Indonesia Jangan Lengah, Harus Bisa Rebut Peluang Ekonomi Secara Geopolitik

Minggu, 16 Februari 2020 – 17:03 WIB
Membangun kekuatan ekonomi Indonesia. Foto : Humas KLHK

jpnn.com, JAKARTA - Politikus Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) di DPR RI Marwan Jafar mengingatkan agar Indonesia tidak terlena dengan senantiasa membenahi perekonomian domestik.

Fokus upaya seperti ini, kata Marwan memang tetap sangat diperlukan. Namun, tegasnya, pemerintah jangan lengah dengan posisi maupun potensi nilai perekenomian di tengah perebutan pengaruh kekuatan ekonomi besar dunia seperti Amerika Serikat, China, Jepang dan India.

BACA JUGA: 5 Berita Terpopuler: Bersiaplah, 51 Ribu PPPK Demo Besar-besaran, Pujian WHO untuk Indonesia

"Mengapa? Sebab, jika secara geopolitik ekonomi pemerintah lupa atau tidak menyadari di mana sesungguhnya posisi strategisnya, kita tinggal menjadi penonton di tengah pertarungan para raksasa ekonomi itu," ujar Marwan di Jakarta.

Dia mengungkapkan, indikasi tumbuhnya kesadaran geopolitik tersebut terutama saat Presiden KH Abdurrahman Wahid menggagas dan mewujudkan Kementerian Kelautan dan Perikanan seperti yang dikenal sekarang yang berupaya mengembalikan potensi besar kemaritiman.

BACA JUGA: 5 Berita Terpopuler: Angin Segar untuk Honorer K2? Kantong Plastik Rp 10 Ribu

"Kita perhatikan dengan nuansa dan dinamika yang variatif, mestinya pemerintah tetap memperkuat fondasi perekonomian nasional buat merespon perkembangan perebutan pengaruh perekonomian global yang makin tak terhindarkan. Terkait hal ini, saya kira langkah-langkah pemerintah sudah cukup signifikan," ujar Marwan. 

Dia menambahkan perebutan pengaruh pemain besar ekonomi dunia mutakhir, bisa dicatat momentumnya sejak 2007.

BACA JUGA: 5 Berita Terpopuler: Demo FPI dan PA 212 Tak Dianggap Lagi, Dana BOS, dan Honorer K2

Itu, kata dia, terjadi saat PM Jepang Shinzo Abe pidato di depan parlemen India berjudul 'Confluence of the Two Seas' seraya menyebut potensi Indo Pasifik.

Lalu, pada November 2011 Presiden AS Obama menetapkan kebijakan 'Pivot to the Pacific' atau Rebalancing toward Asia dengan maksud terutama merespons kebangkitan ekonomi China.

Disusul pada Oktober 2013, Presiden China Xi Jinping mengenalkan kebijakan ekonomi yang dia sebut 'Jalur Sutera Maritim' (Maritime Silk Road) pada pidato 30 menit di forum resmi DPR RI yang dihadiri Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.


"Jangan lupa juga, pada forum Konferensi Tingkat Tinggi Asia Timur di Naypyidaw, Myanmar, November 2014 Presiden Ke-7 RI Joko Widodo menyampaikan pidato kenegaraan bertema 'Poros Maritim Dunia'. Boleh jadi peristiwa itu penting sudah jadi legalitas alias masuk sebagai lembaran kenegaraan. Tapi kita perlu bertanya, apakah pidato tersebut sudah mendefinisikan posisi geopolitik ekonomi Indonesia dan terjabarkan secara operasional menjadi panduan bagi jajaran di pemerintah? Saya, sih, percaya sudah," tukasnya.

Marwan yang juga mantan Menteri Desa-PDTT itu berpendapat, penting bagi pemerintah menjadikan ide presiden di konferensi internasional tersebut sebagai strategi besar menempatkan posisi tawar ekonomi Indonesia secara geopolitik.

Utamanya terkait memasarkan produksi berbagai sumber daya alam dan energi serta memberikan respons melalui gagasan Poros Maritim Dunia (Global Maritime Nexus).

Terkait hal itu, tentu saja melalui berbagai diplomasi internasional. Diharapkan publik juga  mengetahui sejumlah kebijakan dan program pemerintah khususnya di bidang perdagangan, industri, investasi dan tekad menjadikan BUMN Indonesia kelas dunia.

"Serta kemampuan bersaing sedang dan terus dilakukan secara serius. Sejumlah kalangan mulai dari pengusaha UKM, menengah hingga swasta besar juga sudah saatnya turut menyadari betapa mendesak, strategis dan sangat pentingnya menjadikan pendekatan posisi geopolitik ekonomi sebagai tekad berbisnis mereka. Tanpa menyadari pendekataan itu, kita bakal ketinggalan kereta perdagangan dunia," pungkas Marwan. (flo/jpnn)


Redaktur & Reporter : Natalia

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler