Indeks Pangan Indonesia Buruk, Hidayat Nur Wahid Siapkan RUU Bank Makanan

Senin, 22 Februari 2021 – 14:23 WIB
Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid. Foto: Humas MPR RI.

jpnn.com, JAKARTA - Wakil Ketua MPR RI yang juga anggota Komisi VIII DPR RI Hidayat Nur Wahid menyiapkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Bank Makanan yang diperlukan untuk meningkatkan kesejahteraan sosial serta membantu negara.

Salah satunya adalah dengan meningkatkan indeks pangan Indonesia yang berada di titik yang rendah, bahkan dikabarkan lebih buruk dari negara seperti Zimbabwe dan Ethiopia, berdasarkan data Food Sustainability Index 2020.

BACA JUGA: Jokowi Ingin Revisi UU ITE, Hidayat Nur Wahid: Jangan Cuma PHP

Selain itu, RUU Bank Makanan ini diharapkan dapat membantu rakyat yang sedang kesusahan secara sosial dan ekonomi akibat Covid-19, dengan meningkatkan solidaritas dan gotong royong sesama masyarakat melalui kegiatan bank makanan.

“Data Food Sustainability Index 2020 sebut Indonesia bahkan di bawah Zimbabwe dan Ethiopia. Tentu itu sangat mengkhawatirkan,” ujar Hidayat Nur Wahid melalui siaran pers di Jakarta, Minggu (21/2).

BACA JUGA: Antisipasi Dampak Covid-19, HNW Usulkan RUU Bank Makanan Jadi Prioritas

“Bagaimana mungkin negara Indonesia yang dikenal sangat subur dan alamnya kaya raya, justru sebagaimana dinyatakan oleh Rektor IPB Prof Arif Satria ketahanan pangan Indonesia berada di bawah posisi beberapa negara Afrika termasuk Ethiopia?” lanjutnya.

Hidayat berharap pemerintah mengambil langkah serius untuk menangani persoalan tersebut.

BACA JUGA: Rektor IPB: Indeks Ketahanan Pangan Indonesia Lebih Tinggi Dibanding Ethiopia, Filipina dan Pakistan

Menurutnya, pemerintah diwajibkan oleh Pembukaan UUD NRI 1945 untuk melindungi dan memakmurkan seluruh bangsa Indonesia.

Pasal 34 Ayat 1 UUD NRI 1945 bahkan menyebutkan bahwa tugas negara untuk memelihara dan peduli terhadap warganya yang fakir miskin.

“Tentu dengan menghadirkan beragam usaha dan solusi legal yang memungkinkan para fakir miskin terbantu, antara lain dengan suksesnya kegiatan bank makanan itu,” katanya.

Menurutnya, RUU Bank Makanan ini bisa menjadi pelengkap dari wacana revisi UU Pangan yang akan mengatur tata kelola pangan yang lebih baik dan berkelanjutan.

RUU Bank Makanan ini akan fokus kepada bagaimana menjawab persoalan mengenai food loss and food waste (makanan terbuang) yang merupakan salah satu dari indikator indeks food sustainibility tersebut.

“Sangat disayangkan, bahkan pada 2016 dan 2017, the Economist Intellegence Unit juga mengabarkan bahwa Indonesia adalah negara paling mubazir kedua se-dunia. Ironinya, pada sisi yang lain angka kemiskinan di Indonesia terus bertambah dan utang negara juga makin menggunung,” tukasnya.

Wakil Ketua Majelis Syura Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang karib disapa HNW itu mengapresiasi kehadiran lembaga-lembaga food bank di Indonesia, yang mengelola makanan berlebih agar tidak menjadi makanan terbuang sehingga masih bisa dikonsumsi secara layak oleh rakyat yang membutuhkan.

Sehingga dapat mengurangi faktor pemubaziran dan bisa membantu warga dengan makanan yang layak dan masih bergizi.

Lebih lanjut Hidayat menjelaskan praktik bank makanan semacam ini sudah berlaku di banyak negara, seperti di Amerika Serikat dan negara-negara Eropa. Ia menambahkan di Indonesia sudah bermunculan lembaga-lembaga sejenis.

“Namun, belum ada payung hukum yang spesifik melindungi kegiatan mereka yang sangat bermanfaat, agar kegiatan bank makanan yang sangat membantu dan selama ini sudah mereka lakukan tidak terhambat akibat ketiadaan payung hukum” ujarnya.

HNW bahkan memperoleh dukungan dari konstituennya, yakni warga negara Indonesia (WNI) di Amerika Serikat, saat serap aspirasi secara virtual pada Sabtu (20/2).

Ia mengaku akan berdiskusi lebih mendalam terkait hal tersebut dan meminta agar para konsituen memberikan masukan positif terkait aturan hukum dan praktik bank makanan di negara di mana mereka tinggal.

HNW berharap RUU Bank Makanan ini dapat memperoleh masukan-masukan lebih luas.

Ia menuturkan bahwa RUU ini bertujuan untuk mendukung berkembangnya bank makanan di Indonesia.

Memberikan perlindungan secara hukum kepada para donatur makanan, dan aktivis pengelola bank makanan, maupun lembaga pengelola kegiatan sosial ini.

Serta pemberian insentif kepada perusahaan makanan, toko retail, restoran yang mendonasikan makanan berlebihnya yang masih layak dikonsumsi kepada lembaga-lembaga bank makanan.

Selain itu, tentunya bermacam manfaat yang bisa didapat oleh pemerintah maupun rakyat Indonesia.

“Selama ini, banyak toko retail atau restoran yang dengan sengaja atau ‘terpaksa’ membuang makanan berlebihnya dengan berbagai alasan, padahal makanan-makanan itu masih layak untuk dikonsumsi,” jelasnya.

Menurut dia, banyak sekali kelompok rakyat yang sangat memerlukan makanan.

Dia menegaskan bahwa inilah salah satu yang menyebabkan limbah makanan menjadi menumpuk di Indonesia.

“Selain perlu adanya aturan semacam good samaritan law, yakni pemberian perlindungan hukum kepada donatur akibat dari makanan yang didonasikannya, selama pemberian dilakukan berdasarkan iktikad dan perilaku yang baik,” ujarnya.

Oleh karena itu, HNW berharap pemerintah dan fraksi-fraksi di DPR dapat mendukung RUU Bank Makanan untuk kesejahteraan sosial ini.

Kemudian, secara bersama-sama mendorong RUU Bank Makanan untuk kesejahteraan sosial yang telah ditetapkan dalam Prolegnas 2020-2024 untuk segera diprioritaskan pembahasan dan pengesahannya.

“Alhamdulillah, tim kami telah selesai menyiapkan naskah akademik dan draf RUU-nya mengacu perbandingan dari berbagai negara, yang akan makin sempurna dengan masukan-masukan dari konstituen kami di Amerika, Jepang, negara-negara Eropa dan lainnya yang mempraktikkan secara legal kegiatan Bank Makanan itu,” pungkasnya. (*/jpnn)

 

Yuk, Simak Juga Video ini!


Redaktur & Reporter : Boy

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler