jpnn.com - JPNN.com – Pemerintah Indonesia merasa dipermainkan JPMorgan Chase Bank NA.
Hal itu menjadi salah satu alasan utama keputusan pemerintah menghentikan kerja sama dengan bank terbesar di Amerika Serikat tersebut.
BACA JUGA: Pengalihan PNS Daerah ke Pusat Tunggu Kemenkeu
Direktur Strategi dan Portofolio Pembiayaan Ditjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kemenkeu Scenaider Siahaan menilai, langkah JPMorgan memberikan rekomendasi bagi investor untuk menjual kembali Surat Berharga Negara (SBN) Indonesia sangat aneh.
Padahal, di satu sisi, JPMorgan merupakan diler utama obligasi negara.
BACA JUGA: Kok Pemerintah Putus Kontrak sama JPMorgan?
’’Harusnya kan mencari pembeli SBN. Tapi kok malah merekomendasikan untuk menjual. Mana mau investor beli? Malah kita yang rugi. Kan kita jadi mainan mereka,’’ jelas Scenaider di Jakarta kemarin (4/1).
Dalam riset berjudul Trump Forces Tactical Changes yang diterbitkan pada 13 November 2016, JPMorgan men-downgrade peringkat alokasi portofolio aset Indonesia dari overweight atau memiliki prospek menjadi underweight alias kurang berbobot.
BACA JUGA: Sri Mulyani: Riset JPMorgan Bisa Timbulkan Salah Paham
Di pasar modal, posisi underweight sama dengan rekomendasi jual.
Riset JPMorgan itu diterbitkan untuk merespons dampak kemenangan Donald Trump yang terpilih sebagai presiden AS.
Kemenangan Trump telah membuat harga sejumlah obligasi negara jeblok.
JPMorgan juga men-downgrade peringkat Brasil, namun lebih landai. Yakni, dari overweight menjadi netral.
Peringkat Indonesia sama dengan Turki, negara dengan politik dan keamanan rapuh. JPMorgan men-downgrade Turki dari netral menjadi underweight.
Riset JPMorgan yang dibuat analis Adrian Mowat tersebut mendapatkan protes dari pemerintah Indonesia.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati lantas memutus segala macam bentuk kemitraan dengan JPMorgan.
Dengan pemutusan kontrak itu, JPMorgan tak lagi menjadi diler utama SBN, anggota panel join underwriter penerbitan global bonds, serta bank persepsi atau penampung penerimaan negara.
JPMorgan tidak hanya sekali memberikan penilaian buruk pada portofolio aset RI. Pada 2015, bank paling sistemis di dunia tersebut juga memberikan rekomendasi agar investor melepas kepemilikan portofolio di Indonesia.
Bambang Brodjonegoro yang saat itu menjabat sebagai menteri keuangan melayangkan protes kepada JPMorgan.
’’Kejadiannya berkali-kali. JP Morgan juga sudah diingatkan, tapi masih meneruskan,’’ tegas Scenaider.
Roy C. Smith, profesor keuangan dan manajemen dari New York University, mengungkapkan, JPMorgan tidak akan dirugikan atas kebijakan Indonesia.
Kepada Reuters, Smith menuturkan, justru Indonesia yang telah membuat kesalahan. Menurut dia, Indonesia justru lebih membutuhkan dukungan JPMorgan.
Dia menambahkan, sejak 2003, bank global telah mengubah cara mereka menampilkan riset setelah regulator AS menerapkan batasan yang tegas antara analis dan banker.
Regulator tersebut juga mencegah konflik kepentingan yang memengaruhi riset.
Konflik kepentingan semacam JPMorgan vs Indonesia juga terjadi sebelumnya.
Meski tidak seterang-terangan kasus Indonesia, Morgan Stanley pernah berhadapan dengan Tiongkok dan Banco Santander dengan pemerintah Brasil.
Kepada Reuters, juru bicara JPMorgan menjelaskan, kebijakan Indonesia tidak membawa dampak besar kepada kliennya.
JPMorgan juga ingin melanjutkan kerja sama dengan Kemenkeu. (ken/c5/sof)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Tidak Masalah Putus Kerja Sama Dengan JPMorgan
Redaktur & Reporter : Ragil