INDEF: Pemda Berlomba Menimbun Uang di Bank

Jumat, 16 Desember 2016 – 18:05 WIB
Tampak para pembicara saat Diskusi Akhir Tahun bertema "Refleksi Bidang Ekonomi 2016" di Gedung Dewan Pers, Jakarta Pusat, kemarin. Diskusi ini diselenggarakan oleh Kaukus Muda Indonesia atau KMI bekerja sama dengan beberapa perbankan dan lembaga mitra. FOTO: IST. for JPNN.com

jpnn.com - JAKARTA - Ekonom Institute for Development of Economic and Finance (Indef) Bhima Yudhistira menilai pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla sudah berjalan dua tahun lebih dan telah menerbitkan 14 paket kebijakan ekonomi, namun belum efektif dirasakan oleh masyakarat.

Menurut Bhima, meski pemerintah pusat menggelontorkan aneka kebijakan untuk membangkitkan gairah perekonomian nasional, pemerintah daerah justru berlomba menimbun uang di bank. Akibatnya, kata dia, ada kesenjangan kebijakan antara pusat dan daerah dalam persoalan ekonomi yang merugikan banyak pihak, termasuk masyarakat dan pengusaha.

BACA JUGA: Superblok POCI Kukuhkan Medan sebagai Kota Bisnis Berkelas Dunia

Penilaian ini disampaikan Bhima Yudhistira saat berbicara dalam Diskusi Akhir Tahun bertema "Refleksi Bidang Ekonomi 2016" di Gedung Dewan Pers, Jakarta Pusat, kemarin. Diskusi ini diselenggarakan oleh Kaukus Muda Indonesia atau KMI bekerja sama dengan beberapa perbankan dan lembaga mitra.

Data yang dirilis oleh pemerintah pusat menyebutkan bahwa serapan anggaran di beberapa daerah sangat jauh dari target. Hingga Juni ini, anggaran yang belum terpakai sebesar Rp 214 triliun. Per 31 Maret 2016, serapan anggaran hanya 8 persen di tingkat kabupaten/kota dan 8,3 persen di level provinsi. Di sisi lain, target yang ingin dicapai adalah 20 persen.

BACA JUGA: Semen Rembang Dinilai Tingkatkan Kesejahteraan Warga

"Adapun Provinsi Jawa Barat, walaupun berada di atas rata-rata nasional, tetap jauh dari pencapaian ideal. Jawa Barat berada di posisi ke-14, dengan serapan anggaran 10 persen, kalah jauh dibanding Provinsi Lampung (16 persen) dan Jawa Timur (17 persen),” kata Bhima.

Menurut dia, masalah timbunan dana pemda di bank ini sebenarnya berasal dari dua faktor utama. Pertama, adanya ketakutan kriminalisasi bagi pejabat di daerah sehingga banyak proyek yang sengaja ditunda.

BACA JUGA: Properti Bergairah, Mitra10 Buka Toko Paling Megah

"Kepala daerah tidak mau mengeluarkan anggaran karena bisa ditangkap KPK. Alasan ini lemah karena sudah ada aturan untuk melindungi kepala daerah dari kriminalisasi, asalkan taat prosedur," katanya.

Kedua, alasan yang sifatnya lebih teknis, seperti ketidaksesuaian perencanaan program dengan realisasi di lapangan yang membuat lelang akhirnya tertunda. Hal ini juga yang membuat Presiden geram dalam rapat pembahasan TPID (Tim Penanggulangan Inflasi Daerah) beberapa waktu lalu.

"Enggannya pemerintah daerah dalam menurunkan anggaran tentu tidak sinkron dengan kebijakan pemerintah pusat yang ingin segera menggenjot perekonomian," katanya lagi.

Karena itu, meski pun di level pusat, sudah ada 14 kebijakan untuk menggerakan sektor riil, mendukung gairah dunia usaha, dan membangkitkan kembali UMKM. Namun jauh panggang dari api, rupanya ada keengganan atau boleh disebut kemalasan daerah untuk sejalan dengan program pemerintah pusat tadi.

"Akibat kurang sinergisnya pemerintah pusat dan daerah tecermin dari kinerja perekonomian saat ini. Pertumbuhan ekonomi pada triwulan II 2016, yang tumbuh 5,18 persen lebih, disebabkan oleh realisasi investasi yang meningkat karena adanya sentimen Brexit dan tax amnesty," ungkap Bhima

Lain halnya dengan Danang Girindrawardhana, Ketua Kebijakan Publik APINDO. Dia menjelaskan bahwa kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah itu hanya membuat para penginvestor berminat untuk menginvestasi kan dana untuk Indonesia tetapi tidak ada yang terealisasikan.

“Kalau Indonesia ingin mendapatkan investasi dari pihak asing lebih baik kebijakan tersebut harus banyak yang direvisi," tegasnya.(fri/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Garuda Target Penumpang Jakarta-Mumbai Capai 80 Persen


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler