jpnn.com, JAKARTA - Pendiri sekaligus penasihat Forum Sinologi Indonesia (FSI) Profesor A Dhana mengimbau bangsa Indonesia, harus kritis menyikapi kuasa lunak Tiongkok.
Menurut dia, boleh memuji dan menghargai sukses pemerintah RRC dalam menjadikan negara dan bangsa yang besar.
BACA JUGA: Tiongkok Mempertimbangkan Program Inseminasi Buatan Bagi Perempuan Lajang
"Kritiklah hal-hal yang menurut kita tidak cocok, khususnya dengan aturan dalam pergaulan antarbangsa," kata A Dhana, dalam sambutan tertulis di diskusi 'Menakar Ulang Kuasa Lunak Tiongkok di Indonesia: Sebuah Tinjauan Kritis, di Jakarta, Sabtu (20/5).
Dahana menganggap bahwa melalui upaya meningkatkan kuasa lunaknya di berbagai negara, termasuk Indonesia, Tiongkok sedang berusaha menjelma menjadi sebuah kekuatan imperial budaya.
BACA JUGA: Tiongkok Mengeluarkan Visa untuk Turis Asing Mulai Pertengahan Maret 2023
Namun, Dahana mengingatkan bahwa selain berupaya menanamkan kuasa lunak, Tiongkok juga berupaya menjalankan kuasa keras (hard power).
Ini terlihat dari sepak terjang Tiongkok di Laut Cina Selatan dan dari berbagai pelanggaran hak berdaulat Indonesia di wilayah Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) perairan dekat kepulauan Natuna.
BACA JUGA: Merespons Pendekatan Tiongkok, Etnis Tionghoa Diimbau Terus Membangun Indonesia
Pemerhati Tiongkok dan Dosen Ilmu Komunikasi UPH, Dr. Johanes Herlijanto menyoroti posisi komunitas Tionghoa dalam upaya Tiongkok meningkatkan soft power di Indonesia.
Dia menekankan pada adanya upaya Republik Rakyat Tiongkok (RRT) untuk merangkul komunitas Tionghoa untuk kepentingan peningkatan hubungan Indonesia dan Tiongkok dengan mendorong mereka menjadi jembatan.
Mengutip tulisan Charlotte Setijadi, Johanes mengatakan setidaknya sebagian dari pebisnis Tionghoa, khususnya dari generasi senior, tidak berkeberatan menjalani peran sebagai jembatan bagi hubungan kedua negara.
Namun, ketika Tiongkok ingin merangkul Tionghoa Indonesia, sebagian komunitas Tionghoa justru melakukan penolakan.
"Mereka, bahkan mengkritisi upaya Tiongkok mengingatkan mereka akan hubungan sebagai ‘negeri leluhur,’” tutur Johanes.
Johanes beranggapan bahwa upaya Tiongkok menjadikan etnik Tionghoa sebagai bagian kuasa lunaknya akan sulit terwujud.
"Anak-anak generasi sekarang lebih suka disebut sebagai Chinese Indonesian atau Chindo," kata Johanes.(jlo/jpnn)
Redaktur & Reporter : Djainab Natalia Saroh