jpnn.com, JAKARTA - Masyarakat Tionghoa mupun komponen bangsa Indonesia lainnya diimbau untuk menjalankan panggilan bersama membangun bangsa dan negara.
Imbauan itu disampaikan oleh Michael Andrew, aktivis dan co-founder Roemah Bhineka dalam seminar 'Kebijakan Kewarganegaraan Tiongkok dan etnis Tionghoa di Indonesia' yang digelar Forum Sinologi Indonesia (FSI) di Cikini, Jakarta, Sabtu (25/2).
BACA JUGA: Patriotisme Etnis Tionghoa Bagi Nusantara Sangat Luar Biasa
Menurut Andrew, etnis Tionghoa telah mengalami berbagai peristiwa kontekstualisasi sehingga memiliki nasionalisme keindonesiaan yang mengakar.
"Apalagi Tionghoa Indonesia sudah berpisah sangat lama dengan Tiongkok dan masyarakatnya, sehingga memiliki kebudayaan yang saling berbeda,” tuturnya.
BACA JUGA: FSI Prediksi Gerakan Pro Demokrasi di China Bakal Berlanjut
Orang-orang Tionghoa Indonesia telah berkontribusi dalam berbagai bidang di Indonesia, baik dalam bidang kesehatan, pendidikan, dan bidang-bidang lainnya.
Oleh karenanya mereka akan berpikir berkali kali menanggapi upaya Tiongkok untuk mendekati orang-orang Tionghoa di Indonesia. Dia pun mengimbau orang Tionghoa maupun non Tionghoa agar tetap mengutamakan keberpihakan pada Indonesia.
BACA JUGA: FSI: Respons Cepat TNI AL di Natuna Patut Diapresiasi
"Jangan pernah lelah mencintai bangsa dan negara ini karena Indonesia akan maju jika orang-orang Indonesia, apa pun sukunya, agamanya, golongannya, benar-benar memiliki kecintaan kepada bangsa dan negaranya,” katanya.
Ketua FSI sekaligus dosen Ilmu Komunikasi Universitas Pelita Harapan (UPH), Johanes Herlijanto, Ph.D. menjabarkan mengenai sebutan etnis Tionghoa.
Menurutnya, bila pada masa yang lampau terdapat pembedaan yang jelas antara orang-orang Tionghoa yang disebut huaqiao (Warga Negara Tiongkok perantauan) dan mereka yang disebut sebagai huaren (etnis Tionghoa) serta huayi (keturunan Tionghoa).
"Keduanya merujuk pada orang-orang Tionghoa yang tidak berkewarganegaraan Tiongkok—maka pada era Xi Jinping, pembedaan tersebut menjadi kabur," ujarnya.
Dalam berbagai pidato dan pernyataan, Xi Jinping maupun para pejabat tinggi di bawah kepemimpinannya seringkali menggunakan istilah-istilah yang menegaskan kembali hubungan antara Tiongkok dan orang-orang Tionghoa yang tersebar di seluruh dunia, tanpa memandang apa pun kewarganegaraan mereka.
Padahal saat masih berada di bawah kepemimpinan Deng Xiaoping, Tiongkok telah secara tegas melepaskan pengakuannya atas orang Tionghoa Perantauan yang telah memperoleh kewarganegaraan asing. Pengakuan tersebut tertuang dalam undang-undang kewarganegaraan yang diterbitkan pada 1980.
Beijing di bawah Xi Jinping juga menggunakan istilah ‘saudara sebangsa dari seberang lautan’ (haiwai qiaobao) untuk merujuk pada etnis Tionghoa di berbagai belahan dunia.
Johanes mengatakan bahwa pernyataan-pernyataan yang seolah menegaskan kembali hubungan antara Tiongkok dan etnis Tionghoa tentu dapat menimbulkan kekhawatiran bagi pemerintah dan elite politik di negara tempat orang-orang tersebut tinggal. Namun, kekhawatian di atas bukanlah tanpa jalan keluar.
“Dalam kasus Indonesia, makin kuatnya akar kebangsaan Indonesia di kalangan seluruh etnis Tionghoa kiranya dapat menjadi sebuah penangkal yang jitu baik terhadap kecurigaan yang muncul di kalangan non Tionghoa," kata Johanes. (jlo/jpnn)
Redaktur & Reporter : Djainab Natalia Saroh