitar 300 meter menuju Curug Bajing. Medan yang ditempuh menuju ke air terjun tergolong mudah.

BACA JUGA: Libatkan Seluruh Pegawai Pemkab Jadi Tenaga Marketing

Beberapa rombongan pengunjung tampak terlihat di tepian air terjun. Sebagian di antara mereka menyatakan, embusan air dingin yang dihasilkan derasnya air terjun itu sangat pas untuk relaksasi. Anak-anak sekitar pun menggunakan hari libur sekolah mereka dengan bermain luncuran air di lokasi tersebut.

Meski dingin, orang-orang tetap datang untuk menikmati air di curug itu. Namun, hanya sedikit yang berani lantaran kedalaman air di bawah curug mencapai 7 meter. Selain itu, debit airnya cukup besar.

BACA JUGA: Sepakbola Inggris, Magnet Wisata yang Menguras Kantong

Sebagian besar pengunjung hanya berani mandi sekitar 100 meter dari air terjun sembari menikmati derasnya luncuran air. Bukan hanya itu, banyak juga yang mengabadikan momen tersebut dengan berfoto, seakan tidak ingin melewatkan kesempatan di dekat Curug Bajing.

Salah seorang pengunjung asal Kedungwuni, Pekalongan, Erfani Zuhrufila, 24, mengungkapkan bahwa dirinya baru kali pertama mengunjungi Curug Bajing. Dia menyatakan senang bisa melihat keindahan air terjun tersebut.

’’Saya tidak menyangka di Pekalongan ada air terjun secantik ini. Saya harap nuansa alami tetap terjaga dan tidak banyak berubah agar tidak merusak alam di Petungkriyono,’’ kata Fani, sapaan akrabnya.

Selain itu, dia berharap fasilitas pengunjung bisa segera terpenuhi. Misalnya, toilet, kamar ganti, dan tempat ibadah. ’’Banyak teman, khususnya perempuan, yang merasa sulit melakukan kebutuhan MCK. Sebab, di sini belum ada toilet,’’ jelasnya.

Minum Kopi Robusta sambil Donasi

HAWA dingin paling cocok jika disuguhi makanan dan minuman yang hangat. Minum kopi menjadi pilihan utama jika berkunjung ke kawasan Curug Bajing. Jenis kopinya pun robusta yang merupakan hasil olahan warga setempat.

Masyarakat membiarkan tanaman kopi untuk tumbuh secara alami di antara hutan tropis seluas 3.000 hektare. Hutan tersebut mengelilingi halaman depan dan belakang permukiman warga. Jadi, wajar jika kopi menjadi salah satu penopang ekonomi masyarakat.

Apalagi, kesadaran warga setempat untuk menjaga kelestarian flora dan fauna semakin meningkat. Itu terlihat pasca kedatangan Kelompok Studi dan Pemerhati Primata Yogyakarta (KSPPY).

Jadi, eksplorasi hasil hutan tidak lagi dilakukan warga sejak beberapa tahun terakhir. Arif Setiawan, salah seorang anggota KSPPY, mengungkapkan setidaknya ada 30 keluarga di dusun tersebut yang memiliki kebun kopi seluas 1–2 hektare. Di antara 70 petak kebun kopi, rata-rata 1 hektare mampu menghasilkan sekitar 500 kg biji per tahun.

Pengolahan kopi ala masyarakat Gayo, Aceh, pun sudah diperkenalkan kepada masyarakat agar biji yang dihasilkan lebih berkualitas. Dengan begitu, harga pasar bisa terdongkrak.

Menurut Arif, kopi tersebut juga sudah pernah diikutkan dalam pameran mancanegara dan telah dikenal sebagai salah satu kopi organik hutan. Namun, lanjut dia, yang terpenting bukan penjualan produk itu, melainkan pesan untuk donasi dari hasil penjualan kopi bagi konservasi hutan. Khususnya owa jawa dan kera kecil yang menjadi khas Pekalongan.

’’Kemasan kopi ini juga diberi keterangan tentang asal-usul kopi di hutan serta keanekaragaman satwa langka di dalamnya,’’ jelas Arif.

Hutan Lindung Petungkriyono yang mengelilingi perdusunan Sokokembang merupakan surga bagi satwa endemik seperti owa jawa, surili, elang jawa, dan lutung. Populasi owa jawa yang masih tersisa di hutan tersebut hanya tinggal 50 ekor dengan tingkat kerapatan 7,57 ekor per kilometer.

’’Setidaknya, dengan kopi owa jawa khas Sokokembang ini, kita dapat mengampanyekan program penyelamatan hutan dan konservasi primata owa jawa yang populasinya hampir punah,’’ ungkapnya. (yan/JPNN/c15/diq)

 

BACA ARTIKEL LAINNYA... Tinggalkan Australia demi Mengurus Anak Miskin di Tanah Air


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler