Indahnya Senandung Lonceng Gereja dan Azan Beriringan di Kampung Sawah

Senin, 18 Juli 2022 – 16:23 WIB
Tiga rumah ibadah simbol Segitiga Emas di Kampung Sawah, Bekasi Foto: Dika Rahardjo/JPNN

jpnn.com, BEKASI - Kampung Sawah di Kecamatan Pondok Melati, Bekasi, Jawa Barat, bukan sekadar nama wilayah biasa. Kampung itu menyimpan sejarah panjang tentang kisah toleransi beragama turun-temurun di antara warganya.

Laporan Natalia Fatimah Laurens, Bekasi

BACA JUGA: Mahyudin: Buya Syafii Konsisten Perjuangkan Semangat Toleransi

KAMPUNG yang berbatasan dengan wilayah Jakarta Timur itu sudah terkenal dengan kehidupan toleransi beragama sejak dibangunnya tiga rumah ibadah dengan jarak saling berdekatan.

Tiga rumah ibadah itu ialah Gereja Kristen Pasundan (GKP) Kampung Sawah,  Gereja Servatius, dan Masjid Agung Al-Jauhar Yasfi.

BACA JUGA: Ganjar Pranowo Mengunjungi Kampung Pancasila Lalu Bicara Soal Toleransi

GKP Kampung Sawah yang dibangun pada 1874 merupakan rumah ibadah tertua di kawasan itu. Adapun Gereja Servatius didirikan pada 1896, sedangkan Masjid Agung Al-Jauhar Yasfi dibangun pada 1965.

Warga setempat menamai lokasi tiga rumah ibadah yang berdekatan itu ini dengan julukan Segitiga Emas. Lokasi dua gereja dan satu masjid itu membentuk garis segitiga imajiner.

BACA JUGA: Hadiri Dharma Santi Nyepi 2022, Bamsoet Ucapkan Kalimat Menyejukkan soal Toleransi

Selain tiga rumah ibadah itu, ada juga dua gereja kecil umat Kristen Protestan yang juga tak jauh dari masjid.

Seorang tokoh agama GKP Pasundan, Budiman Dani, mengatakan gerejanya adalah bangunan rumah ibadah tertua di Kampung Sawah.

Dani, sapaan akrabnya, menuturkan keluarganya yang beragama Kristen tergolong minoritas di kampung tersebut. Namun, dia maupun keluarganya tak pernah sekalipun terusik meski menjadi minoritas .

“Kakek saya sudah menjadi pendeta di GKP Pasundan sejak 1937 sampai dengan 1972. Kami turun-temurun menjadi pengurus gereja di sini,” ujar pria yang juga pensiunan kepala sekolah negeri tersebut.

Pria berusia 68 tahun itu masih aktif menjadi pengurus GKP Pasundan Kampung Sawah. Pria berambut putih itu mengatakan umat GKP Pasundan selama ini berbaur dan hidup rukun dengan warga setempat.

Tokoh agama Kristen Protestan GKP Pasundan di Kampung Sawah, Budiman Dani

Umat GKP Kampung Sawah juga sering menghadiri kegiatan-kegiatan pemeluk agama lainnya. Menurut Dani, gerejanya sering mengundang para tokoh muslim Betawi di Kampung Sawah untuk menghadiri acara yang diselenggarakan umat Kristen setempat.

“Biasanya kami mengundang kalau ada acara-acara khusus. Begitu juga bila ada acara di masjid, kami diundang. Saat acara-acara seperti Idulfitri, kami juga datang memberi selamat untuk umat Islam di sini,” tutur Dani.

Selain kegiatan bersama, kata Dani, umat beragama di Kampung Sawah juga bergabung dalam forum kerukunan dengan sesama warga lainnya.

“Kami juga selalu mengingatkan umat untuk menjaga toleransi yang sudah dijaga bahkan hingga ratusan tahun,” tambahnya.

Keindahan toleransi beragama di Kampung Sawah bukan sekadar klaim. Tepat pukul 12.00 siang, lonceng Gereja St. Servatius berbunyi.

Beberapa menit sebelumnya, suara azan berkumandang dari Masjid Agung Al-Jauhar Yasfi. Suara azan dan lonceng terdengar bergantian.

Tak lama setelah azan terdengar, warga muslim Kampung Sawah yang bersarung dan bergamis putih berbondong-bondong  melewati gereja menuju ke masjid untuk beribadah.

Beberapa di antara mereka  menyempatkan diri menyapa penjaga gereja yang sedang duduk bersama dua ekor anjing di pagar depan.

JPNN.com juga memasuki Gereja St. Servatius dan menemui pastor paroki setempat, Romo Yohanes Wartaya SJ. Penampilannya tampak berbeda dari pastor pada umumnya.

Romo Yohanes memakai kopiah hitam layaknya warga muslim di Kampung Sawah. Di kopiahnya terpasang emblem Garuda Pancasila.

Menurut Romo Yohanes, memakai kopiah atau peci merupakan kebiasaannya. Dia menjelaskan umat Katolik setempat biasa berbaur dengan budaya Betawi yang kental.

Pemuka agama Katolik Gereja St. Servatius, Romo Yohanes Wartaya SJ.

Umat Katolik asli Kampung Sawah juga terbiasa berkopiah saat ke gereja maupun kegiatan keagamaan lainnya.

“Dahulu saya beranggapan orang yang memakai peci itu pasti saudara kita muslim. Namun, sekarang saya mulai familiar melihat umat Katolik berpakaian ala Betawi termasuk memakai peci. Umat di sini suka disebut umat Katolik Betawi Kampung Sawah,” ujar Romo Yohanes.

Oleh karena itu, budaya Betawi pun mewarnai perayaan ibadah umat Katolik di Gereja St Servatius. Dalam beberapa kesempatan perayaan khusus, jemaat Gereja St. Servatius memakai pakaian tradisional dan mendekorasi tempat ibadah mereka seperti pesta-pesta warga Betawi.

“Gereja memang berada di tengah-tengah kemajemukan di Kampung Sawah ini. Satu dengan yang lain di sini saling menghargai dan memiliki semangat menjaga perbedaan dan menyatukan. Sama-sama mengingatkan kita adalah sesama manusia ciptaan Tuhan. Kami semua bersaudara dalam kemanusiaan,” sambung Romo Yohanes.

Romo yang bertugas di Gereja St. Servatius sejak empat tahun lalu itu mengaku sering diundang umat Islam setempat untuk menghadiri kegiatan di masjid, terutama saat Idulfitri dan Iduladha.

Tokoh muslim di Kampung Sawah, KH Rahmaddin Afif, mengatakan umat Islam setempat  sudah terbiasa hidup berdampingan dengan umat beragama lain.

“Jangan kaget kalau di sini rukun-rukun saja. Islam memang mengajarkan kerukunan. Harus kaget kalau di daerah lain malah tidak rukun. Kalau di sini memang selalu rukun saja. Jangan sampai tokoh-tokoh agama yang jadi provokator (Red-membuat tidak rukun),” tutur Rahmaddin.

Abah -panggilan akrab Kiai Rahmaddin- mengatakan dirinya sejak kecil mendapat wejangan dari orang tuanya tentang pentingnya  menghormati umat beragama lain.

Meski tidak sampai mengenyam pendidikan tinggi, umat Islam di Kampung Sawah sangat memahami arti toleransi dalam kehidupan beragama.

“Terpenting itu akhlak. Ibu saya bilang ‘itu yang di sana walaupun agamanya bukan Islam itu saudara kita juga. Kita kudu baik dan akur’. Orang-orang zaman dahulu selalu mengajarkan begitu,” ucap pria yang juga pendiri sebuah sekolah, panti asuhan, dan pondok pesantren di dekat masjid tersebut.

Selain itu, Abah mengaku sering menghadiri kegiatan yang diadakan umat Katolik dan Kristen Protestan di Kampung Sawah.

Tokoh Agama Islam di Kampung Sawah, KH Rahmaddin Afif

Di tengah sejumlah isu SARA yang merebak selama bertahun-tahun tanah air, kata Abah, warga Kampung Sawah dengan ragam kepercayaan itu sama sekali tidak terusik. Warga setempat tetap hidup damai dan saling menghargai.

Abah mengungkapkan di dalam keluarganya juga terjadi pernikahan beda agama. Menurut dia, hal itu tidak menjadi masalah bagi tokoh agama Islam di Kampung Sawah.

“Ibu kandung saya keluarganya berbeda agama. Saudara kandungnya dua muslim, dua Kristen protestan, satu Katolik. Adik ibu saya, seorang Katolik, orang tertua di Kampung Sawah. Usianya 102, baru saja meninggal,” ucap Abah.

Oleh karena itu, Abah mengharapkan kerukunan warga Kampung Sawah tetap terjalin selamanya. Dia memastikan warganya selalu  kompak menangkal berbagai provokasi dari luar.

“Mari kita bersama-sama membangun bangsa ini tanpa kebersamaan tidak mungkin ada keberhasilan. Kita jaga Indonesia kaya raya. Masalah agama itu adalah keyakinan masing-masing. Kami dari Islam mengajarkan tidak boleh memaksakan pihak manapun menjadi Islam. Jadi, kerukunan umat beragama itu penting. Islam pengajian, Kristen kebaktian. Sudah masing-masing. Indah sekali seperti itu,” tuturnya.

Hal senada juga disampaikan tokoh masyarakat asli Kampung Sawah, Jacob Napiun.

Saat bertemu JPNN.com, Jacob tampak memakai pakaian khas Betawi, yakni kemeja putih menyerupai baju koko, celana hitam, dan  selendang batik yang menggantung di lehernya.

Jacob yang beragama Katolik juga memakai kopiah hitam dengan bros lambang Garuda Pancasila. Dia mengatakan para perwakilan agama di Kampung Sawah juga tergabung dalam Forum Umat Beragama (FUB) untuk tetap bersama-sama menjaga toleransi antarumat setempat.

Tokoh Masyarakat Asli Kampung Sawah, Jacob Napiun 

“Sering ada pertemuan-pertemuan antara tokoh agama di sini dan silahturahmi. Kami sudah mewariskan kehidupan toleransi di Kampung Sawah sejak lama. Kami ini pewaris produk nenek moyang kami yang sudah bertoleransi sejak lama,” ujar Jacob.

Menurut Jacob, salah satu faktor penentu kerukunan dan toleransi beragama di Kampung Sawah ialah persaudaraan yang kuat. 

Ketua Majelis Forum Umat Beragama tingkat Kecamatan Pondok Melati itu mengatakan rasa persaudaraan tersebut yang melekat dan merekatkan warga di tengah perbedaan.

Jacob menuturkan di dalam keluarganya juga ada perbedaan agama. Menurutnya, hal itu bukan masalah karena rasa persaudaraan dan persatuan tetap hadir di tengah-tengah keluarga.

Menurut Jacob, Kampung Sawah sering menjadi tempat belajar bagi warga dari luar kota yang hendak melakukan kegiatan studi banding tentang keharmonisan di dalam keanekaragaman budaya dan agama. 

Warga Kampung Sawah sudah terbiasa mengamalkan norma-norma Pancasila

“Warga Kampung Sawah sudah menjalankan kehidupan berpancasila bahkan sebelum Pancasila itu lahir. Sudah bawaan nenek moyang kami,” sambungnya.

Oleh karena itu, menurutnya, wajar jika Kampung Sawah disebut dengan julukan Kampung Pancasila karena kehidupan seperti berpancasila itu sudah lahir sejak ratusan tahun lalu.

“Dahulu kampung kami juga disebut Kampung Persaudaraan sehingga kami juga ada salam persaudaraan bila bertemu,” katanya lalu menirukan salam persaudaraan simbol Kampung Sawah, yakni mengangkat satu tangan dan melambaikan lima jari.

Harapan Jacob ialah kehidupan toleransi di Kampung Sawah bisa menjadi teladan dan contoh bagi umat beragama lainnya di Indonesia. Dia juga menyebarkan informasi tentang kerukunan warga Kampung Sawah dalam berbagai kegiatan nasional tentang toleransi beragama.

“Mau mencontoh Kampung Sawah, silakan. Untuk warga Kampung Sawah, pesan saya, kalau Anda tokoh agama, beragamalah dengan baik. Kalau Anda berbudaya, berbudayalah dengan baik. Kalau Anda masyarakat, bermasyarakatlah dengan baik supaya hidup dan kehidupan ini baik adanya. Salam persaudaraan,” kata Jacob. (flo/jpnn)


Redaktur & Reporter : Natalia

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler